26.5 C
Denpasar
Sunday, April 2, 2023

Tourism Disease, ‘Fenomena Pariwisata’ yang Tengah Marak di Bali

DENPASAR, BALI EXPRESS – Penyakit pariwisata atau tourism disease disebut Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Agung Rai Suryawijaya untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang belakangan ini terjadi pada pariwisata Bali. Yang mana diakuinya, masalah atau kriminalitas di dunia pariwisata pasti ada di setiap negara. Sebut saja salah satunya yang teranyar, diberitakan wisatawan mancanegara (wisman) yang tinggal di kawasan Badung, ramai-ramai membuat petisi karena merasa terganggu dengan adanya suara kokokan ayam.

 

“Tourism disease ini, jadi penyakit daripada pariwisata begitu. Tidak mungkin kita zero problem, atau zero crime, itu dimana-mana ada. Saya hampir kunjungi banyak negara-negara besar, di Eropa, Amerika, Australia, Asia Pasific semuanya, tentu ada masalah juga, ada jambret, pengemis, kriminal itu pasti terjadi dan keluhan-keluhan itu pasti ada,” katanya di Denpasar, Selasa (7/3).

 

Diakuinya, adanya petisi soal keluhan kokokan ayam tersebut baru pertama kali terjadi di Bali. Meski begitu menurut dia, harus disikapi secara baik dan bijaksana. “Ya, ini baru pertama kali. Jadi itu kan, kalau ayam berkokok alami ya, kalau ayam menggonggong baru tidak. Jadi ini tidak perlu dikhawatirkan, ini ketika pariwisata Bali itu menggeliat, jadi tentu ada permasalahan-permasalahan yang kita hadapi,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai Ketua PHRI Badung ini.

Baca Juga :  Soal Kematian Gede Ari, Hasil Matuun, Korban Dihabisi Dua Pelaku

 

Lebih lanjut terkait kasus ayam berkokok, ia melihat, hampir di seluruh pedesaan atau pemukiman ada warga lokal memelihara binatang peliharaannya, baik itu ayam, burung, babi, sapi, dan merupakan hal yang normal. Untuk itu ia menilai, perlu ada sosialisasi dan penjelasan kepada wisman yang datang ke Bali. “Tidak mungkin kita memindahkan warga lokal. Tamu ini kalau ingin nyaman kita sarankan mereka pindah ke hotel yang lebih menyenangkan, lebih nyaman, jadi ke hotel, bukan tinggal di homestay atau guest house,” katanya.

 

Rai Suryawijaya mengakui, telah banyak peningkatan wisman-wisman yang menempati guest house atau homestay saat ini di Bali. Hal ini lantaran sejumlah wisman datang ke Bali dengan izin tinggal yang cukup lama, sehingga untuk menekan biaya, mereka memilih tinggal di guest house. “Nah mereka jangan sampai bayarnya guest house, inginnya service bintang lima, nggak bisa dong. Jadi it’s not fair ya bagi kita. Kita terbuka saja kalau memang wisawatan yang berduit, silakan tinggal di hotel. Jadi yang guest house, kalaupun dia tinggal di guest house ya mereka harus menerima, bisa beradaptasi dengan itu,” terangnya.

Baca Juga :  Tiga Kabupaten di Bali Belum Bentuk Pandu Nusa

 

Fenomena-fenomena yang marak terjadi di Bali inilah, mendorong pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Gabungan. Hal ini juga merujuk pada Perda Nomor 5 Tahun 2020 dan Pergub Nomor 28 Tahun 2020 yang dibuat untuk standarisasi kepariwisataan Bali dan tata kelola kepariwisataan Bali. Tujuannya, sebut dia, guna menuju pariwisata Bali berbasis budaya, berkualitas dan bermartabat serta bermanfaat untuk seluruh masyarakat.

 

“Kalau mengurus pariwisata tidak bisa partial, mari kita bersama, kolaborasi membentuk Satgas. Jadi misalnya sekarang ada fenomena yang banyak terjadi, beberapa tamu Rusia dan Ukraina membuat ulah yang kurang pas dengan budaya kita, ini kita harus tertibkan. Ini momentum yang bagus,” katanya.

 

Pihaknya menyebutkan beberapa alasan wisman asal Rusia dan Ukraina datang ke Bali. Pertama, wisman tersebut menghindari konflik karena perang masih berlanjut di Ukraina oleh Rusia. Kedua, menghindari wajib militer 18 tahun, sehingga wisman tersebut datang ke Bali untuk tempat nyaman. “Di Bali ini jangan sampai mengambil pekerjaan-pekerjaan warga lokal sesuai arahan Pak Menteri, ini perlu ditertibkan,” ucapnya.

 

Penertiban tersebut, ia menambahkan, tentunya oleh pihak berwenang. Sebab terkait kasus-kasus belakangan ini, sudah ada payung hukumnya, baik dari pihak Kepolisian maupun Keimigrasian.






