BALI EXPRESS, TEJAKULA – Suara rintihan kijang dari pegunungan di malam hari bagi masyarakat Buleleng, terutama warga di Tejakula yang berada di sekitar Pura Ratu Gede Sambangan, merupakan isyarat khusus. Bila tanda-tanda itu muncul, masyarakat segera awas, bahkan melakukan paruman (rapat adat) karena tanda bencana akan terjadi di Bali.
Pura Ratu Gede Sambangan yang terletak di punggung perbukitan yang cukup terjal ini, berpanorama sangat indah.
Hamparan bangunan beratap seng tampak bergerombol di beberapa sudut. Bila melongok ke bawah dari pura utama, terlihat permandian klasik dilengkapi pancuran air bernuansa kerajaan. Sangat terasa suasana magis berada di dalam pura seluas sekitar delapan are ini, apalagi sesekali terdengar suara kera dan binatang hutan memecah kesunyian.
Di tempat inilah umat dari berbagai belahan Bali memohon sekaligus mengadu agar apa yang dikehendaki bisa dikabulkan oleh Ratu Gede Sambangan yang berstana di kawasan itu. Hal itu pula yang dilakukan Pemangku Pura Ratu Gede Sambangan, Jero Mangku Taman. Pria kelahiran 23 Maret 1975 ini, mengaku kerap makemit (berada di pura hingga larut malam) sambil Ngayu-ayu, apalagi pura dan kawasan sekitarnya makin tertata.
Hal itu dilakukan Jro Mangku yang lulusan Fakultas Ekonomi Warmadewa ini, untuk memohon dan mendoakan agar warga mendapat karahayuan (keselamatan). Apalagi, lanjutnya, kini Gunung Agung di Karangasem sudah berstatus Awas. Diakuinya bahwa ada tanda tanda khusus bila akan terjadi bencana besar, salah satunya adalah suara rintihan kijang terdengar saat malam hari dari pegunungan. Hingga kini terkait aktivitas Gunung Agung, lanjutnya, belum ada terdengar suara kijang misterius tersebut.
“Hingga saat ini, belum ada terdengar rinttihan kijang malam hari dari pegunungan di atas pura. Meski jarang bersuara, saya tetap meyakini isyarat itu,” papar Jro Mangku Taman kepada Bali Express (Jawa Pos Group) di Tejakula.
Cuma diakuinya, masyarakat mangkin akehan maboya. Maksudnya, belakangan ini masyarakat kebanyakan kurang mempercayainya. “Sebagai pemangku, saya tetap menyakininya berdasarkan sejumlah fakta,” bebernya.
Sosok Ratu Gede Sambangan yang dipuja umat Hindu ini , memang sesekali sekelebat menampakkan diri, manakala ada pamedek (mereka yang datang) bersih dan punya kemampuan indra keenam.
Diakui pangempon (pengurus) pura, banyak yang datang memohon kemakmuran hidup dan memohon perlindungan bila bertugas keluar Bali, terutama tentara dan polisi. ”Prajurit yang bertugas ke daerah konflik pasti memohon perlindungan dan izin agar dilindungi lahir bathin,” papar salah seorang pangempon Pura Guru Arta.
Lelaki tenang dan kalem ini memang kerap mengantar mereka yang hendak sembahyang, dan saat itu pula kadang muncul suara-suara gaib didengar mereka yang khusyuk.
Ratu Gede Sambangan diyakini mahapemurah sekaligus menjaga dan melindungi pemujanya.
Tak ditampiknya, bila ada suara kijang merintih terdengar dari dekat pura pada malam hari, itu pertanda akan ada bencana dalam waktu dekat. Tak hanya itu, bila terdengar benda seperti besi terseret dan berdentang saat malam hari, itu juga pertanda Ratu Gede Sambangan ‘medal’ (menampakkan diri), mengingatkan kepada masyarakat sekitar agar lebih awas karena akan ada peristiwa tidak bagus.
Suara kijang merintih pernah terjadi tahun 70-an, jelang tanah longsor menimpa kawasan tersebut yang menelan korban jiwa puluhan orang. Selain itu, kijang yang diyakini ancangan (anak buah) Ratu Gede Sambangan pernah turun dan masuk ke rumah penduduk. Tiga rumah penduduk dimasuki kijang keramat itu, dan anehnya keesokan harinya, tiga penghuni rumah yang dimasuki itu meninggal dunia.
Soal suara kijang juga pernah didengar jelang longsor beberapa tahun lalu yang juga menelan korban jiwa. Mengacu pada pengalaman buruk itu, akhirnya suara kijang merintih itu diyakini sebagai tanda-tanda gaib sekaligus isyarat dari Ratu Gede Sambangan.