GIANYAR, BALI EXPRESS – Di Bali, selain sebagai sarana pelengkap upacara, Tajen atau Tabuh Rah juga dinilai sebagai tempat terjadinya perputaran ekonomi daerah. Sehingga orang yang datang ke tajen tidak bisa disamakan dengan kriminal.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Fraksi Indonesia Raya DPRD Gianyar, Ngakan Ketut Putra. Sehingga dirinya pun akan memperjuangkan kebebasan tajen di Bali pada umumnya dan Gianyar pada khususnya.
“Jadi jangan samakan tajen dengan togel atau judi online. Kalau togel atau judi online, saya sangat mendukung itu diberangus. Karena peredaran ekonominya keluar,” ujarnya Kamis (22/9).
Lebih lanjut, politisi Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Gianyar itu menerangkan jika menurut kaca matanya, tajen harus dilegalkan di Bali. karena selama ini menjadi tempat perputaran ekonomi di daerah. Dimana dalam satu arena tajen, ada banyak yang hidup di dalamnya. Mulai dari penggalian dana adat untuk pembangunan infrastruktur adat, kemudian perputaran ekonomi pedagang kuliner tradisional yang menjual dagangannya untuk pengunjung tajen. Seperti dagang nasi lawar, babi guling dan sebagainya.
Bahkan, masyarakat kelas menengah ke bawah yang tak memiliki skil di bidang industri juga bisa hidup dari tajen. Ada yang berjualan ayam aduan, menjadi tukang asah taji, tukang pasang taji, bahkan sekedar menyewakan kain (kamen) kepada pengunjung tajen yang tidak membawa kamen. Ada juga masyarakat yang bisa mengais rejeki sebagai tukang ojek. Karena tidak sedikit yang kawasan diadakannya tajen memiliki keterbatasan tempat parkir sehingga pengunjung tajen yang datang menggunakan mobil, biasanya parkir jauh dari arena. “Nah dari sanahlah mereka bisa mencari rezeki, yang tidak punya skil di bidang industri juga bisa hidup. Perputaran ekonomi lokal sangat besar di sini,” tegas Ngakan Putra.
Disamping itu, dirinya menilai pandangan yang menyebut tajen dapat memiskinkan masyarakat dan melahirkan kriminal, adalah pandangan yang keliru. “Tajen itu sudah ada dari dulu. Dulu tajen ada namanya terang (tajen berizin dari pemerintah), sepertinya masyarakat Bali masih ingat bagaimana dulu Ada Tajen Pemedilan, Tajen Pengerebongan, Dalem Purwa, Musen, dan lain-lain. Dan tidak ada yang miskin karena tajen,” sebutnya.
Bahkan menurutnya, kegiatan ini bisa menjadi objek wisata. Sebab ia kerap melihat turis mancanegara banyak yang tertarik untuk menyaksikan tajen. “Tajen bukan hanya hiburan orang lokal saja, tapi turis pun banyak saya lihat datang, menonton tajen,” ungkapnya.
Atas kondisi tersebut, maka pihaknya akan menyuarakan pembebasan tajen dalam sidang Pandangan Umum Fraksi DPRD Gianyar. Dimana pihaknya berharap, Gubernur Bali, Wayan Koster dan Bupati Gianyar, Made Mahayastra dapat mempertimbangkan hal ini. “Mudah-mudahan ini dijadikan perhatian oleh Pak Gubernur bersama Forkompimda Bali. Saya juga yakin Pak Gubernur juga memahami kondisi ini. Baik Gubernur maupun Bupati Gianyar,” tukasnya.
Namun ia menegaskan jika apa yang ia sampaikan itu bukan sekedar untuk mencari panggung politik. Karena hal itu murni dari apa yang ia lihat di lapangan. Dan apabila nanti tajen bisa dilegalkan, ia tetap akan memberikan catatan kepada pemerintah untuk dibuatkan aturannya. Diantaranya anak-anak tetap dilarang masuk ke arena tajen, dan selama metajen wajib memakai pakaian adat madya. “Sekali lagi ini bukan ajang untuk mencari panggung politik. Tapi riil apa yang saya temui dan lihat di lapangan,” pungkasnya.