PETANG, BALI EXPRESS – Keberadaan Pura Pucak Tedung di wilayah Desa Sulangai, Kecamatan Petang, Badung, tidak hanya memiliki sejarah dari segi agama dan budaya. Terdapat sejarah kenegaraan. Yakni terdapat jejak kekuasaan Belanda berupa tugu beton setinggi kurang lebih dua meter. Tugu yang kini masih berdiri kokoh tersebut menjadi salah satu saksi bisu jamahan tangan kolonial terhadap Pulau Bali.
Tugu beton yang dibuat pada zaman Belanda tersebut terdapat di sisi timur Pura Pucak Tedung. Tugu beton tersebut memiliki empat sudut dengan masing-masing sudut sebagai penunjuk arah Utara, Selatan, Timur, dan Barat. Di sisi bagian atas terdapat tempelan piring cina kuno. “Tapi ada yang mengambil piringnya. Entah siapa itu. Mungkin dia tahu itu piring mahal karena langka di zaman sekarang,” ungkap Jro Mangku I Made Bukit, salah satu dari tiga pamangku Pura Pucak Tedung (saat diwawancarai Juli 2016).
Di samping sebagai penanda arah, tugu tersebut berisi tulisan dengan ejaan Belanda. “Itu sebenarnya keterangan ketinggian tempat ini,” lanjutnya.
Setelah dicoba dibaca, tulisannya tidak terlalu jelas karena sudah termakan usia. Kini tugu beton tersebut tetap dipertahankan keberadaannya oleh pangempon pura. Bahkan seperti bangunan suci, pada tugu tersebut dikenakan wastra (kain) putih kuning.
Keberadaan Belanda di areal pura tersebut mungkin saja memiliki tujuan tertentu. Selain misi penjajakan sejarah dan benda kuno, bukan tidak mungkin, kedatangan Belanda di tempat tersebut karena arealnya strategis untuk melakukan pengawasan. Buktinya, sejauh mata memandang perkampungan dan perkebunan masyarakat dapat terlihat jelas. Sehingga apabila ada hal yang mencurigakan, akan cepat terdeteksi.
Jro Mangku Bukit menyampaikan bahwa pura tersebut sempat direhabilitasi beberapa tahun lalu. “Yang merehab adalah Bupati AA Gde Agung ketika baru menjabat,” ungkapnya. Rehabilitasi yang dimaksud menurutnya tidak mengubah jumlah palinggih, hanya memperbaiki bagian yang sudah rusak dan menambahkan prada pada palinggih yang terbuta dari kayu.
“Jumlah palinggih-nya tetap, hanya dulu lebih sederhana,” jelasnya. Oleh karena itu, menurutnya perhatian pemerintah sudah bagus. “Pamaksan biasanya mengeluarkan aci-aci saja,” tembahnya.
Sebagai salah satu pura yang memiliki sejarah yang mengagumkan, tak urung pejabat sering mendatangi Pura Pucak Tedung. “Pejabat sering kesini, pada malam tertentu seperti Kajeng Kliwon, Purnama, Tilem atau rahinan lainnya, ujarnya. Beberapa pejabat yang ia kenal menurutnya seperti Walikota Denpasar dan Bupati Badung. “Gubernur Bali sewaktu sebagai Kapolda juga sering kesini. Tapi setelah jadi Gubernur mungkin karena kesibukan, beliau tidak sempat,” bebernya.
Agar tidak kewalahan dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelayan umat dan memimpin upacara, Jro Mangku I Made Bukit bertugas bertiga. Ia sendiri bertempat tinggal paling dekat dengan pura, yakni masih wilayah Desa Sulangai, sedangkan dua orang lagi dari Desa Kerta.
“Tapi kalau upacara besar seperti piodalan, kami dibantu oleh mangku kahyangan tiga dari delapan desa adat,” jelasnya.
Mengenai sejarah yang lebih lengkap, ia mengatakan bahwa ada di purana. Oleh karena itu, bagi yang ingin mengetahui secara utuh tentang keberadaan pura tersebut, bisa membaca purana yang kini juga dilestarikan oleh masyarakat.
“Ada di purana. Bisa dibaca lebih jelas di sana,” tandasnya.