TABANAN, BALI EXPRESS- Tradisi Ketog Semprong Syawalan Akbar 1443H yang diselenggarakan di Lapangan Kebun Raya Eka Karya, Senin (9/5) menjadi salah satu kearifan lokal masyarakat Muslim di Candi Kuning, yang sudah dilakukan sejak puluhan tahun silam, namun baru sejak 10 tahun lalu diselenggarakan dengan konsep festival. Seperti apa tradisi ini?
Aril Askaseta, Kepala Kewilayahan Candi Kuning, menyebutkan Festival Ketog Semprong tahun 2022 ini merupakan festival keenam yang diaelenggarakan setelah tradisi Ketog Semprong diselenggarakan dengan konsep festival. “Ini festival keenam, sebenarnya Ketog Semprong sendiri sudah ada sejak puluhan tahun lalu, namun penyelenggaraannya tidak terpusat dengan konsep festival seperti ini,” jelasnya.
Dilanjutkan Aril, Ketog Semprong sendiri adalah bentuk kearifan lokal milik Kampung Islam Candi Kuning, tradisi ini biasanya dilakukan untuk memperingati Hari Lebaran Ketupat (Kupatan), atau Tujuh Hari setelah Hari Raya Idul Fitri. Momen Ketog Semprong sendiri dilanjutkan Aril, dijadikan momentum untuk berkumpul sesama umat muslim, setelah sebelumnya para umat muslim di Candi Kuning yang merupakan perantauan mudik ke kampung halamannya masing-masing pada momen hari Raya Idhul Fitri.
Pada momen ini, biasanya digunakan sebagai momen untuk bersilaturahmi dengan sesama Umat Muslim di Candi Kuning. “Dulu sebelum dirancang sebagai festival, acara silaturahmi ini diselenggarakan di masjid-masjid di Desa Candi Kuning, biasanya mereka berkumpul dan menikmati Megibung Sagi dan melakukan Doa Selamat,” lanjutnya.
Meskipun sudah dikonsep sebagai acara festival, namun tradisi dari Ketog Semprong ini masih tetap dilakukan. Menurut Aril ada beberapa agenda wajib hang dilakukan pada festival ini, mulai dari Megibung Sagi, Pentas Seni dan Doa Selamat.
Megibung Sagi adalah, aktivitas makan bersama dengan menu nasi, daging, ayam, ikan, sayur mayur dan rempah-rempah. “Megibung Sagi itu wajib, yang dinikmati pada megibung sagi adalah nasi, daging, ayam, ikan dan sayuran serta rempah-rempah yang dimasak sedemikian rupa, semua bahan tersebut harus ada, dagingnya terserah daging apa, bisa daging sapi atau kambing, ikan juga demikian, pokoknya dimasak dengan rempah-rempah serta nanti dinikmati bersama-sama,” lanjutnya.
Setelah makan, acara dilanjutkan dengan Pentas Seni, ada tiga kesenian yang dipentaskan, yakni Qasidahan, Rudat dan Hadrah. Ketiga kesenian ini diakui Aril merupakan kearifan lokal masyarakat Muslim Candi Kuning.
Untuk tahun ini, karena masih ada pembatasan sosial, maka Aril mengaku pihaknya tidak mengundang banyak orang. “Namun demikian, yang hadir diaini hampir dari Seluruh Kabupaten/Kota di Bali, seperti dari Kampung Muslim di Singaraja, Karangasem, Petang, Denpasar, Gianyar , Klungkung dn Tabanan,” ungkapnya.
Selain melibatkan umat muslim, acara ini dilanjutkan Aril juga melibatkan umat Hindu yang ada di sekitar Desa Candi Kuning. “Umat hindu juga terlibat dalam festival ini, karena ini merupakan merupakan acara silaturahmi, maka kami jug melibatkan umat Hindu dan Candi Kuning, biasanya dari Banjar Hindu menampilkan kesenian untuk acara hiburan, dan tradisi ini juga sudah berlangsung sejak dulu,” ungkapnya.