27.6 C
Denpasar
Saturday, June 3, 2023

Sidang Pembunuhan Pensiunan Polisi Ricuh, Ini Vonisnya

BALI EXPRESS, DENPASAR – Sidang kasus pembunuhan pensiunan Polisi, almarhum Aiptu Made Suanda, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada Selasa kemarin (3/6) kembali berakhir ricuh.

 

Empat terdakwanya, masing-masing Gede Ngurah Astika (otak pembunuhan), Dewa Putu Alit Sudiasa alias Alit, Putu Veri Permadi alias Veri, dan Dewa Made Budianto alias Tonges kembali menjadi sasaran amukan keluarga korban. Meskipun majelis hakim menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi dari tuntutan.

 

Suasana ricuh itu meledak saat keempat terdakwa dilarikan ke mobil tahanan usai sidang pembacaan vonis dilakukan. Anak-anak dan kerabat korban yang muak dengan para terdakwa berusaha mendekati mereka. Namun, hal itu tak mampu dilakukan karena keempat terdakwa berada di bawah penjagaan aparat Kepolisian.

 

Aksi saling dorong dan tarik-menarik pun tak terhindarkan di pintu samping kanan ruang Sari yang jadi lokasi persidangan. Karena tak kunjung mampu mendekati para terdakwa, beberapa anggota keluarga korban bahkan melempari terdakwa dengan air mineral. Berbagai umpatan di arahkan kepada keempat terdakwa yang membunuh korban dengan sadis.

 

Bahkan, beberapa di antara anggota keluarga korban sampai histeris dan menangis saking tidak bisanya menahan emosi mereka. Situasi itu membuat pihak Kepolisian dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar akhirnya mengurungkan rencana pengamanan dengan membawa para terdakwa langsung ke dalam mobil tahanan usai pembacaan vonis.

 

Apalagi saat itu, keluarga korban sudah berada di sekitar mobil tahanan yang akan mengangkut para terdakwa. Sehingga, empat terdakwa dilarikan ke ruang isolasi sembari menunggu suasana reda.

 

Sebelum peristiwa itu terjadi, majelis hakim yang diketuai Hakim I Gde Ginarsa menyampaikan putusan bari empat terdakwa dengan hukuman yang lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Baca Juga :  Kasus Melesat, Komisi IV DPRD Bali Minta Lakukan Upaya Ekstrem

 

Terdakwa Gede Ngurah Astika selaku otak pembunuhan tersebut dijatuhi hukuman 17 tahun penjara. Sementara tiga orang terdakwa lainnya yang membantu terjadinya pembunuhan tersebut masing-masing Dewa Putu Alit Sudiasa alias Alit, Putu Veri Permadi alias Veri, dan Dewa Made Budianto alias Tonges dijatuhi hukuman 14 tahun penjara.

 

Bila dibandingkan dengan tuntutan yang disampaikan JPU, hukuman yang dijatuhkan majelis hakim itu lebih tinggi dua tahun. Dalam surat tuntutan, terdakwa Gede Ngurah Astika selaku otak pembunuhan tersebut dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.

 

Sementara tiga orang terdakwa lainnya yang membantu terjadinya pembunuhan tersebut masing-masing Dewa Putu Alit Sudiasa alias Alit, Putu Veri Permadi alias Veri, dan Dewa Made Budianto alias Tonges dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.

 

Dalam surat tuntutan, keempat terdakwa dinilai JPU terbukti melakukan melakukan pencurian yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban sesuai ancaman hukuman Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUHP (dakwaan alternatif kedua).

 

Namun, dalam sidang kemarin, majelis hakim berpendapat berbeda. Keempat terdakwa dinilai terbukti melakukan pembunuhan sebagaimana

dakwaan alternatif pertama. Dalam dakwaan alternatif pertama, Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (primer) serta Pasal 338 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (subsider).

 

“Menyatakan bahwa terdakwa Gede Ngurah Astika terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan sebagai dakwaan alternatif pertama,” ujar Hakim Gde Ginarsa. Dan, putusan tersebut juga berlaku pada putusan ketiga terdakwa lainnya yang menjadi kaki tangan terdakwa Gde Ngurah Astika.