Reporter: Rika Riyanti

DENPASAR, BALI EXPRESS – Penyakit pariwisata atau tourism disease disebut Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Agung Rai Suryawijaya untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang belakangan ini terjadi pada pariwisata Bali. Yang mana diakuinya, masalah atau kriminalitas di dunia pariwisata pasti ada di setiap negara. Sebut saja salah satunya yang teranyar, diberitakan wisatawan mancanegara (wisman) yang tinggal di kawasan Badung, ramai-ramai membuat petisi karena merasa terganggu dengan adanya suara kokokan ayam.

 

“Tourism disease ini, jadi penyakit daripada pariwisata begitu. Tidak mungkin kita zero problem, atau zero crime, itu dimana-mana ada. Saya hampir kunjungi banyak negara-negara besar, di Eropa, Amerika, Australia, Asia Pasific semuanya, tentu ada masalah juga, ada jambret, pengemis, kriminal itu pasti terjadi dan keluhan-keluhan itu pasti ada,” katanya di Denpasar, Selasa (7/3).

 

Diakuinya, adanya petisi soal keluhan kokokan ayam tersebut baru pertama kali terjadi di Bali. Meski begitu menurut dia, harus disikapi secara baik dan bijaksana. “Ya, ini baru pertama kali. Jadi itu kan, kalau ayam berkokok alami ya, kalau ayam menggonggong baru tidak. Jadi ini tidak perlu dikhawatirkan, ini ketika pariwisata Bali itu menggeliat, jadi tentu ada permasalahan-permasalahan yang kita hadapi,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai Ketua PHRI Badung ini.

Baca Juga :  Tiga Kabupaten di Bali Belum Bentuk Pandu Nusa

 

Lebih lanjut terkait kasus ayam berkokok, ia melihat, hampir di seluruh pedesaan atau pemukiman ada warga lokal memelihara binatang peliharaannya, baik itu ayam, burung, babi, sapi, dan merupakan hal yang normal. Untuk itu ia menilai, perlu ada sosialisasi dan penjelasan kepada wisman yang datang ke Bali. “Tidak mungkin kita memindahkan warga lokal. Tamu ini kalau ingin nyaman kita sarankan mereka pindah ke hotel yang lebih menyenangkan, lebih nyaman, jadi ke hotel, bukan tinggal di homestay atau guest house,” katanya.

 

Rai Suryawijaya mengakui, telah banyak peningkatan wisman-wisman yang menempati guest house atau homestay saat ini di Bali. Hal ini lantaran sejumlah wisman datang ke Bali dengan izin tinggal yang cukup lama, sehingga untuk menekan biaya, mereka memilih tinggal di guest house. “Nah mereka jangan sampai bayarnya guest house, inginnya service bintang lima, nggak bisa dong. Jadi it’s not fair ya bagi kita. Kita terbuka saja kalau memang wisawatan yang berduit, silakan tinggal di hotel. Jadi yang guest house, kalaupun dia tinggal di guest house ya mereka harus menerima, bisa beradaptasi dengan itu,” terangnya.

Baca Juga :  Pasca Galungan, Volume Sampah di Denpasar Naik 10 Persen

 

Fenomena-fenomena yang marak terjadi di Bali inilah, mendorong pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Gabungan. Hal ini juga merujuk pada Perda Nomor 5 Tahun 2020 dan Pergub Nomor 28 Tahun 2020 yang dibuat untuk standarisasi kepariwisataan Bali dan tata kelola kepariwisataan Bali. Tujuannya, sebut dia, guna menuju pariwisata Bali berbasis budaya, berkualitas dan bermartabat serta bermanfaat untuk seluruh masyarakat.

 

“Kalau mengurus pariwisata tidak bisa partial, mari kita bersama, kolaborasi membentuk Satgas. Jadi misalnya sekarang ada fenomena yang banyak terjadi, beberapa tamu Rusia dan Ukraina membuat ulah yang kurang pas dengan budaya kita, ini kita harus tertibkan. Ini momentum yang bagus,” katanya.

 

Pihaknya menyebutkan beberapa alasan wisman asal Rusia dan Ukraina datang ke Bali. Pertama, wisman tersebut menghindari konflik karena perang masih berlanjut di Ukraina oleh Rusia. Kedua, menghindari wajib militer 18 tahun, sehingga wisman tersebut datang ke Bali untuk tempat nyaman. “Di Bali ini jangan sampai mengambil pekerjaan-pekerjaan warga lokal sesuai arahan Pak Menteri, ini perlu ditertibkan,” ucapnya.

 

Penertiban tersebut, ia menambahkan, tentunya oleh pihak berwenang. Sebab terkait kasus-kasus belakangan ini, sudah ada payung hukumnya, baik dari pihak Kepolisian maupun Keimigrasian.






Reporter: Rika Riyanti

Most Read

Artikel Terbaru