26.5 C
Denpasar
Sunday, April 2, 2023

Dipasang Tahun 1939, Relief Cetak Unik di Tembok Disbud Dibuat dari Bias Pamor

BULELENG, BALI EXPRESS -Kantor Dinas Kebudayaan (Disbud) Buleleng memang berbeda dengan dinas lainnya. Dari depan, sebuah gapura tua berwarna putih berdiri mencolok. Lalu di kiri dan kanannya, terbentang tembok panyengker yang juga berwarna putih. Namun yang menarik, keberadaan relief yang terpasang di tembok tersebut.

Terpasang dalam posisi berjejer. Relief itu berbentuk relief wayang. Bila diperhatikan lebih seksama, relief tersebut seperti berada dalam frame atau bingkai.
Relief semacam itu tidak saja berjejer pada tembok panyengker.

Pada gapura juga terdapat dua relief yang sama. Terpasang pada bagian kiri dan kanan gapura. Memasuki area Puri Seni Sasana Budaya di Dinas Kebudayaan Buleleng, juga terdapat sepasang gapura lagi. Gapura itu menuju ke Museum Buleleng.

Sama halnya dengan gapura utama, gapura itu terlihat tua dan beberapa mulai keropos. Bagian kiri dan kanan gapura juga terdapat relief. Tidak sulit menemukan, sebab relief itu berukuran cukup besar dan mudah dijangkau pandangan. Di atas relief terdapat angka tahun. Di sisi kiri tertulis 1939. Sedangkan pada sisi kanan tertulis 3-6. Kemungkinan, angka tersebut adalah tahun dibuatnya gapura beserta pagar itu, berikut dengan reliefnya.

Baca Juga :  Soal Pindah Ibu Kota, Ketua PHDI Pusat Sebut Mulih ke Umah Wayah

Konon relief tersebut dibuat dengan cara dicetak. Tidak diukir seperti biasanya. Ketika pagar itu dibuat, relief tersebut lalu dipasang atau ditempel pada tembok serta gapura. “Itu hanya relief biasa saja. Ada tahun panelnya. Relief cetak itu,” ujar Dewa Gde Purwita Sukahet dari Gurat Institut, Selasa (28/2) siang.

Relief yang terpasang di area Dinas Kebudayaan Buleleng itu sangat detail. Lekuk ukirannya sangat jelas. Sayangnya, hingga kini belum ditemukan tempat pencetakan relief tersebut. “Relief seperti ini juga pernah saya temukan di Karangasem. Tapi yang mana yang duluan, Karangasem atau Buleleng. Itu masih rancu. Kemudian pembuatannya menggunakan jasa arsitek Tionghoa, Belanda dan Bali. Jadinya campur-campur. Kemudian di Buleleng tidak ditemukan tempat mencetaknya atau membuatnya,” terangnya.

Beberapa relief itu mulai menjadi perhatian Gurat Institut sejak 2022 lalu. Bentuk dan gaya ukirannya merupakan gaya Buleleng. Sejauh ini, relief cetak seperti itu hanya ada di Dinas Kebudayaan Buleleng. Relief semacam itu pun belum ditemukan di tempat lain di Buleleng, termasuk di area puri.

Baca Juga :  Lipat Surat Suara di GOR Gunung Agung Diawasi Ketat

“Saya sempat berpikir itu dicetak di Karangasem dan dibawa ke Buleleng. Tapi tidak mungkin, karena gayanya sangat Buleleng. Kalau senimannya beradaptasi juga kemungkinan kecil, karena tidak mungkin mereka membuat satu. Pasti ada jejak yang lain,” paparnya.

Teknik cetak relief dilakukan secara terbalik. Bahannya masih menggunakan bias pamor, lantaran dahulu belum ada campuran bahan seperti semen. “Itu bukan paras. Tapi masih bias pamor. Bisa dilihat dengan jelas, karena beberapa ada yang sudah keropos, jadi terlihat bahannya pakai apa dulu. Jika dibandingkan dengan cetakan di Puri Karangasem, sangat berbeda. Tidak sedalam cetakan ukiran di Buleleng ini. Sepertinya itu dicetak tahun 1930,” ujar Sukahet.

Terlepas dari keunikan relief pada Dinas Kebudayaan Buleleng, bangunan tua itu sudah ditetapkan menjadi Cagar Budaya.

