25.4 C
Denpasar
Monday, March 27, 2023

Tawur Nawa Gempang Butha Slurik, Upacarai Roh Gentayangan Zaman Kerajaan

GIANYAR, BALI EXPRESS – Bertujuan untuk menyucikan Bhutacuil atau roh gentayangan, yang tewas dalam peperangan pada masa kerajaan I Dewa Anom selaku pemimpin di daerah Beng, yang kala itu wilayah ini bernama Alas Bengkel, Pasraman Taman Prakerthi Bhuana (TPB) Kelurahan Beng, Gianyar menggelar upacara Taur Nawa Gempang Butha Slurik, Senin (6/3).

Upacara yang dipimpin oleh sejumlah sulinggih itu dihadiri oleh Bupati Gianyar, Made Mahayastra, Kapolres Gianyar, AKBP I Made Bayu Sutha Sartana, Dandim 1616/Gianyar, Letkol Inf Eka Wira Dharmawan hingga Stafsus Presiden RI, AA GN Ari Dwipayana.

Disela-sela prosesi, Bendesa Desa Adat Beng, Dewa Putu Oka menjelaskan bahwa berdasarkan cerita dari sejumlah penglingsir Desa Adat Beng, dulu sekitar tahun 1450-an sudah ada penguasa di wilayah Beng, dulu bernama Alas Bengkel yang bernama I Dewa Anom. Dimana I Dewa Anom memiliki istri bernama Gusti Ayu Pahang.

Diceritakan bahwa awalnya penduduk yang tinggal jumlahnya sedikit, namun lama kelamaan menjadi ramai. Dan penduduknya hidup makmur dengan menanam tanaman pangan. “Ramainya penduduk ini kemudian menjadi perhatian Raja Buleleng, Gusti Panji Sakti. Sehingga karena penasaran, Panji Sakti kemudian mengutus inteligennya untuk mencari tahu tentang Alas Bengkel,” sebutnya.

Kemudian setelah diselidiki ternyata memang benar bahwa Alas Bengkel sudah ramai dengan penduduknya dan ada Kepala Desa yang bernama I Dewa Anom. “Mendenar laporan itu, Raja Buleleng pun tertarik untuk menguasai wilayah ini. Lalu dikirimlah pasukan untuk mengganggu dan menyerang Desa Alas Bengkel yang diawali dengan merusak kebun-kebun penduduk yang sedang tumbuh subur dengan pasukan gajahnya,” bebernya.

Baca Juga :  Mengeluh Sakit Maag di Bandara, WN Timor Leste Meninggal

Kekacauan yang terjadi kemudian dilaporkan penduduk kepada I Dewa Anom sebagai penguasa Desa Alas Bengkel. Sehingga I Dewa Anom sangat marah, lalu mempersiapkan kekuatan untuk melakukan perlawanan. Pada saat berpamitan dengan istrinya, I Dewa Anom diberikan sebilah senjata oleh istrinya. Dimana sebelumnya, senjata itu  ditemukan di dalam pohon dapdap yang hanyut pada saat beliau mandi di sungai Panti. Senjata tersebut bisa digunakan sebagai pertahanan saat berperang melawan musuh.

“Akhirnya berangkatlah pasukan I Dewa Anom menemui dan menjemput Pasukan Ki Gusti Jelantik menuju arah barat laut, disana tempat kebun warga dirusak.  Dan terjadilah pertempuaran antara pasukan I Dewa Anom melawan pasukan gajahnya Gusti Panji Sakti. Singkat cerita, pasukan Gusti Panji Sakti dapat dikalahkan oleh pasukan I Dewa Anom dengan senjatanya yang disebut pering gading. Sementara senjata Dewa Anom, karena selalu melukai pelipis korban, maka senjata itu disebut Ki Baru Alis,” paparnya.

