26.5 C
Denpasar
Tuesday, June 6, 2023

Jro Dolah Ungkap Benny Sempat Teriak ‘Bunuh’ Sebelum Serang De Budi

DENPASAR, BALI EXPRESS – Ketut Widiada alias Jro Dolah, 37, mengisahkan langsung tragedi penebasan oleh Debt Collector hingga menyebabkan tewasnya sang adik Gede Budiarsana alias De Budi, 34. Dalam penjelasannya, pria sekaligus korban yang selamat dari maut ini dikawal oleh gabungan 17 Advokat yang salah satunya mantan Ketua Komisi III Gede Pasek Suardika, guna menuntut hukuman yang tepat.  

Menariknya, para advokat ini menyebut bahwa otak sebenarnya dari pembunuhan itu adalah pemimpin PT Beta Mandiri Multi Solution, Benny Bakarbessy, 40. Hal itu disampaikan dalam jumpa pers di Warung Serayu, Padangsambian, Denpasar, Senin (26/7). Penjelasan diawali, Jro Dolah dengan kepala diperban dari luka yang diderita akibat pengeroyokan, menceritakan tragedi yang bermula saat rumahnya didatangi empat debt colector dari PT Beta Mandiri Multi Solution (BMMS) di wilayah Kuta, pada Jumat (23/7) pukul 14.00.

Mereka menanyakan pada Jro Dolah satu unit motor Yamaha Lexi yang pembayarannya disebut bermasalah sehingga akan ditarik. Namun hal itu ditolak, lantaran motor tersebut bukan miliknya. “Saya bilang jangan pak, saya kan masih minjem. Motor itu bukan milik saya tapi teman namanya Doni. Lalu saya tanya ada surat tugasnya atau fidusianya ndak,” bebernya.

Lantaran ditanya soal surat fidusia, para debt colector itu menelepon orang lain yang bertugas di Kantor BMMS yakni Fendi dan Jo. Jawaban yang diberikan kepada anggota debt colector oleh kedua orang di kantor itu pun mengejutkan, “jangan isi ngomong, kamu mau uang tidak? tarik saja”. Kekeh pada pendiriannya, kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan masalah di kantor BMMS, Jalan Gunung Patuha VII No 9 C, Monang-Maning, Denpasar Barat.

Dia pun menyempatkan menjemput adiknya Budiarsana di kos yang berbeda di wilayah Kuta. Jro Dolah membonceng satu debt kolektor sedangkan De Budi membawa motor sendiri. Pria asli Kubutambahan, Buleleng yang tak menyangka akan ada permasalahan hingga seperti sekarang tanpa ragu tiba di kantor BMMS namun sudah ditunggu oleh beberapa orang. 

Baca Juga :  Sah Paket Bangsa dan Tepat Bersaing Pilkada Jembrana

“Saya tidak menyangka ada permasalahan ini, di kantor itu saya duduk bertiga, si Joe, saya sendiri dan adik saya De Budi. Saya tanya solusinya? agar dapat diselesaikan baik-baik, tapi mereka tetap ingin tarik motor,” lanjutnya. Debat kusir tak terhindarkan saat De Budi yang mengerti aturan sebab sempat jadi debt colector bertanya apa ada surat putusan pengadilan dan surat fidusia. Tetapi kelompok debt kolektor ini berdalih tidak memahami itu. 

Situasi jadi panas saat Jro Dolah mau merekam memakai HP, namun dirampas oleh Jo dengan membentak. Semuanya bangun saat itu, namun tanpa diduga, Benny mengeluarkan parang sambil menyerukan perintah ‘Bunuh’. De Budi kemudian memukul Jo, sedangkan Benny mengayunkan parang ke arah Jro Dolah. “Saya coba menghindar dan ambil parang-nya, lalu saya dengar ada kaca pecah. Dari belakang saya dihajar, adik saya juga dihajar. Sampai saya jatuh, saya lalu dipukul pakai kursi plastik. Kami berdua lari keluar, saat lari itu saya terkena pukulan pakai helm,” tuturnya.

Mereka pun mencoba kabur, sambil  De Budi yang kali ini saling berebut Parang dengan Benny. Tetapi di saat yang bersamaan datang debt kolektor lain salah satunya Wayan Sadia, yang kepala belakangnya malah terluka akibat kena lontaran parang yang diperebutkan. Acara lari mereka pun dilanjutkan ke Jalan Gunung Rinjani. “Di jalan saya minta bantuan seseorang untuk antar saya kabur naik motor (ojek). Adik saya naik ke Pick Up, dikejar sama Fendi dan Wayan Sadia. Saat itu lah dia ditebas,”  lanjutnya sambil menahan tangis. 

Usai peristiwa itu, Jro Dolah mencari temannya dan ketika berbalik lagi ke lokasi, adiknya sudah tergeletak bersimbah darah di tengah jalan dan meninggal dunia. “Saya dan adik adalah tulang punggung keluarga. Saya lima anak, dan adik saya tiga anak Kenapa kejam sekali. Saat itu saya tidak bawa senjata, saya ini mengerti hukum, dan mengerti penagihan. Tidak sepantasnya mereka seperti itu, semua bawa senjata, semua bawa parang. untung saya selamat, kalau saya mati pasti saya dibilang menyerbu ke sana,” katanya.