Baca Juga :  DLHK Badung Diminta Inovatif Tangani Sampah Kiriman

 

Atas putusan tersebut, baik JPU maupun pengacara terdakwa dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Denpasar menyatakan pikir-pikir.

 

Sekadar mengingat, dalam dakwaan disebutkan bahwa kasus pembunuhan ini terjadi pada 15 Desember 2017 siang. Sekitar pukul 12.00. Di rumah kontrakan Gede Ngurah Astika di Perum Nuansa Utama Nomor 30, Ubung Kaja, Denpasar Utara.

 

Antara terdakwa dan korban berjumpa di lokasi tersebut lantaran sebelumnya sepakat untuk melakukan jual beli mobil. Terdakwa Gede Ngurah Astika menyanggupi untuk membeli mobil korban seharga Rp 158 juta. Bahkan, dia berjanji akan membayarnya secara tunai.

 

Tapi siapa sangka, terdakwa punya niat jahat terhadap korban. Sebelum kejadian, dia menghubungi terdakwa lainnya serta membeli obat tidur untuk dicampurkan ke dalam kopi yang hendak disuguhkan kepada korban.

 

Singkat cerita, korban dan para terdakwa bertemu di lokasi kejadian. Kopi berisi obat tidur pun sudah disuguhkan kepada korban. Dengan harapan, usai menyeruput kopi itu, korban akan tertidur dan mobil yang hendak dijual bisa mereka bawa kabur.

 

Tapi celakanya, rencana terdakwa itu meleset. Korban rupanya masih melek. Bahkan, balik bertanya uang Rp 158 juta yang menurut kata-kata terdakwa sedang diambil di bank oleh ibunya. Saat itulah, terdakwa menghabisi nyawa korban.

Kemudin terdakwa lainnya ikut memegang dan memukul tubuh korban. Selanjutnya, terdakwa Astika memukul kepala korban dengan helm sehingga korban tidak bergerak (meninggal dunia) dan diseret ke dalam kamar.

Selanjutnya, terdakwa Astika mengambil BPKB mobil dan membawa Mobil Honda milik korban diikuti dari belakang oleh terdakwa lainnya.

 


BALI EXPRESS, DENPASAR – Sidang kasus pembunuhan pensiunan Polisi, almarhum Aiptu Made Suanda, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada Selasa kemarin (3/6) kembali berakhir ricuh.

 

Empat terdakwanya, masing-masing Gede Ngurah Astika (otak pembunuhan), Dewa Putu Alit Sudiasa alias Alit, Putu Veri Permadi alias Veri, dan Dewa Made Budianto alias Tonges kembali menjadi sasaran amukan keluarga korban. Meskipun majelis hakim menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi dari tuntutan.

 

Suasana ricuh itu meledak saat keempat terdakwa dilarikan ke mobil tahanan usai sidang pembacaan vonis dilakukan. Anak-anak dan kerabat korban yang muak dengan para terdakwa berusaha mendekati mereka. Namun, hal itu tak mampu dilakukan karena keempat terdakwa berada di bawah penjagaan aparat Kepolisian.

 

Aksi saling dorong dan tarik-menarik pun tak terhindarkan di pintu samping kanan ruang Sari yang jadi lokasi persidangan. Karena tak kunjung mampu mendekati para terdakwa, beberapa anggota keluarga korban bahkan melempari terdakwa dengan air mineral. Berbagai umpatan di arahkan kepada keempat terdakwa yang membunuh korban dengan sadis.

 

Bahkan, beberapa di antara anggota keluarga korban sampai histeris dan menangis saking tidak bisanya menahan emosi mereka. Situasi itu membuat pihak Kepolisian dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar akhirnya mengurungkan rencana pengamanan dengan membawa para terdakwa langsung ke dalam mobil tahanan usai pembacaan vonis.

 

Apalagi saat itu, keluarga korban sudah berada di sekitar mobil tahanan yang akan mengangkut para terdakwa. Sehingga, empat terdakwa dilarikan ke ruang isolasi sembari menunggu suasana reda.