Lebih lanjut, dalam proses terjadinya pertempuran tersebut, sudah tentu banyak korban jiwa yang tidak sempat diupacarai oleh penguasa saat itu. Sehingga roh-roh yang tidak diupacarai tersebut menjadi pengganggu (Bhutacuil) dan bergentayangan di wilayah sekitar tempat peperangan tersebut terjadi, yakni di wilayah Jero Kuta yang merupakan pusat pemerintahan Desa Alas Bengkel, yang saat ini adalah kawasan Subak Ambengan, Subak Lombok, Subak Dudus, dan Subak Kacang Bedol. “Maka kami sangat berterima kasih pada Ida Bagus Mangku Adi Suparta selaku pemilik TPB, karena telah menggelar upacara ini. Upacara ini sesuai dengan petunjuk sastra Lontar Yoga Segara Bumi, Lontar Gong Wesi, Lontar Lebur Sangse,” sambungnya.

Baca Juga :  Selama 7 Bulan, Limbah Masker Sekali Pakai di Denpasar Capai 47 Juta

Menurutnya upacara ini dengan tujuan menyucikan serta melebur sarwa letuh ring Buana Alit lan Buana Agung yang diakibatkan oleh adanya korban peperangan yang belum diupacarai dari jaman dulu. “Kemungkinan juga ada korban meninggal ulah pati, atau meninggal salah pati di bekas wilayah yang merupakan wilayah pusat pemerintahan I Dewa Anom,” tandasnya.

Sementara itu, Bupati Gianyar, Made Mahayastra mengucapkan terima kasih atas upacara yang digelar oleh Ida Bagus Mangku Adi Suparta, karena telah membantu pemerintah dalam menggelar upacara ini. Apalagi upacara itu sejatinya membutuhkan dana hampir Rp 1 Miliar. “Beliau rela dan ikhlas secara pribadi menggelar upacara yang membutuhkan dana hampir Rp 1 Miliar. Tentu pemerintah sangat terbantu oleh ketulusan beliau dalam menjaga kesucian wilayah. Jadi saya sebagai Bupati sangat salut dengan beliau,” tegasnya. (ras)


GIANYAR, BALI EXPRESS – Bertujuan untuk menyucikan Bhutacuil atau roh gentayangan, yang tewas dalam peperangan pada masa kerajaan I Dewa Anom selaku pemimpin di daerah Beng, yang kala itu wilayah ini bernama Alas Bengkel, Pasraman Taman Prakerthi Bhuana (TPB) Kelurahan Beng, Gianyar menggelar upacara Taur Nawa Gempang Butha Slurik, Senin (6/3).

Upacara yang dipimpin oleh sejumlah sulinggih itu dihadiri oleh Bupati Gianyar, Made Mahayastra, Kapolres Gianyar, AKBP I Made Bayu Sutha Sartana, Dandim 1616/Gianyar, Letkol Inf Eka Wira Dharmawan hingga Stafsus Presiden RI, AA GN Ari Dwipayana.

Disela-sela prosesi, Bendesa Desa Adat Beng, Dewa Putu Oka menjelaskan bahwa berdasarkan cerita dari sejumlah penglingsir Desa Adat Beng, dulu sekitar tahun 1450-an sudah ada penguasa di wilayah Beng, dulu bernama Alas Bengkel yang bernama I Dewa Anom. Dimana I Dewa Anom memiliki istri bernama Gusti Ayu Pahang.

Diceritakan bahwa awalnya penduduk yang tinggal jumlahnya sedikit, namun lama kelamaan menjadi ramai. Dan penduduknya hidup makmur dengan menanam tanaman pangan. “Ramainya penduduk ini kemudian menjadi perhatian Raja Buleleng, Gusti Panji Sakti. Sehingga karena penasaran, Panji Sakti kemudian mengutus inteligennya untuk mencari tahu tentang Alas Bengkel,” sebutnya.

