BANGLI, BALI EXPRESS -Krama Desa Adat Bunutin, Kecamatan Kintamani, Bangli mewarisi tradisi Ngodog yang dilaksanakan serangkaian upacara Neduh. Tradisi ini dilaksanakan saat Purnama Sasih Kapitu.
Tokoh Adat Bunutin I Wayan Rungu menjelaskan, Ngodog telah dilaksanakan secara turun-temurun dari para pendahulu. Tradisi ini sebagai persembahan untuk memohon kesuburan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Krama setempat yakin jika Ngodog dilaksanakan, hama penyakit yang menyerang tanaman menjadi berkurang. Oleh karena itu wajib dilaksanakan.
Menurutnya, Ngodog bertepatan dengan Purnama Kapitu. Ritual ini merupakan puncak upacara wali yang diyakini masyarakat Desa Bunutin sebagai bentuk nunas palebungkah, palegantung, serta pangelemek.
Ada sejumlah prosesi yang dilaksanakan dalam ritual ini. Pertama, diawali dengan diadakannya upacara neratas (nunas daun beringin) yang akan dipakai dalam tradisi Ngodog. Selanjutnya Ngusaba Dipelisan (nunas tirta) yang akan kairing ke Pura Bale Agung sebagai salah satu sarana yang akan digunakan pada saat Ngodog.
“Upacara Neduh dilaksanakan di Pura Pingit Melamba. Pada saat upacara Neduh, masyarakat Desa Bunutin menghaturkan segala hasil panen masyarakat, baik hasil pertanian maupun hasil perkebunan masyarakat,” ungkapnya.
Selanjutnya, Sekaa Pitu ke Pura Desa membuat panggungan untuk upacara Ngodog. Panggungan terbuat dari bambu dengan atap alang-alang. Serati atau tukang banten membuat sesajen lompat jalan dan palegantung yang akan dipersembahkan pada saat Ngodog.
Tak ketinggalan, para teruna ikut membantu membuat Penjor Godogan yang akan digunakan pada saat upacara Ngodog. Penjor Godogan dibuat dari batang ambu atau lidi ambu yang berjumlah 11. Kemudian diikat menjadi satu, serta setiap ujungnya diisi segala hasil bumi, berupa palegantung dan palebungkah seperti jagung, pisang serta hasil perkebunan dan pertanian masyarakat lainnya.
Selain Penjor Godogan sebagai sarana utama dalam tradisi ini, para daha yang terpilih juga mempersiapkan diri. Seperti persiapan mental, dan sarana yang akan digunakan untuk memotong Penjor Godogan tersebut.
“Menurut kepercayaan masyarakat Desa Bunutin, pada saat memotong linting haruslah dalam satu kali potong, sehingga pisau yang digunakan harus benar-benar tajam,” katanya.
Setelah melakukan persiapan sarana persembahan, dilanjutkan dengan melakukan prosesi neduh, ngiring sesuunan dari Pura Pingit Melamba sampai ke Pura Bale Agung, yang diiringi dengan gambelan dan harus dilakukan dengan berjalan kaki. Tidak boleh dibantu dengan transportasi.
“Keesokan harinya melakukan Tradisi Ngodog yang dilakukan pada malam hari yaitu pada pukul 01.00 dini hari. Tujuannya dilaksanakan saat dini hari adalah untuk menciptakan suasana hening, sehingga tidak ada gangguan,” paparnya.
Sebelum wali Ngodog dilaksanakan para daha teruni terpilih akan melaksanakan serangkaian upacara yadnya untuk penyucian diri. Dengan harapan pelaksanaan Ngodog dapat berjalan lancar.
Masyarakat Desa Bunutin juga melaksanakan persembahyangan terlebih dulu di area jeroan pura dan di depan panggungan tempat dilaksanakannya tradisi Ngodog itu. “Selain itu, enam orang deha teruni terpilih akan diupacarai terlebih dulu. Hal ini bertujuan untuk menyucikan diri, baik jasmani maupun rohani, sehingga tradisi ini dapat berjalan lancar tanpa ada hambatan,” sebutnya.