 

Sebelum peristiwa itu terjadi, majelis hakim yang diketuai Hakim I Gde Ginarsa menyampaikan putusan bari empat terdakwa dengan hukuman yang lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Baca Juga :  Sembilan Kapal Ikan di Benoa Terbakar

 

Terdakwa Gede Ngurah Astika selaku otak pembunuhan tersebut dijatuhi hukuman 17 tahun penjara. Sementara tiga orang terdakwa lainnya yang membantu terjadinya pembunuhan tersebut masing-masing Dewa Putu Alit Sudiasa alias Alit, Putu Veri Permadi alias Veri, dan Dewa Made Budianto alias Tonges dijatuhi hukuman 14 tahun penjara.

 

Bila dibandingkan dengan tuntutan yang disampaikan JPU, hukuman yang dijatuhkan majelis hakim itu lebih tinggi dua tahun. Dalam surat tuntutan, terdakwa Gede Ngurah Astika selaku otak pembunuhan tersebut dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.

 

Sementara tiga orang terdakwa lainnya yang membantu terjadinya pembunuhan tersebut masing-masing Dewa Putu Alit Sudiasa alias Alit, Putu Veri Permadi alias Veri, dan Dewa Made Budianto alias Tonges dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.

 

Dalam surat tuntutan, keempat terdakwa dinilai JPU terbukti melakukan melakukan pencurian yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban sesuai ancaman hukuman Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUHP (dakwaan alternatif kedua).

 

Namun, dalam sidang kemarin, majelis hakim berpendapat berbeda. Keempat terdakwa dinilai terbukti melakukan pembunuhan sebagaimana

dakwaan alternatif pertama. Dalam dakwaan alternatif pertama, Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (primer) serta Pasal 338 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (subsider).

 

“Menyatakan bahwa terdakwa Gede Ngurah Astika terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan sebagai dakwaan alternatif pertama,” ujar Hakim Gde Ginarsa. Dan, putusan tersebut juga berlaku pada putusan ketiga terdakwa lainnya yang menjadi kaki tangan terdakwa Gde Ngurah Astika.

Baca Juga :  Masih Dianalisis, Tumpahan Minyak Ditemukan di Pantai Saba

 

Atas putusan tersebut, baik JPU maupun pengacara terdakwa dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Denpasar menyatakan pikir-pikir.

 

Sekadar mengingat, dalam dakwaan disebutkan bahwa kasus pembunuhan ini terjadi pada 15 Desember 2017 siang. Sekitar pukul 12.00. Di rumah kontrakan Gede Ngurah Astika di Perum Nuansa Utama Nomor 30, Ubung Kaja, Denpasar Utara.

 

Antara terdakwa dan korban berjumpa di lokasi tersebut lantaran sebelumnya sepakat untuk melakukan jual beli mobil. Terdakwa Gede Ngurah Astika menyanggupi untuk membeli mobil korban seharga Rp 158 juta. Bahkan, dia berjanji akan membayarnya secara tunai.

 

Tapi siapa sangka, terdakwa punya niat jahat terhadap korban. Sebelum kejadian, dia menghubungi terdakwa lainnya serta membeli obat tidur untuk dicampurkan ke dalam kopi yang hendak disuguhkan kepada korban.

 

Singkat cerita, korban dan para terdakwa bertemu di lokasi kejadian. Kopi berisi obat tidur pun sudah disuguhkan kepada korban. Dengan harapan, usai menyeruput kopi itu, korban akan tertidur dan mobil yang hendak dijual bisa mereka bawa kabur.

 

Tapi celakanya, rencana terdakwa itu meleset. Korban rupanya masih melek. Bahkan, balik bertanya uang Rp 158 juta yang menurut kata-kata terdakwa sedang diambil di bank oleh ibunya. Saat itulah, terdakwa menghabisi nyawa korban.

Kemudin terdakwa lainnya ikut memegang dan memukul tubuh korban. Selanjutnya, terdakwa Astika memukul kepala korban dengan helm sehingga korban tidak bergerak (meninggal dunia) dan diseret ke dalam kamar.

Selanjutnya, terdakwa Astika mengambil BPKB mobil dan membawa Mobil Honda milik korban diikuti dari belakang oleh terdakwa lainnya.

 


Most Read

Artikel Terbaru