BALI EXPRESS, DENPASAR – Sidang dugaan melawan aparat dengan terdakwa I Ketut Putra Ismaya Jaya, I Ketut Sutama, dan I GN Endrajaya alias Gung Wah berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Denpasar, kemarin (28/11).
Ada 13 orang saksi yang dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan itu. Dua di antaranya saksi dari kepolisian. Sisanya dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bali.
Sejak awal sidang sudah berlangsung alot. Apalagi saksi Made Budiarta, Komandan Kompi (Danki) Satpol PP yang melakukan penertiban baliho, memberikan keterangan yang berbeda antara di Berita Acara Penyidikan (BAP) dengan yang disampaikan di depan persidangan.
Perbedaan mencolok itu menyangkut adanya kekerasan yang diduga dilakukan terdakwa terhadap dirinya. Sebab dalam BAP disebutkan bahwa Budiarta sempat ditendang. Sementara di persidangan kemarin dia hanya mengaku saat itu dia hanya merasakan kontak fisik berupa sentuhan dari orang yang tidak dia ketahui pada bagian betis kanannya. “Saat saya menelepon Pak Kabid, ada sentuhan pada sepertinya pakai kaki. Entah sengaja atau tidak,” jelasnya.
“Ada efek luka atau bagaimana? Memar atau tergores?” tanya hakim yang dijawab kemudian oleh saksi tidak ada sama sekali.
Keterangan mengenai kontak fisik yang dialami saksi Budiarta itu paling lama jadi bahasan. Apalagi penuntut umum juga sempat mengingatkan terdakwa perihal keterangannya di dalam BAP.
Bahkan hakim sempat menegaskan keterangannya itu. Seperti ditanyakan lagi oleh Hakim Anggota, I Ketut Kimiarsa. Apakah saksi sempat mendapatkan omongan kasar dari para terdakwa atau temen-temannya. “Saat (Ismaya) duduk dengan kabid saya ke lantai dua,” jawabnya.
Hakim Kimiarsa langsung bertanya lagi soal sentuhan yang dia maksudkan dalam keterangannya di sidang. “Kalau pun saya ditendang saya tidak merasakan. Karena itu saya sebut sentuhan,” jawab saksi Budiarta.
Soal kontak fisik ini juga sempat memancing interupsi dari pihak terdakwa melalui kuasa hukumnya. Sehingga hakim yang belum selesai dengan pertanyaannya langsung menegaskan bahwa pihaknya belum selesai bertanya kepada saksi. Selain mengingatkan pihak terdakwa, hakim pun lantas mengingatkan saksi dengan keterangannya yang “abu-abu” itu. “Kalau saudara (saksi) bohong di hadapan hakim. Sekarang juga hakim bisa memenrintahkan untuk menangkap dan menahan Saudara untuk kasus pemberian sumpah palsu,” tegas hakim.
Pun demikian saat penasehat hukum terdakwa mendapat kesempatan bertanya. Salah satu hal yang disinggung menyangkut perbedaan keterangan saksi Budiarta di dalam BAP dengan yang disampaikan di persidangan.
“Tentang perbedaan menyentuh atau mendendang? Apakah akan memilih keterangan sekarang atau di dalam BAP? Saudara punya hak hukum untuk mencabut dan membatalkan keterangan di BAP,” tegas salah satu penasehat hukum terdakwa.
Sementara keterangan yang berbeda justru diberikan saksi I Gede Jayadi, anggota Satpol PP. Dia mengaku mendengar adanya perkataan bernada mengancam yang dikatakan terdakwa Ismaya kepada atasannya, Kabid Trantib, I Dewa Rai Darmadi. Menurutnya, kata-kata yang dia dengar dari terdakwa Ismaya kepada atasannya itu, “Cang bani mati. Ci bani mati.”
Namun keterangan menyangkut kalimat bernada ancaman itu langsung disanggah salah satu kuasa hukum terdakwa, Agus Samijaya. Sebab versi pihak terdakwa, kalimat yang disebutkan Ismaya adalah “Cang nak Bali. Cang Bani mati nindihin gumi Bali,” tukasnya.