Kemudian setelah diselidiki ternyata memang benar bahwa Alas Bengkel sudah ramai dengan penduduknya dan ada Kepala Desa yang bernama I Dewa Anom. “Mendenar laporan itu, Raja Buleleng pun tertarik untuk menguasai wilayah ini. Lalu dikirimlah pasukan untuk mengganggu dan menyerang Desa Alas Bengkel yang diawali dengan merusak kebun-kebun penduduk yang sedang tumbuh subur dengan pasukan gajahnya,” bebernya.

Baca Juga :  Pandemi Covid-19 Percepat Transformasi Digital

Kekacauan yang terjadi kemudian dilaporkan penduduk kepada I Dewa Anom sebagai penguasa Desa Alas Bengkel. Sehingga I Dewa Anom sangat marah, lalu mempersiapkan kekuatan untuk melakukan perlawanan. Pada saat berpamitan dengan istrinya, I Dewa Anom diberikan sebilah senjata oleh istrinya. Dimana sebelumnya, senjata itu  ditemukan di dalam pohon dapdap yang hanyut pada saat beliau mandi di sungai Panti. Senjata tersebut bisa digunakan sebagai pertahanan saat berperang melawan musuh.

“Akhirnya berangkatlah pasukan I Dewa Anom menemui dan menjemput Pasukan Ki Gusti Jelantik menuju arah barat laut, disana tempat kebun warga dirusak.  Dan terjadilah pertempuaran antara pasukan I Dewa Anom melawan pasukan gajahnya Gusti Panji Sakti. Singkat cerita, pasukan Gusti Panji Sakti dapat dikalahkan oleh pasukan I Dewa Anom dengan senjatanya yang disebut pering gading. Sementara senjata Dewa Anom, karena selalu melukai pelipis korban, maka senjata itu disebut Ki Baru Alis,” paparnya.

Lebih lanjut, dalam proses terjadinya pertempuran tersebut, sudah tentu banyak korban jiwa yang tidak sempat diupacarai oleh penguasa saat itu. Sehingga roh-roh yang tidak diupacarai tersebut menjadi pengganggu (Bhutacuil) dan bergentayangan di wilayah sekitar tempat peperangan tersebut terjadi, yakni di wilayah Jero Kuta yang merupakan pusat pemerintahan Desa Alas Bengkel, yang saat ini adalah kawasan Subak Ambengan, Subak Lombok, Subak Dudus, dan Subak Kacang Bedol. “Maka kami sangat berterima kasih pada Ida Bagus Mangku Adi Suparta selaku pemilik TPB, karena telah menggelar upacara ini. Upacara ini sesuai dengan petunjuk sastra Lontar Yoga Segara Bumi, Lontar Gong Wesi, Lontar Lebur Sangse,” sambungnya.

Baca Juga :  Jelang Nataru dan IMF-World Bank, Beri Pesan Tertib Angkutan Online

Menurutnya upacara ini dengan tujuan menyucikan serta melebur sarwa letuh ring Buana Alit lan Buana Agung yang diakibatkan oleh adanya korban peperangan yang belum diupacarai dari jaman dulu. “Kemungkinan juga ada korban meninggal ulah pati, atau meninggal salah pati di bekas wilayah yang merupakan wilayah pusat pemerintahan I Dewa Anom,” tandasnya.

Sementara itu, Bupati Gianyar, Made Mahayastra mengucapkan terima kasih atas upacara yang digelar oleh Ida Bagus Mangku Adi Suparta, karena telah membantu pemerintah dalam menggelar upacara ini. Apalagi upacara itu sejatinya membutuhkan dana hampir Rp 1 Miliar. “Beliau rela dan ikhlas secara pribadi menggelar upacara yang membutuhkan dana hampir Rp 1 Miliar. Tentu pemerintah sangat terbantu oleh ketulusan beliau dalam menjaga kesucian wilayah. Jadi saya sebagai Bupati sangat salut dengan beliau,” tegasnya. (ras)


Most Read

Artikel Terbaru