Baca Juga :  Soal CPNS, Adi Wiryatama: Jangan Percaya Rayuan Calo

Sementara itu, Penasehat hukum korban, Putu Pastika Adnyana, SH., senada membantah adanya tindakan penyerangan ke lokasi Kantor PT BMMS, melainkan tujuan korban mencari solusi atas masalah kredit motor dimaksud. Poin penting yang pihaknya sampaikan adalah meminta kepada aparat penegak hukum agar tegak lurus dengan fakta peristiwa sebab otak pelaku bukanlah Wayan S saja, tetapi tersangka Beni Bakarbessy yang memberikan perintah membunuh dan yang membawa parang bukanlah satu orang. 

“Memang fakta Kasus ini bukan kasus SARA, tetapi juga fakta kalau otak pelakunya adalah tersangka Beni Bakarbessy. Jadi ini tidak ada kaitan dengan urusan SARA, tetapi urusan penyelesaian kasus Fidusia yang menggunakan cara-cara premanisme. Sedangkan, Perusahaan yang bekerjasama dengan PT BMMS ini akan kami gugat segera,” tandasnya. Selain itu, pihaknya Mendukung pernyataan Kapolresta Denpasar yang juga akan memproses hukum perusahaan Finance yang mengorder debt collector tersebut. 

Sebab, apabila perusahaan pengorder diproses hukum kasus-kasus serupa di masa yang akan datang bisa diminimalisir. Pihaknya juga sedang mempertimbangkan melakukan upaya upaya hukum dan kemanusiaan agar masa depan anak-anak De Budi yang ditinggal bisa tetap terjamin masa depannya. Lalu meminta agar perusahaan yang mempekerjakan preman dibekukan di Bali. Sebab, menjadi sangat aneh perusahaan berbisnis di Bali yang peralatan kantornya malah senjata tajam seperti parang dan lainnya.

Pastika menyinggung, perusahaan leasing yang menghina mekanisme hukum harus juga ditangkap jika terjadi bentrokan. Sebab, dialah oknum dalang dari peristiwa kekerasan di jalanan atas dasar perjanjian fidusia. “Ketika hukum jalanan dijadikan dasar bergerak maka kekerasan jalanan makin merajalela dan itu akan membuat citra kepolisian semakin terlihat lemah,” pungkasnya. (ges)


DENPASAR, BALI EXPRESS – Ketut Widiada alias Jro Dolah, 37, mengisahkan langsung tragedi penebasan oleh Debt Collector hingga menyebabkan tewasnya sang adik Gede Budiarsana alias De Budi, 34. Dalam penjelasannya, pria sekaligus korban yang selamat dari maut ini dikawal oleh gabungan 17 Advokat yang salah satunya mantan Ketua Komisi III Gede Pasek Suardika, guna menuntut hukuman yang tepat.  

Menariknya, para advokat ini menyebut bahwa otak sebenarnya dari pembunuhan itu adalah pemimpin PT Beta Mandiri Multi Solution, Benny Bakarbessy, 40. Hal itu disampaikan dalam jumpa pers di Warung Serayu, Padangsambian, Denpasar, Senin (26/7). Penjelasan diawali, Jro Dolah dengan kepala diperban dari luka yang diderita akibat pengeroyokan, menceritakan tragedi yang bermula saat rumahnya didatangi empat debt colector dari PT Beta Mandiri Multi Solution (BMMS) di wilayah Kuta, pada Jumat (23/7) pukul 14.00.

Mereka menanyakan pada Jro Dolah satu unit motor Yamaha Lexi yang pembayarannya disebut bermasalah sehingga akan ditarik. Namun hal itu ditolak, lantaran motor tersebut bukan miliknya. “Saya bilang jangan pak, saya kan masih minjem. Motor itu bukan milik saya tapi teman namanya Doni. Lalu saya tanya ada surat tugasnya atau fidusianya ndak,” bebernya.

Lantaran ditanya soal surat fidusia, para debt colector itu menelepon orang lain yang bertugas di Kantor BMMS yakni Fendi dan Jo. Jawaban yang diberikan kepada anggota debt colector oleh kedua orang di kantor itu pun mengejutkan, “jangan isi ngomong, kamu mau uang tidak? tarik saja”. Kekeh pada pendiriannya, kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan masalah di kantor BMMS, Jalan Gunung Patuha VII No 9 C, Monang-Maning, Denpasar Barat.

Dia pun menyempatkan menjemput adiknya Budiarsana di kos yang berbeda di wilayah Kuta. Jro Dolah membonceng satu debt kolektor sedangkan De Budi membawa motor sendiri. Pria asli Kubutambahan, Buleleng yang tak menyangka akan ada permasalahan hingga seperti sekarang tanpa ragu tiba di kantor BMMS namun sudah ditunggu oleh beberapa orang. 

