DENPASAR, BALI EXPRESS – Sanksi Kasepekang (Dikucilkan) menimpa dua kepala keluarga krama Banjar Glogor Carik, Desa Pemogan, Denpasar Selatan. Terjadinya Hukum Adat ini diduga dipicu kedua anggota masing-masing KK tersebut menggugat secara perdata Kelian Dinas Banjar Glogor Carik I Ketut Budiarta yang tak bisa bayar kredit di KSU Artha Guna Werdhi.
Gugatan dilakukan di Pengadilan Negeri Denpasar oleh I Wayan Putra Jaya, 36, selaku Ketua Pengurus Sekaligus Manajer KSU Artha Guna Werdhi dan I Nyoman Wiryanta, 60, sebagai Anggota Pengawas KSU Artha Guna Werdhi. Atas gugatan itu keduanya dituduh melawan banjar dan dikenai hukuman berikut semua keluarga mereka. Merasa alasan di balik sanksi itu dinilai tidak tepat dan terkesan sebagai sentimen pribadi, maka kedua warga ini melapor ke Polda Bali pada Kamis (16/3).
Mereka mendatangi SPKT Polda Bali didampingi oleh Kuasa Hukum I Gusti Putu Putra Yudi Sanjaya. Ada tiga orang yang dilaporkan melalui laporan polisi Nomor LP/B/142/111/20237SPKT/POLDA BALI, yakni Kelian Dinas Banjar Gelogor Carik I Ketut Budiarta yang juga selaku debitur bermasalah di KSU Artha Guna Werdhi, Kelian Adat Banjar Gelogor Carik I Made Suara ikut mengeluarkan sanksi adat, serta Bendesa Adat Pemogan AA Ketut Arya Ardana yang ikut mengesahkan berita cara kesepekang.
Usai melapor, Kuasa Hukum Yudi menjelaskan kepada awak media kalau laporan itu tentang pencemaran nama baik di depan umum. “Pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 dan 311 KUHP. Kedua klien saya disepekang. Karena dituduh melawan banjar dan sebagainya. Tapi dasar tuduhan itu tidak jelas dan apa yang disampaikan tidaklah benar,” tandasnya.
Yudi pun membeberkan permasalahan yang kliennya alami, bahwa awalnya terlapor Budiarta selaku Kelian Dinas mengajukan pinjaman Rp 10,5 miliar di KSU Artha Guna Werdhi dengan jaminan empat sertifikat tanah. Kemudian kredit kelian tersebut macet alias tak bisa membayar, sehingga Putra Jaya dan Wiryanta yang merupakan pengurus serta anggota pengawas koperasi tersebut membuat gugatan perdata di Pengadilan Negeri Denpasar.
Putusan PN memenangkan koperasi dan Kelian sempat ajukan banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar, tapi putusannya tetap memenangkan pihak Koperasi. Karena sudah inkrah maka dilakukan eksekusi terhadap jaminan pinjaman itu. Namun keduanya tiba-tiba dipecat dari koperasi pada 23 Maret 2022. Pemecatan bahkan dilakukan oleh Ketut Budiarta yang selain sebagai Kelian Dinas, juga menjabat Penasehat di KSU Artha Guna Werdhi.
“Saat mau dilaksanakan eksekusi tersebut, kedua pelapor ini keburu dipecat secara sepihak, terlapor (Budiarta) memutuskan tanpa klien kami tahu tanpa ada berita acara pemecatan, posisinya dia di sana itu penasehat, tapi yang berhak untuk memecat itu berdasarkan rapat anggota harusnya, makannya pemecatan ini juga sudah digugat ke Pengadilan Negeri,” tambahnya. Ujung dari masalah itu, kedua pelapor disepekang pada 11 November 2022 dan diumumkan pada 1 Maret 2023.
