SINGARAJA, BALI EXPRESS-Tradisi Mamunjung kembali dilaksanakan krama Desa Adat Buleleng, bertepatan Hari Raya Pagerwesi, Rabu (8/7) pagi. Puluhan krama sejak pagi sudah ramai mempersembahkan sesajen di pusara kerabatnya yang belum dibuatkan upacara pangabenan.
Pantauan Bali Express (Jawa Pos Group) sekira pukul 07.30 Wita, sejumlah masyarakat sudah berdatangan membawa banten punjung untuk dihaturkan kepada kerabat yang telah dikubur di setra Desa Adat Buleleng. Banten tersebut diletakkan di pusara. Setelah disembahyangi, dilanjutkan dengan acara makan bersama keluarga yang datang ke Setra.
Para pemedek yang hendak ngaturang punjung diminta untuk mencuci tangan terlebih dahulu di areal setra yang telah disediakan. Krama juga diwajibkan menggunakan masker, saat memasuki areal setra serta jaga jarak. Langkah ini dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Seperti yang dilakukan Komang Sumantri, 49. Warga lingkungan Banjar Adat Petak, Kecamatan Buleleng ini, sudah berada di setra sejak pukul 06.30 Wita. Ia membawa punjung dan penek untuk almarhum iparnya yang telah meninggal Mei lalu. “Kalau belum Ngaben, wajib bawa punjung ke setra saat Pagerwesi. Nah kebetulan ipar saya dikubur, belum diaben” ujar Sumantri.
Lanjutnya, banten yang dibawa seperti banten jenis punjung, yakni punjung teben dan punjung luanan, dan sesajen ajengan. “Kalau sudah diaben, tidak perlu lagi mamunjung di setra. Cukup di rumah saja,” jelasnya.
Sementara itu, Kelian Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna, menjelaskan, tradisi mamunjung saat Hari raya Pagerwesi memang sudah dilaksanakan secara turun temurun. Namun, kian hari jumlah warga yang ngaturang punjung juga semakin berkurang. Sebab, sudah banyak jasad yang dikubur telah diaben.
Sebelum mamunjung ke setra, krama terlebih dahulu datang ke merajan dadia untuk bersembahyang bersama keluaga besar. Setelah bersembahyang di merajan, barulah berangkat ke setra untuk menghaturkan banten punjung jika masih ada keluarga yang belum diaben.
“Memang tradisi mamunjung kian hari semakin sedikit, karena yang meninggal tersebut sudah diaben. Hanya ada beberapa saja. Karena kan sudah ada Ngaben massal. Selain itu, masyarakat semakin sadar, saat sanak keluargannya meninggal, jasadnya langsung dibakar, ataupun makingsan di geni,” pungkasnya.