26.5 C
Denpasar
Monday, May 29, 2023

Mengenal Maestro Barong I Wayan Reka yang Masih Berkarya Diusia Senja

GIANYAR, BALI EXPRESS – Usia tidak membatasi maestro pengrajin barong, I Wayan Reka, 81, dalam berkarya. Pria asal Banjar Puaya, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, justru masih aktif berkarya khususnya mengerjakan pesanan barong maupun pakaian tari.

Padahal diusianya yang sudah memasuki kepala 8, Reka sebenarnya bisa menikmati hari tuanya dengan beristirahat, apalagi kondisi kesehatannya tidak bisa dikatakan baik-naik saja. “Sayangnya kalau diam (tidak beraktifitas) saya justru bingung,” ujarnya berkelakar.

Kecintaannya terhadap seni membuatnya masih tetap berkarya. Hingga saat ini Reka masih mengerjakan pesanan barong maupun pakaian tari. Meskipun ia mengakui perekonomian pasca pandemic Covid-19 belum pulih sepenuhnya, yang membuay ia juga turut kena imbas. “Ya ada orderan yang sudah jadi, tapi belum diambil karena alasan belum ada dana. Ada juga yang baru rencana bikin barong, tapi masih rapat anggaran. Jadi situasinya sudah sangat berbeda dengan dulu,” tuturnya.

Order yang terlanjur jadi tersebut yakni satu set pakaian Tari Fragmen Tari Ramayana yang dipesan oleh pelanggannya di kawasan Pecatu, Badung. Karena si pemesan menyampaikan bahwa tidak ada dana, maka Reka tak mampu berbuat banyak. Pakaian tari yang sudah masuk kardus pun dibongkar kembali dan ia letakkan di rak kaca agar tidak rusak.

Selain menerima pesanan pakaian tari, Reka juga dikenal sebagai maestro barong. Untuk satu barong standar berukuran 2 sampai 3 meter, Reka yang juga dibantu pekerjanya memerlukan waktu sekitar 3 sampai 6 bulan. Satu barong, biasa dibandrol seharga Rp 95 juta hingga ratusan juta tergantung bahan, hingga ukuran. “Kalau pakai prada mas biasanya lebih mahal. Mulai Rp 275 juta sampai Rp 350 juta,” ungkapnya.

Baca Juga :  PDIP Karangasem Dukung Gubernur Koster Maju Dua Periode

Ayah empat orang anak ini menambahkan jika karyanya dipesan tidak hanya di Bali saja, namun ada yang dikirim ke luar negeri juga. Ia mengakui jika seluruhnya karyanya yang dikirim ke luar negeri melalui perantara. Ada yang dikirim ke Jepang, Amerika dan Perancis. Salah satu barong hasil karyanya bahkan telah dibeli oleh Ibu Tien Soeharto ketika mengikuti pameran di Nusa Dua. Dan selain dikoleksi oleh Bu Tien Soeharto, sepasang barong karnya juga pernah diminati oleh Mantan Bupati Bangli Nengah Arnawa.

Yang lebih menakjubkan lagi, jika dihitung, seluruh Bali Wayan Reka mengerjakan barong sakral sekitar 90 barong. Kini sebagai estafet hidupnya dalam berkarya, diserahkan pada anak ketiganya yakni I Nyoman Sujaya.

Ia pun menuturkan jika situasi dulu dan sekarang memang berbeda. Dimana dulu dirinya sering berkeliling Bali dari desa ke desa mengerjakan barong sakral. Hingga kini, karya-karyanya yang bernuansa sakral banyak tersebar di Pura Khayangan Tiga hampir seluruh Bali.

Sejauh ini, Reka pun mengaku sudah cukup banyak mengantongi piagam penghargaan. Namun belum pernah sekalipun mendapat penghargaan khusus Wija Kusuma. Dari sederet piagam berbingkai yang dipajangnya di tembok rumahnya, Wayan Reka tercatat cukup sering mewakili Kabupaten Gianyar. Salah satunya tercatat sebagai Juara II Lomba Kerajinan Membuat Cenderamata dari Kulit pada PKB XIX (19) Tahun 1997.

Baca Juga :  Pura Penataran Sasih Pejeng Terbakar, Diduga dari Pemkabaran Sampah

Kiprah Wayan Reka di bidang kerajinan Barong tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Seperti diketahui, Banjar Puaya Desa Batuan merupakan sentra pembuatan kerajinan Barong, Rangda dan sejenisnya. Ia belajar secara otodidak dari kakek dan ayahnya. Selain mengolah kayu menjadi tapel, Wayan Reka lanjutkan berkecimpung menjadi pengrajin kulit. Wayan Reka mulai membuat pakaian tari, hingga cukup dikenal oleh para seniman.

Bahkan pada tahun 1973, Wayan Reka mulai diminta datang ke Jakarta oleh Sanggar Saraswati pimpinan Gusti Kompyang Raka asal Singapadu. Selanjutnya sekitar tahun 1978, Wayan Reka dkk berkesempatan untuk membuat barong untuk koleksi Universitas Indonesia (UI) dan ditempatkan di Balai Kota Jakarta. “Dulu, pernah juga mengirim ke Lampung. Kalau itu untuk disakralkan,” tandasnya.

