26.5 C
Denpasar
Wednesday, June 7, 2023

Disertasi Doktor Ketua KPUD Buleleng; Ada Desakralisasi Tradisi

BALI EXPRESS, DENPASAR – Ketua KPUD Buleleng, Gede Suardana berhasil menyadang gelar Doktor di Prodi Kajian Budaya Unud. Disertasinya mengulas tentang tradisi barong landung yang ada hubungannya dengan Jaya Pangus. Judul disertasinya berjudul Analisis Komodifikasi Seni Pertunjukkan Pariwisata Bali Agung – The Legend Of Balinese Goodesses.

 

Dalam kesempatan tersebut, Gede Suardana mengaku dalam hasil karyanya mengambil beberapa materi dari mitos yang ada. Terdiri atas mitos Jaya Pangus, Kang Cing Wei, pementasan barong landung yang ada di Pinggan, Bangli dengan dikaitkan dengan pementasan pariwisata untuk wisatwan.

“Tujuan saya mengambil tema itu supaya ada kontribusi untuk dunia pariwisata. Agar pelaku industri pariwisata lebih berhati-hati memilih mana budaya Bali yang bisa dimanfaatkan untuk pariwisata dan tidak,” paparnya ketika diwawancarai Bali Express (Jawa Pos Group) di Kampus Kajian Budaya, Unud, Denpasar, Rabu (31/1).

Dalam sidang tersebut diketuai oleh Prof. Dr. I Nyoman Darma  Putra, M.Litt, yang beranggotakan Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja,M.A (Kopromotor I), Dr. Putu Sukardja, M.Si (Kopromotor II), Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A, Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U, Prof. Dr. I Nyoman Kuutha Ratna, S.U, dan Dr. I Gede Mudana, M.Si. Dikarenakan Suardana mempertahankan sangat baik desertasinya tersebut membuat ia mendapatkan predikat kelulusan sangat baik. Dia pun resmi menyandang gelar doktor pada pelaksanaan yudisium yang dilaksanakan langsung setelah ia diujikan.

Baca Juga :  Antisipasi Serangan Gaib, Warga Tenganan Buat Palinggih Aling-Aling

Suardana juga mengungkapkan pada disertasinya juga terdapat pada kerajaan Jaya Pangus dapat dikatakan berhasil. Sebab pada zaman itu ia mengatakan pertumbuhan perekonomian, kehidupan, kesejahteraan sampai tentang keagamaan berhasil dikoordinir.

“Itu terbukti slogan Bali Dwipa Jaya sampai sekarang di logo Pemprov Bali masih digunakan. Itu adalah kata-kata yang sudah muncul sejak zaman Jaya Pangus,” papar mantan Wartawan tersebut.

Lanjutnya, sejak zaman itu juga munculnya mitos barong landung untuk penghormatan kepada raja.  Sehingga barong landung tersebut disungsung oleh warga sebagai benda yang sangat sakral. Dalam perkembangan dunia pariwisata tradisi tersebut dikomodifikasi menjadi seni pertunjukkan. Di mana yang ada pada pertunjukkan Bali Agung yang sering dipentaskan pada Bali Safari and Marine Park di Kabupaten Gianyar.

Dalam hal itu, lanjut Suardana di sisi pariwisata tradisi barong landung  tersebut bisa berkembang menjadi konsumsi pariwisata dan mengembangkan pertumbuhan daya tarik wisatawan. Sedangkan di sisi lain ia mengungkapkan pelaku pariwisata dan pihak yang terkait lainnya telah melakukan desakralisasi terhadap tradisi yang sakral.

Baca Juga :  Tata Ruang Rumah Adat Tigawasa, Tempat Tinggi Nilainya Utama dan Sakral

“Semuanya itu kan bersifat sakral dan pementasan untuk wisatawan seolah-olah dijadikan profan. Baik dari upakara yang dilakukan, tempat pementasan, maupun waktu pementasan. Sedangakn untuk wisatawan kan tidak memandang waktu dan tempatnya juga beda. Tetapi untuk upacaranya hanya diharukan menggunakan sebuah pejati saja,” jelas Suardana.

Dirinya juga menambahkan, agar ke depannya pelaku usaha pariwisata tidak melaksanakan desakralisasi tradisi sakral. Namun dalam hal itu ia menambahkan agar bisa menyelaraskan mana yang bisa dijadikan profan untuk ditampilkan kepada wisatawan dan mana yang memang benar-benar sakral. Terlebih jika tradisi tersebut sangat dijaga oleh masyarakat supaya kesucian maupun kesakralannya menjadi hilang.

 

Sedangkan dalam sambutannya, Promotor, Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt memberikan apresiasi yang sangat positif. Dikarenakan Suardana lulus menyandang predikat dengan sangat baik.

“Saya sangat apresiasi Suardana, karena ditengah kesibukannya menjadi Ketua KPU di Singaraja dan mengembangkan bisnisnya ia dapat melanjutkan dan mempertahankan disertasinya. Di samping itu ia juga mantan wartawan jadi sangat tahu kondisi di lapangan seperti apa dalam penelitiannya. Ya, meskipun ditempuh dalam tujuh tahun,” jelasnya. 


