DENPASAR, BALI EXPRESS – Sepekan sudah berlalu, tragedi tenggelamnya KM Linggar Petak 89 yang diterjang ombak di Samudra Hindia. Meski ada sembilan anak buah kapal (ABK) yang masih belum ditemukan, Basarnas Bali dan instansi terkait lainnya terpaksa menghentikan operasi pencarian pada Senin (6/3).
Penutupan Operasi SAR gabungan ini disampaikan Kepala Basarnas Bali Gede Darmada di Pelabuhan Benoa. Turut hadir unsur daru Polair dan Samapta Polda Bali, TNI AL, relawan serta pihak perusahaan pemilik KM Linggar Petak 89. Dalam kesempatan itu, Darmada mengatakan Basarnas sebagai institusi pemerintah memiliki tugas, salah satunya memberikan bantuan terhadap kecelakaan kapal. Tugas itu sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 229 tahun 2014.
Pihaknya pun dengan segenap kemampuan sudah berusaha melaksanakan pencarian dibantu oleh semua unsur, stakeholder termasuk relawan dan masyarakat. Namun, amanat UU tersebut juga memberikan batasan kepada pihaknya, yakni soal durasi dan penghentian operasi. “Apa yang diamanatkan UU itu, kami juga dibatasi, sekiranya jika tidak ditemukan tanda-tanda apapun dalam operasi SAR tersebut, saya selaku koordinator operasi SAR diberikan kewenangan untuk menghentikan operasi ini,” tandasnya.
Jadi, sesuai hasil pencarian sampai hari ke tujuh yang sama sekali tidak ditemukan petunjuk terkait sisa sembilan korban ataupun kapalnya yang tenggelam, maka operasi ini dihentikan. Walaupun KM Bahari Nusantara dan KM Bahari Nusantara 25 masih melanjutkan mencari para korban secara pribadi. Ia memohon agar semua pihak memahami dan tidak emosional, sampai memaksakan terus Operasi SAR ini sampai korban ditemukan. Karena, hal itu tidak selalu dapat menyelesaikan masalah dan justru menguras sumber daya.
Selain itu, pada dasarnya prioritas SAR adalah menolong untuk menyelamatkan orang yang hidup. Sementara dari pertimbangan yang ada, peluang hidup manusia di alam bebas tanpa asupan makan dan minum diperkirakan hanyalah tujuh hari. Sehingga, menyelamatkan orang meninggal bukan lagi jadi prioritas. Walaupun demikian, jika nantinya ada informasi kembali terkait tanda-tanda korban KM Linggar Petak 89, Basarnas Bali maupun institusi pemerintah lainnya bisa bergerak melakukan evakuasi kembali.
Informasi kejadian kandasnya kapal pencari ikan tersebut juga telah disebarkan melalui radio pantai kepada seluruh kapal yang lewat. Selain itu, kabar ini disampaikan memalui sistem e-broadcasting yang dikendalikan oleh Basarnas Command Center. “Kapal-kapal yang dilengkapi oleh automatic Identification System (AIS) terdata di kami, dan dari kantor pusat kami akan share otomatis melalui notifikasi, sehingga nantinya kapal-kapal akan mendapat informasi ada kejadian di suatu tempat, mudah-mudahan kedepannya bisa membuahkan hasil,” tambahnya.
Adapun alasan Basarnas mengajak pihak-pihak terkait berkumpul saat penghentian operasi, adalah sebagai dokumentasi atau pertanggungjawaban. Bahwa Basarnas telah berisnergi baik dengan stakeholder Polri, TNI, relawan, dan pihak perusahaan, yang mendadakan pihaknya tidaklah diam. Dokumen dokumentasi ini juga bisa dipergunakan untuk menyelesaikan administrasi lainnya. Seperti para korban ABK harus bisa diberikan asurani kematian oleh perusahaan, karena ini termasuk kecelakaan kerja.
“Tadi kami audah koordinasi dengan kepolisian juga ternyata seluruh abk juga memang sudah masuk BPJS, sehingga tidak ada hak-hak yang tidak terpenuhi dari perusahaan, ataupun nanti yang disampaikan kepada keluarganya,” ucapnya. Lebih lanjut, pihaknya mengimbau kepada perusahaan pelayaran agar mengutamakan regulasi dengan melengkapi alat keselamatan dan komunikasi.
Lalu, agar memperhatikan perkiraan cuaca dari BMKG, sehingga bisa dipertimbangkan waktu yang tepat dan aman untuk berlayar. “Kapal-kapal ikan katanya sudah biasa melewati ombak empat sampai lima meter dan berlayar sampai seribu NM di laut, jawaban mereka pun bagus ketika diimbau, bahwa kehidupan mereka ada di laut, kalau cuaca jelek sebulan, siapa yang kasih makan, jadinya dilematis. Tapi meski begitu, kami tetap imbau, agar lebih baik selalu siapkan alat keselamatan, karena musibah kapan saja bisa terjadi,” tutupnya.