Pada usia yang tidak muda lagi, ia divonis menderita sakit batu ginjal hingga harus dioperasi sekitar tahun 2015 silam. Wayan Reka juga tampak menggunakan alat bantu dengar pada telinga sebelah kiri. Namun hal itu tidak mengurangi semangatnya dalam melestarikan seni dan budaya lewat karya-karyanya yang legendaris. (ras)


GIANYAR, BALI EXPRESS – Usia tidak membatasi maestro pengrajin barong, I Wayan Reka, 81, dalam berkarya. Pria asal Banjar Puaya, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, justru masih aktif berkarya khususnya mengerjakan pesanan barong maupun pakaian tari.

Padahal diusianya yang sudah memasuki kepala 8, Reka sebenarnya bisa menikmati hari tuanya dengan beristirahat, apalagi kondisi kesehatannya tidak bisa dikatakan baik-naik saja. “Sayangnya kalau diam (tidak beraktifitas) saya justru bingung,” ujarnya berkelakar.

Kecintaannya terhadap seni membuatnya masih tetap berkarya. Hingga saat ini Reka masih mengerjakan pesanan barong maupun pakaian tari. Meskipun ia mengakui perekonomian pasca pandemic Covid-19 belum pulih sepenuhnya, yang membuay ia juga turut kena imbas. “Ya ada orderan yang sudah jadi, tapi belum diambil karena alasan belum ada dana. Ada juga yang baru rencana bikin barong, tapi masih rapat anggaran. Jadi situasinya sudah sangat berbeda dengan dulu,” tuturnya.

Order yang terlanjur jadi tersebut yakni satu set pakaian Tari Fragmen Tari Ramayana yang dipesan oleh pelanggannya di kawasan Pecatu, Badung. Karena si pemesan menyampaikan bahwa tidak ada dana, maka Reka tak mampu berbuat banyak. Pakaian tari yang sudah masuk kardus pun dibongkar kembali dan ia letakkan di rak kaca agar tidak rusak.

Selain menerima pesanan pakaian tari, Reka juga dikenal sebagai maestro barong. Untuk satu barong standar berukuran 2 sampai 3 meter, Reka yang juga dibantu pekerjanya memerlukan waktu sekitar 3 sampai 6 bulan. Satu barong, biasa dibandrol seharga Rp 95 juta hingga ratusan juta tergantung bahan, hingga ukuran. “Kalau pakai prada mas biasanya lebih mahal. Mulai Rp 275 juta sampai Rp 350 juta,” ungkapnya.

Baca Juga :  PDIP Karangasem Dukung Gubernur Koster Maju Dua Periode

Ayah empat orang anak ini menambahkan jika karyanya dipesan tidak hanya di Bali saja, namun ada yang dikirim ke luar negeri juga. Ia mengakui jika seluruhnya karyanya yang dikirim ke luar negeri melalui perantara. Ada yang dikirim ke Jepang, Amerika dan Perancis. Salah satu barong hasil karyanya bahkan telah dibeli oleh Ibu Tien Soeharto ketika mengikuti pameran di Nusa Dua. Dan selain dikoleksi oleh Bu Tien Soeharto, sepasang barong karnya juga pernah diminati oleh Mantan Bupati Bangli Nengah Arnawa.

Yang lebih menakjubkan lagi, jika dihitung, seluruh Bali Wayan Reka mengerjakan barong sakral sekitar 90 barong. Kini sebagai estafet hidupnya dalam berkarya, diserahkan pada anak ketiganya yakni I Nyoman Sujaya.

Ia pun menuturkan jika situasi dulu dan sekarang memang berbeda. Dimana dulu dirinya sering berkeliling Bali dari desa ke desa mengerjakan barong sakral. Hingga kini, karya-karyanya yang bernuansa sakral banyak tersebar di Pura Khayangan Tiga hampir seluruh Bali.

Sejauh ini, Reka pun mengaku sudah cukup banyak mengantongi piagam penghargaan. Namun belum pernah sekalipun mendapat penghargaan khusus Wija Kusuma. Dari sederet piagam berbingkai yang dipajangnya di tembok rumahnya, Wayan Reka tercatat cukup sering mewakili Kabupaten Gianyar. Salah satunya tercatat sebagai Juara II Lomba Kerajinan Membuat Cenderamata dari Kulit pada PKB XIX (19) Tahun 1997.

Baca Juga :  Pura Penataran Sasih Pejeng Terbakar, Diduga dari Pemkabaran Sampah

Kiprah Wayan Reka di bidang kerajinan Barong tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Seperti diketahui, Banjar Puaya Desa Batuan merupakan sentra pembuatan kerajinan Barong, Rangda dan sejenisnya. Ia belajar secara otodidak dari kakek dan ayahnya. Selain mengolah kayu menjadi tapel, Wayan Reka lanjutkan berkecimpung menjadi pengrajin kulit. Wayan Reka mulai membuat pakaian tari, hingga cukup dikenal oleh para seniman.

Bahkan pada tahun 1973, Wayan Reka mulai diminta datang ke Jakarta oleh Sanggar Saraswati pimpinan Gusti Kompyang Raka asal Singapadu. Selanjutnya sekitar tahun 1978, Wayan Reka dkk berkesempatan untuk membuat barong untuk koleksi Universitas Indonesia (UI) dan ditempatkan di Balai Kota Jakarta. “Dulu, pernah juga mengirim ke Lampung. Kalau itu untuk disakralkan,” tandasnya.

Pada usia yang tidak muda lagi, ia divonis menderita sakit batu ginjal hingga harus dioperasi sekitar tahun 2015 silam. Wayan Reka juga tampak menggunakan alat bantu dengar pada telinga sebelah kiri. Namun hal itu tidak mengurangi semangatnya dalam melestarikan seni dan budaya lewat karya-karyanya yang legendaris. (ras)


Most Read

Artikel Terbaru