Baca Juga :  Buleleng Dijejali Puluhan Tower Bodong, Potensi PAD Hilang 

“Saya tidak menyangka ada permasalahan ini, di kantor itu saya duduk bertiga, si Joe, saya sendiri dan adik saya De Budi. Saya tanya solusinya? agar dapat diselesaikan baik-baik, tapi mereka tetap ingin tarik motor,” lanjutnya. Debat kusir tak terhindarkan saat De Budi yang mengerti aturan sebab sempat jadi debt colector bertanya apa ada surat putusan pengadilan dan surat fidusia. Tetapi kelompok debt kolektor ini berdalih tidak memahami itu. 

Situasi jadi panas saat Jro Dolah mau merekam memakai HP, namun dirampas oleh Jo dengan membentak. Semuanya bangun saat itu, namun tanpa diduga, Benny mengeluarkan parang sambil menyerukan perintah ‘Bunuh’. De Budi kemudian memukul Jo, sedangkan Benny mengayunkan parang ke arah Jro Dolah. “Saya coba menghindar dan ambil parang-nya, lalu saya dengar ada kaca pecah. Dari belakang saya dihajar, adik saya juga dihajar. Sampai saya jatuh, saya lalu dipukul pakai kursi plastik. Kami berdua lari keluar, saat lari itu saya terkena pukulan pakai helm,” tuturnya.

Mereka pun mencoba kabur, sambil  De Budi yang kali ini saling berebut Parang dengan Benny. Tetapi di saat yang bersamaan datang debt kolektor lain salah satunya Wayan Sadia, yang kepala belakangnya malah terluka akibat kena lontaran parang yang diperebutkan. Acara lari mereka pun dilanjutkan ke Jalan Gunung Rinjani. “Di jalan saya minta bantuan seseorang untuk antar saya kabur naik motor (ojek). Adik saya naik ke Pick Up, dikejar sama Fendi dan Wayan Sadia. Saat itu lah dia ditebas,”  lanjutnya sambil menahan tangis. 

Usai peristiwa itu, Jro Dolah mencari temannya dan ketika berbalik lagi ke lokasi, adiknya sudah tergeletak bersimbah darah di tengah jalan dan meninggal dunia. “Saya dan adik adalah tulang punggung keluarga. Saya lima anak, dan adik saya tiga anak Kenapa kejam sekali. Saat itu saya tidak bawa senjata, saya ini mengerti hukum, dan mengerti penagihan. Tidak sepantasnya mereka seperti itu, semua bawa senjata, semua bawa parang. untung saya selamat, kalau saya mati pasti saya dibilang menyerbu ke sana,” katanya.

Baca Juga :  Sah Paket Bangsa dan Tepat Bersaing Pilkada Jembrana

Sementara itu, Penasehat hukum korban, Putu Pastika Adnyana, SH., senada membantah adanya tindakan penyerangan ke lokasi Kantor PT BMMS, melainkan tujuan korban mencari solusi atas masalah kredit motor dimaksud. Poin penting yang pihaknya sampaikan adalah meminta kepada aparat penegak hukum agar tegak lurus dengan fakta peristiwa sebab otak pelaku bukanlah Wayan S saja, tetapi tersangka Beni Bakarbessy yang memberikan perintah membunuh dan yang membawa parang bukanlah satu orang. 

“Memang fakta Kasus ini bukan kasus SARA, tetapi juga fakta kalau otak pelakunya adalah tersangka Beni Bakarbessy. Jadi ini tidak ada kaitan dengan urusan SARA, tetapi urusan penyelesaian kasus Fidusia yang menggunakan cara-cara premanisme. Sedangkan, Perusahaan yang bekerjasama dengan PT BMMS ini akan kami gugat segera,” tandasnya. Selain itu, pihaknya Mendukung pernyataan Kapolresta Denpasar yang juga akan memproses hukum perusahaan Finance yang mengorder debt collector tersebut. 

Sebab, apabila perusahaan pengorder diproses hukum kasus-kasus serupa di masa yang akan datang bisa diminimalisir. Pihaknya juga sedang mempertimbangkan melakukan upaya upaya hukum dan kemanusiaan agar masa depan anak-anak De Budi yang ditinggal bisa tetap terjamin masa depannya. Lalu meminta agar perusahaan yang mempekerjakan preman dibekukan di Bali. Sebab, menjadi sangat aneh perusahaan berbisnis di Bali yang peralatan kantornya malah senjata tajam seperti parang dan lainnya.

Pastika menyinggung, perusahaan leasing yang menghina mekanisme hukum harus juga ditangkap jika terjadi bentrokan. Sebab, dialah oknum dalang dari peristiwa kekerasan di jalanan atas dasar perjanjian fidusia. “Ketika hukum jalanan dijadikan dasar bergerak maka kekerasan jalanan makin merajalela dan itu akan membuat citra kepolisian semakin terlihat lemah,” pungkasnya. (ges)


Most Read

Artikel Terbaru