SINGARAJA, BALI EXPRESS-Setelah hampir sebulan masuk zona merah resiko penyebaran Covid-19, kini Kabupaten Buleleng telah masuk zona oranye. Penurunan status dari zona merah ke oranye ini dirilis langsung oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait peta risiko COVID-19 daerah-daerah Indonesia pada Selasa (20/4).
Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Buleleng Gede Suyasa tak henti mengucapkan syukur atas penurunan status tersebut. Dikatakan Suyasa penurunan ini berkat kerja keras tim satgas yang terus intens melakukan evaluasi dan kordinasi dengan seluruh direktur rumah sakit swasta dan milik pemerintah di Buleleng
“Dalam hal ini dari zona merah kemarinnya ke zona oranye. Sedapat mungkin kedepannya bisa ke zona yang lebih baik,” ujar Suyasa saat dikonfirmasi pada Selasa (20/4) siang.
Dengan penurunan status dari merah ke oranye, saat ini tingkat keterisian tempat tidur RS di Buleleng sudah mencapai 39,7 persen. Sebelumnya, tingkat keterisian tergoling tinggi, sehingga Buleleng masuk sebagai daerah zona merah penyebaran COVID-19.
Sedangakan untuk perawatan bagi pasien yang berstatus Orang Tanpa Gejala (OTG) difokuskan di akomodasi wisata, seperti villa dan hotel di wilayah Seririt. Saat ini, hotel yang telah ditunjuka sebagai tempat isolasi sudah terisi 19 pasien.
Dengan adanya isolasi mandiri di hotel dan vila di desa, RS diingatkan untuk tidak menerima pasien dengan status OTG. “Kecuali pasien tersebut mendapat rekomendasi dari Satgas untuk melakukan isolasi di RS. Jika OTG diterima di RS, konsekuensinya adalah tingkat keterisian tempat tidur akan tinggi,” imbuhnya
Dampaknya, sebut Suyasa juga tentu akan mengganggu fokus tenaga kesehatan (nakes) karena merawat pasien OTG yang semestinya tidak perlu dirawat secara medik sehingga yang mempunyai gejala sedang dan berat tidak tertangani sepenuhnya.
“Sehingga sekarang dimana beban nakes fokus kepada yang bergejala sedang dan berat. Secara maksimal bisa dilakukan perawatan. Semoga dengan begitu jumlah kematian tidak tinggi,” ungkapnya.
Penanganan pasien dengan penyakit penyerta atau komorbid termasuk dalam evaluasi. Sampai saat ini, di semua RS, penanganan COVID-19 dan komorbid pada pasien berjalan seimbang. Semua berjalan dengan baik. Bahkan, ada ICCU dengan udara bertekanan negatif. Jadi, pasien COVID-19 yang memerlukan cuci darah tetap berjalan namun petugasnya memakai Alat Pelindung Diri (APD) level tiga.
Kemudian untuk komorbid lain juga berjalan didampingi oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) yang bersangkutan. “Sehingga tidak ada pasien yang tidak diberikan pelayanan komorbidnya hanya karena COVID-19. Keduanya tetap berjalan seimbang,” tukas Suyasa.