 






Reporter: Dian Suryantini

BULELENG, BALI EXPRESS -Kantor Dinas Kebudayaan (Disbud) Buleleng memang berbeda dengan dinas lainnya. Dari depan, sebuah gapura tua berwarna putih berdiri mencolok. Lalu di kiri dan kanannya, terbentang tembok panyengker yang juga berwarna putih. Namun yang menarik, keberadaan relief yang terpasang di tembok tersebut.

Terpasang dalam posisi berjejer. Relief itu berbentuk relief wayang. Bila diperhatikan lebih seksama, relief tersebut seperti berada dalam frame atau bingkai.
Relief semacam itu tidak saja berjejer pada tembok panyengker.

Pada gapura juga terdapat dua relief yang sama. Terpasang pada bagian kiri dan kanan gapura. Memasuki area Puri Seni Sasana Budaya di Dinas Kebudayaan Buleleng, juga terdapat sepasang gapura lagi. Gapura itu menuju ke Museum Buleleng.

Sama halnya dengan gapura utama, gapura itu terlihat tua dan beberapa mulai keropos. Bagian kiri dan kanan gapura juga terdapat relief. Tidak sulit menemukan, sebab relief itu berukuran cukup besar dan mudah dijangkau pandangan. Di atas relief terdapat angka tahun. Di sisi kiri tertulis 1939. Sedangkan pada sisi kanan tertulis 3-6. Kemungkinan, angka tersebut adalah tahun dibuatnya gapura beserta pagar itu, berikut dengan reliefnya.

Baca Juga :  Kembang Hartawan Mulai Panaskan Mesin Partai

Konon relief tersebut dibuat dengan cara dicetak. Tidak diukir seperti biasanya. Ketika pagar itu dibuat, relief tersebut lalu dipasang atau ditempel pada tembok serta gapura. “Itu hanya relief biasa saja. Ada tahun panelnya. Relief cetak itu,” ujar Dewa Gde Purwita Sukahet dari Gurat Institut, Selasa (28/2) siang.

Relief yang terpasang di area Dinas Kebudayaan Buleleng itu sangat detail. Lekuk ukirannya sangat jelas. Sayangnya, hingga kini belum ditemukan tempat pencetakan relief tersebut. “Relief seperti ini juga pernah saya temukan di Karangasem. Tapi yang mana yang duluan, Karangasem atau Buleleng. Itu masih rancu. Kemudian pembuatannya menggunakan jasa arsitek Tionghoa, Belanda dan Bali. Jadinya campur-campur. Kemudian di Buleleng tidak ditemukan tempat mencetaknya atau membuatnya,” terangnya.

Beberapa relief itu mulai menjadi perhatian Gurat Institut sejak 2022 lalu. Bentuk dan gaya ukirannya merupakan gaya Buleleng. Sejauh ini, relief cetak seperti itu hanya ada di Dinas Kebudayaan Buleleng. Relief semacam itu pun belum ditemukan di tempat lain di Buleleng, termasuk di area puri.

Baca Juga :  Aniaya Teman Mantan Pacar, Lesbian Divonis Enam Bulan

“Saya sempat berpikir itu dicetak di Karangasem dan dibawa ke Buleleng. Tapi tidak mungkin, karena gayanya sangat Buleleng. Kalau senimannya beradaptasi juga kemungkinan kecil, karena tidak mungkin mereka membuat satu. Pasti ada jejak yang lain,” paparnya.

Teknik cetak relief dilakukan secara terbalik. Bahannya masih menggunakan bias pamor, lantaran dahulu belum ada campuran bahan seperti semen. “Itu bukan paras. Tapi masih bias pamor. Bisa dilihat dengan jelas, karena beberapa ada yang sudah keropos, jadi terlihat bahannya pakai apa dulu. Jika dibandingkan dengan cetakan di Puri Karangasem, sangat berbeda. Tidak sedalam cetakan ukiran di Buleleng ini. Sepertinya itu dicetak tahun 1930,” ujar Sukahet.

Terlepas dari keunikan relief pada Dinas Kebudayaan Buleleng, bangunan tua itu sudah ditetapkan menjadi Cagar Budaya.

 






Reporter: Dian Suryantini

Most Read

Artikel Terbaru