BALI EXPRESS, DENPASAR – Ketua KPUD Buleleng, Gede Suardana berhasil menyadang gelar Doktor di Prodi Kajian Budaya Unud. Disertasinya mengulas tentang tradisi barong landung yang ada hubungannya dengan Jaya Pangus. Judul disertasinya berjudul Analisis Komodifikasi Seni Pertunjukkan Pariwisata Bali Agung – The Legend Of Balinese Goodesses.

 

Dalam kesempatan tersebut, Gede Suardana mengaku dalam hasil karyanya mengambil beberapa materi dari mitos yang ada. Terdiri atas mitos Jaya Pangus, Kang Cing Wei, pementasan barong landung yang ada di Pinggan, Bangli dengan dikaitkan dengan pementasan pariwisata untuk wisatwan.

“Tujuan saya mengambil tema itu supaya ada kontribusi untuk dunia pariwisata. Agar pelaku industri pariwisata lebih berhati-hati memilih mana budaya Bali yang bisa dimanfaatkan untuk pariwisata dan tidak,” paparnya ketika diwawancarai Bali Express (Jawa Pos Group) di Kampus Kajian Budaya, Unud, Denpasar, Rabu (31/1).

Dalam sidang tersebut diketuai oleh Prof. Dr. I Nyoman Darma  Putra, M.Litt, yang beranggotakan Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja,M.A (Kopromotor I), Dr. Putu Sukardja, M.Si (Kopromotor II), Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A, Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U, Prof. Dr. I Nyoman Kuutha Ratna, S.U, dan Dr. I Gede Mudana, M.Si. Dikarenakan Suardana mempertahankan sangat baik desertasinya tersebut membuat ia mendapatkan predikat kelulusan sangat baik. Dia pun resmi menyandang gelar doktor pada pelaksanaan yudisium yang dilaksanakan langsung setelah ia diujikan.

Baca Juga :  Jalankan Wanaprastha Tak Lagi Menepi di Hutan

Suardana juga mengungkapkan pada disertasinya juga terdapat pada kerajaan Jaya Pangus dapat dikatakan berhasil. Sebab pada zaman itu ia mengatakan pertumbuhan perekonomian, kehidupan, kesejahteraan sampai tentang keagamaan berhasil dikoordinir.

“Itu terbukti slogan Bali Dwipa Jaya sampai sekarang di logo Pemprov Bali masih digunakan. Itu adalah kata-kata yang sudah muncul sejak zaman Jaya Pangus,” papar mantan Wartawan tersebut.

Lanjutnya, sejak zaman itu juga munculnya mitos barong landung untuk penghormatan kepada raja.  Sehingga barong landung tersebut disungsung oleh warga sebagai benda yang sangat sakral. Dalam perkembangan dunia pariwisata tradisi tersebut dikomodifikasi menjadi seni pertunjukkan. Di mana yang ada pada pertunjukkan Bali Agung yang sering dipentaskan pada Bali Safari and Marine Park di Kabupaten Gianyar.

Dalam hal itu, lanjut Suardana di sisi pariwisata tradisi barong landung  tersebut bisa berkembang menjadi konsumsi pariwisata dan mengembangkan pertumbuhan daya tarik wisatawan. Sedangkan di sisi lain ia mengungkapkan pelaku pariwisata dan pihak yang terkait lainnya telah melakukan desakralisasi terhadap tradisi yang sakral.

Baca Juga :  Ini Hal Wajib yang Harus Ada pada Sate Renteng

“Semuanya itu kan bersifat sakral dan pementasan untuk wisatawan seolah-olah dijadikan profan. Baik dari upakara yang dilakukan, tempat pementasan, maupun waktu pementasan. Sedangakn untuk wisatawan kan tidak memandang waktu dan tempatnya juga beda. Tetapi untuk upacaranya hanya diharukan menggunakan sebuah pejati saja,” jelas Suardana.

Dirinya juga menambahkan, agar ke depannya pelaku usaha pariwisata tidak melaksanakan desakralisasi tradisi sakral. Namun dalam hal itu ia menambahkan agar bisa menyelaraskan mana yang bisa dijadikan profan untuk ditampilkan kepada wisatawan dan mana yang memang benar-benar sakral. Terlebih jika tradisi tersebut sangat dijaga oleh masyarakat supaya kesucian maupun kesakralannya menjadi hilang.

 

Sedangkan dalam sambutannya, Promotor, Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt memberikan apresiasi yang sangat positif. Dikarenakan Suardana lulus menyandang predikat dengan sangat baik.

“Saya sangat apresiasi Suardana, karena ditengah kesibukannya menjadi Ketua KPU di Singaraja dan mengembangkan bisnisnya ia dapat melanjutkan dan mempertahankan disertasinya. Di samping itu ia juga mantan wartawan jadi sangat tahu kondisi di lapangan seperti apa dalam penelitiannya. Ya, meskipun ditempuh dalam tujuh tahun,” jelasnya. 


Most Read

Artikel Terbaru