26.5 C
Denpasar
Sunday, April 2, 2023

Ritual Ngangkid Gunakan Jaring, Ayam Simbol Kawah Gohmuka

BULELENG, BALI EXPRESS-Upacara Ngangkid di Desa Pedawa, Buleleng identik dengan upacara Ngaben, yang dipusatkan di Tukad Pengangkidan sebagai tempat memanggil para roh atau atman yang sudah meninggal yang akan diupacarai (Diaben).

Saat menuju Tukad Pengangkidan harus memperhatikan urutan. Dimulai dari banten, kunduh, balian, gong angklung. Nganteb banten di Plapah yang terbuat dari tiing Bali (bambu Bali) dan berisi banten, seperti banten sokasi atau siapang sia, banten pengulapan pengambean dan pajegan banten karna.

Kelian Adat Pedawa Wayan Sudiastika menyebut, Ngangkid diawali dengan menggunakan sawu (jaring) berbentuk segi empat dari sebelah barat dan sebelah timur sungai. Prosesi ini disimbolkan sebagai kawah tempatnya para roh yang diangkat.

Baca Juga :  Tradisi Miardura Bukti Gigihnya Warga Cangwang

Sarananya dua jenis ayam, yaitu ayam jantan berbulu biing (merah) grungsang dan ayam betina yang berbulu lasan (coklat) sebagai simbol atman.

Orang yang membawa ayam jantan berbulu biing (merah) grungsang berada di sebelah timur sungai. Ini diyakini sebagai simbol kawah gohmuka lalu menyeberangkan ayam jantan tersebut yang dianggap sebagai simbol atman menuju ke barat. Ayam itu kemudian dijaring dengan sawu berbentuk segi empat.

Ayam jantan tersebut disentuhkan pada kunduh. Setelah itu dipertemukan kembali dengan ayam betina yang berbulu lasan yang sudah diikat di sanggah cucuk.

Setelah prosesi Ngangkid di sungai selesai, semua adegan atau kunduh yang sudah berisi atma atau roh kembali lagi ke tempat yadnya. Kemudian dilakukan dengan prosesi menek ke balene (naik ke ranjang).

Baca Juga :  Sarat Filosofi, Bhineka Muda Sediakan Menu Bali “Megibung”

Pada prosesi ini, semua atman atau roh disucikan secara sukma sarira. Ini dilakukan secara langsung ketika kembali dari Sungai Pengangkidan. Esok harinya, dilanjutkan dengan prosesi ngababang kunduh.

Kegiatan ini dilakukan di ulu Pura Desa. Di sini yang mempunyai upacara membuat reramon sebagai tempat ngababang kunduh yang terbuat dari ampel gading. “Kunduh dibangun dengan mengitari tempat upacara. Satu per satu kunduh itu dipralina dengan tirta dan memakai jan (tangga) berjumlah 7 tumpang sebagai simbol sapta loka,” katanya.

 






Reporter: I Putu Mardika

BULELENG, BALI EXPRESS-Upacara Ngangkid di Desa Pedawa, Buleleng identik dengan upacara Ngaben, yang dipusatkan di Tukad Pengangkidan sebagai tempat memanggil para roh atau atman yang sudah meninggal yang akan diupacarai (Diaben).

Saat menuju Tukad Pengangkidan harus memperhatikan urutan. Dimulai dari banten, kunduh, balian, gong angklung. Nganteb banten di Plapah yang terbuat dari tiing Bali (bambu Bali) dan berisi banten, seperti banten sokasi atau siapang sia, banten pengulapan pengambean dan pajegan banten karna.

Kelian Adat Pedawa Wayan Sudiastika menyebut, Ngangkid diawali dengan menggunakan sawu (jaring) berbentuk segi empat dari sebelah barat dan sebelah timur sungai. Prosesi ini disimbolkan sebagai kawah tempatnya para roh yang diangkat.

Baca Juga :  Pengurus PHDI Desa hingga Kecamatan Se-Denpasar Mejaya Jaya

Sarananya dua jenis ayam, yaitu ayam jantan berbulu biing (merah) grungsang dan ayam betina yang berbulu lasan (coklat) sebagai simbol atman.

Orang yang membawa ayam jantan berbulu biing (merah) grungsang berada di sebelah timur sungai. Ini diyakini sebagai simbol kawah gohmuka lalu menyeberangkan ayam jantan tersebut yang dianggap sebagai simbol atman menuju ke barat. Ayam itu kemudian dijaring dengan sawu berbentuk segi empat.

Ayam jantan tersebut disentuhkan pada kunduh. Setelah itu dipertemukan kembali dengan ayam betina yang berbulu lasan yang sudah diikat di sanggah cucuk.

Setelah prosesi Ngangkid di sungai selesai, semua adegan atau kunduh yang sudah berisi atma atau roh kembali lagi ke tempat yadnya. Kemudian dilakukan dengan prosesi menek ke balene (naik ke ranjang).

Baca Juga :  Soal Tower, Bupati Karangasem: Perusahaan Jangan Atur Pemerintah

Pada prosesi ini, semua atman atau roh disucikan secara sukma sarira. Ini dilakukan secara langsung ketika kembali dari Sungai Pengangkidan. Esok harinya, dilanjutkan dengan prosesi ngababang kunduh.

Kegiatan ini dilakukan di ulu Pura Desa. Di sini yang mempunyai upacara membuat reramon sebagai tempat ngababang kunduh yang terbuat dari ampel gading. “Kunduh dibangun dengan mengitari tempat upacara. Satu per satu kunduh itu dipralina dengan tirta dan memakai jan (tangga) berjumlah 7 tumpang sebagai simbol sapta loka,” katanya.

 






Reporter: I Putu Mardika

Most Read

Artikel Terbaru