Keputusan sanksi sepekang ini disebut tanpa adanya musyawarah terlebih dahulu. Padahal seharusnya lebih dulu ada peringatan. Tiba-tiba saja dissebut dijatuhi sanksi dalam rapat rutin Banjar dengan alasan melawan banjar karena tidak setuju membatalkan eksekusi atau mengembalikan jaminan debitur. Padahal menurut Yudi, ranah permasalahan ini berbeda. “Koperasi yang sudah berbadan hukum punya lembaga tersendiri dan banjar punya aturannya sendiri, tidak bisa sentimen tersebut dicampur aduk di sana,” kata dia.
Sementara itu Nyoman Wiryanta, mengaku pihaknya merasa sangat dirugikan karena kesepekang ini. Sebab sebenarnya gugatan yang mereka buat diakui berlatarbelakang murni dari kasus wanprestasi KSU Artha Guna Werdhi soal kredit macet. Pihaknya sebagai pengurus dan anggota pengawas ingin menyelamatkan kredit dengan melakukan tuntutan dan berujung putusan inkrah di PT Denpasar. Setelah memiliki kekuatan hukum tetap, Koperasi melakukan eksekusi lelang. Eksekusi lelang pertama sudah dilakukan, namun tidak ada penawaran atau pembeli.
Lanjut dilakukan lelang kedua. Saat itulah oknum Kelian Dinas disebut bekerjasama dengan Kelian Adat, termasuk Prajuru Banjar, untuk melakukan perlawanan terhadap eksekusi lelang tersebut. Semenjak itu ia dan Putra Jaya dipecat dari KSU Artha Guna Werdhi tanpa ada berita acara dan tanpa ada alasan yang jelas. Sehingga pihaknya tidak bisa mengikuti perkembangan kasus itu. “Karena merasa kami dirugikan dan keluarga kami terintimidasi, maka lanjutlah keinginan kami mencari keadilan dengan melaporkan mereka itu, bahwa kami tidak menerima ada pemecatan atau pencopotan yang tidak jelas,” ucapnya.
Setelah menggugat pemecatan tersebut, akan diadakan mediasi di PN Denpasar. Kebetulan juga diadakan rapat rutin Banjar dan Kelian Dinas Banjar Gelogor Carik tiba-tiba mengarahkan ke topik sepekang ini dan diputuskan menjatuhkan sanksi pada 23 Maret 2022. Pengumuman terkait masalah kesepekang karena tuduhan melawan banjar ini yang membuat Wiryanta merasa namanya dicemarkan.
Selain dia dan Putra Jaya, anggota keluarga dalam KK mereka turut disepekang. Ayah Putra Jaya yang merupakan seorang Jro Mangku tak luput dari sanksi itu. Siapapun warga yang berani berbicara kepada mereka akan dikenai sanksi juga. Sebetulnya, ada periode waktu untuk musyawarah sampai sanksi ini diumumkan lagi 1 Maret 2023. Sayangnya musyawarah tidak berhasil. “Kami mengadu ke Bendesa Adat tidak dilakukan musyawarah, mengadu ke Majelis Adat Alit Kecamatan Densel dilakukan musyawarah, tapi tak membuahkan hasil, lalu kami maju ke Majelis Adat Madya, sampai saat ini belum juga dapat untuk musyawarah,” tutupnya.
Kabidhumas Polda Bali Kombespol Stefanus Satake Bayu Setianto membenarkan Polda Bali telah menerima laporan itu. “Ya sudah diterima, laporan terkait pencemaran nama baik,” jawabnya.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Bendesa Adat Pemogan AA Arya Ardana menyampaikan terkait kesepekang itu, karena kedua pelapor melakukan kesalahan menjalankan operasional Koperasi KSU Artha Guna Werdhi, ada penyimpangan pemberian kredit dan sudah dilakukan audit. “Mereka sudah diperingatkan untuk tanggung jawab operasional kegiatan dan diminta untuk meminta maaf ke banjar, diberi waktu 3 bulan, tapi akhirnya disepekang,” jelasnya.
Ia juga tak menampik Kelian Dinas Banjar Gelogor Carik minjam uang ke KSU Artha Guna Werdhi. Tapi jumlahnya disebut hanya Rp 300 juta dan kemudian akibat perhitungan tidak jelas jadi Rp 10 miliar. Arya siap dipanggil oleh Polda Bali atas laporan ini.