BALI EXPRESS, DENPASAR – Belanja barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, persentasenya terhitung tinggi. Kisarannya 30,9 persen atau setara dengan Rp 2,1 triliun.
Saking tingginya nilai belanja barang dan jasa tersebut, tidak menutup kemungkinan terjadi potensi penyimpangan. Karena itu, diperlukan komitmen dan upaya perbaikan yang berkelanjutan dari semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya sehingga risiko penyimpangan bisa dihindari.
“Belanja barang dan jasa di lingkungan Pemprov Bali cukup besar. Besarnya 30,9 persen dari keseluruhan APBD, terutama untuk infrastruktur, pelayanan publik, kesehatan, pendidikan, dan belanja strategis lainnya,” ungkap Asisten Administrasi Umum Setda Provinsi Bali Wayan Suarjana, saat membacakan sambutan Gubernur Bali dalam Rapat Koordinasi Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Provinsi Bali Tahun 2019. Acara tersebut berlangsung di Gedung Wiswa Sabha Utama, Jumat (26/4).
Menurutnya, rapat tersebut penting sebagai upaya perbaikan, mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten dan kota. “Saya ingatkan, kita dalam bekerja disorot banyak mata, terutama masyarakat banyak,” tukasnya.
Karena itu, menurut dia, integritas menjadi hal yang paling utama dalam seluruh proses pengadaan, sehingga mendapatkan trust atau kepercayaan masyarakat di kemudian hari.
Suarjana juga menandaskan, setiap tahunnya Pemprov Bali berupaya meningkatkan efesiensi, serta mengurangi terjadinya penumpukan belanja di akhir-akhir masa belanja anggaran.
Sementara itu, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto menekankan soal pentingnya proses perencanaan. Menurutnya, proses perencanaan harus dilakukan dengan baik untuk menghindari berbagai kemungkinan penyimpangan, khususnya yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
“Dalam pemilihan rekanan, dalam pengumunan pemenang, negosiasi bisa terjadi penyimpangan, suap misalnya,” katanya.
Untuk itu, Roni menjelaskan, ada tiga hal yang saling terkait, yakni sistem, kelembagaan, dan SDM, serta regulasi. “Tiga hal ini saling terkait. Misalnya, kalau sistem diperbaiki, tetapi SDM-nya masih belum berintegritas, maka bisa juga terjadi penyimpangan. Regulasi dan kebijakan harus berjalan bersama,” kata Roni.
Dia menambahkan, political will dari kepala daerah juga punya peranan penting dalam mencegah penyimpangan pengadaan barang dan jasa. “Kalau SDM-nya profesional, regulasinya bagus, ditambah kebijakan kepala daerahnya mendukung, maka semuanya akan berjalan dengan baik,” pungkas Roni.