SINGARAJA, BALI EXPRESS – Menjelang hari raya Nyepi pada bulan Maret ini, masyarakat biasanya membuat ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh sendiri dibuat sebagai simbol Butha Kala. Saat ini muda mudi di berbagai banjar di Bali sedang disibukkan dengan pembuatan ogoh-ogoh. Bahkan sudah ada yang rampung 100 persen. Disamping hiruk pikuk pembuatan ogoh-ogoh yang dilakukan oleh muda mudi di desa, miniatur ogoh-ogoh yang dijual di toko-toko juga tak mau kalah. Ogoh-ogoh berukuran kecil itu juga laris diburu masyarakat jelang Nyepi. Miniatur dengan beragam jenis itu dipajang di depan toko. Warna-warnanya juga sangat khas.
Pembeli biasanya akan mencari miniatur ogoh-ogoh untuk dipajang di rumah, sebagai oleh-oleh maupun akan diarak oleh anak-anak sehari sebelum hari raya Nyepi. Miniatur ogoh-ogoh itu dipatok mulai Rp 60 ribu hingga Rp 700 ribu. “Tergantung sizenya. Ada yang lebih tinggi dari 1 meter ini. Harganya juga beragam. Dari Rp 60 ribu sampai Rp 650 ribu. Tapi saya kan melihat daya beli di Singaraja juga seperti apa,” ujar Gede Ardana, salah satu penjual miniatur ogoh-ogoh di Lingkungan Kresek, Kelurahan Banyuning, Buleleng, Senin (6/3) sore.
Kendati harga yang dipatok lumayan tinggi, namun animo masyarakat untuk membeli tergolong tinggi. Bahkan sudah ada yang memberikan uang muka. Miniatur ogoh-ogoh yang dijual Ardana juga menjadi incaran sekolah TK. Setiap tahun saat Nyepi, sekolah-sekolah itu akan menghubungi tokonya untuk mencari miniatur ogoh-ogoh. “Dari TK itu biasanya. Ada dua TK yang langganan disini. Kalau setiap Nyepi mereka mengarak ogoh-ogoh juga. Sudah ada yang pesan juga. Sudah DP. setiap tahun mereka pasti beli,” ungkapnya.
Ada lima model miniatur ogoh-ogoh yang dijual. Ada model Paksi, Ganesha, Narashima, Celuluk dan Rangda. Kelima jenis miniatur ogoh-ogoh ini diambil dari seputaran Kelurahan Ubung dan Sempidi, Denpasar. Seluruh model miniatur ogoh-ogoh itu pun merupakan model favorit yang dicari masyarakat. “Setiap tahun modelnya tetap sama. Hanya ada sedikit modifikasi. Tahun lalu tidak ada sayapnya, sekarang dimodif ada sayapnya. Untuk yang paling dicari itu gak ada disini, semuanya jalan. Sekarang permintaan cukup tinggi, banjar-banjar sekarang kan buat ogoh-ogoh, jadi anak-anak juga ingin ogoh-ogoh. Beda jaman pandemi kami nangis dikit,” selorohnya sembari merapikan barang.
Dari bulan Januari hingga awal Maret, Ardana telah menjual lebih dari 100 buah miniatur ogoh-ogoh. Kebanyakan dari ratusan yang laku itu adalah ukuran sedang. Ardana juga mengaku tetap menjual miniatur ogoh-ogoh walau tidak hari raya Nyepi. Tentu dengan harga yang lebih rendah. “Yang cari ini kan gak harus saat Nyepi. Saat tidak Nyepi ada juga yang cari sebagai sovenir gitu. Saya gak jual online, kalau mau beli datang langsung ke sini. Saya jual ogoh-ogoh mini ini kira-kira dari tahun 2016 lalu,” jelasnya.
Situasi yang sama juga dialami Ketut Arta Wirawan penjual miniatur ogoh-ogoh di toko Putri Bali, Singaraja. Saat ini ia hanya menyediakan stok dengan jumlah terbatas. Di tokonya ia lebih dominan menjual jenis Hanoman. “Kalau banyak dicari yang harga sedang, yang kecil. Kalau jenisnya di toko saya banyak cari tokoh Hanoman. Kalau sekarang penjualan dari Januari sudah lebih dari 100 pcs,” ujarnya.
Berbeda dengan Ardana, Arta Wirawan konon pernah memproduksi sendiri miniatur ogoh-ogoh. Dari segi pengeluaran tentu akan lebih murah namun sedikit repot. Tetapi lantaran permintaan semakin tinggi setiap tahunnya, ia pun kewalahan dan beralih untuk membeli produk jadi. “Kalau beli memang butuh modal agak lebih. Saya gak jual online. Pembeli langsung ke sini. Kalau nanti tidak laku saat Nyepi bisa diobral lebih murah. Saya jual ini sudah mungkin sejak 2014 lalu,” tandas Arta Wirawan.