GIANYAR, BALI EXPESS – Belum terbuka lebarnya pasar untuk babi hitam Bali membuat masyarakat Bali belum banyak yang tertarik untuk menjadi peternak babi hitam Bali. Maka dari itu diperlukan peran pemerintah untuk dapat mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai keunggulan dari babi hitam Bali sekaligus untuk melestarikan hewan pribumi Bali.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Bali, Ketut Hari Suyasa, Jumat (6/5). Menurutnya jika mengacu pada program Gubernur Bali Wayan Koster yang ingin melestarikan hal-hal asli Bali, termasuk babi hitam Bali, pihaknya sangat mendukung hal tersebut. Hanya saja saat ini pasar untuk babi hitam Bali belum terbuka terlalu lebar. “Pasar yang ada belum menyerap, karena pasar Jakarta dan Surabaya tidak mau babi kulit hitam,” ungkapnya.
Hal itu lah yang membuat pihaknya selama ini khusus mengembangkan babi putih. Namun pihaknya ingin babi hitam Bali tetap menjadi barometer. Sebab untuk pasar Lampung, Medan dan NTT sangat terbuka untuk babi hitam Bali. “Sehingga sekarang pemerintah mampu tidak untuk menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah terkait agar mau membuka pasar,” sambungnya.
Ia menyebutkan jika di NTT babi hitam biasa digunakan untuk upacara-upacara adat seperti pernikahan dan lainnya. Hanya saja pasar di NTT cenderung musiman. “Jadi memang cukup sulit untuk kita masuk ke pasar itu,” lanjutnya.
Padahal pihaknya ingin pemerintah dapat mengembangkan babi hitam Bali ini diwilayah-wilayah yang airnya tidak begitu melimpah seperti Karangasem dan Nusa Penida yang tipikal wilayahnya cocok untuk babi hitam Bali hidup karena tidak membutuhkan banyak air. Disamping itu, babi hitam Bali memiliki keunggulan lain yakni lebih tahan terhadap serangan penyakit dan nilai susutnya saat diolah hanya sekitar 20 persen, sedangkan babi putih susutnya mencapai 40 persen.
“Nah disini lah peran pemerintah untuk lebih mempublish keunggulan babi hitam Bali ini sehingga banyak masyarakat yang lebih berminat beternak babi hitam Bali,” tandas Suyasa.