SINGARAJA, BALI EXPRESS – Beragam budaya di Pulau Bali hingga kini menjadi daya tarik tersendiri. Berkat keunikan maupun kesakralannya, beberapa diantaranya tetap kokoh hingga masa kini. Di Kabupaten Buleleng pun banyak ragam budaya yang hingga sekarang tetap dilestarikan masyarakat setempat. Salah satunya tradisi Nyakan Diwang yang dilakukan beberapa desa di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Sebuah tradisi yang pastinya menjadi pemandangan menarik ketika menyaksikan langsung warga yang memasak dengan kayu bakar di luar pekarangan rumahnya.
Nyakan Diwang adalah sebuah tradisi unik yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat di Kabupaten Buleleng, tepatnya di Kecamatan Banjar. Nyakan Diwang atau memasak di luar pekarangan rumah tersebut dilakukan serentak di beberapa desa di Kecamatan Banjar, seperti Desa Banyusri, Banjar, Dencarik, Kayu Putih, Banyuatis dan sejumlah desa lainnya. Tradisi Nyakan Diwang tersebut berhubungan dengan perayaan Hari Raya Nyepi, terutama saat perayaan Ngembak Gni.
Di Bali sendiri banyak tradisi unik yang digelar saat perayaan Ngembak Gni seperti Mebuug-buugan di Kedonganan, Nyakan Diwang di Buleleng, dan Omed-omedan di Denpasar. Ketiga tradisi tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengucapkan rasa syukur dengan cara dan keyakinan yang berbeda-beda.
Desa Banjar sebagai salah satu tempat digelarnya Nyakan Diwang atau memasak diluar rumah, melibatkan penduduk Desa Banjar, mulai dari anak-anak hingga lansia ikut berpartisipasi dalam menggelar Tradisi Nyakan Diwang. Tradisi tersebut jatuh tepat sehari setelah Hari Raya Nyepi. Tradisi ini tidak terikat oleh sanksi adat jika tidak ikut serta dalam pelaksanaanya. Namun penduduk Desa Banjar tetap antusias dan sangat senang apabila bisa tetap merayakan tradisi yang istimewa bagi mereka. “Seperti pada biasanya perayaan Ngembak Gni boleh terlaksanakan tepat setelah pukul 06.00 pagi dini hari, yang mana sebelumnya semua aktifitas warga terhenti sementara termasuk jalanan ditutup dan tidak ada kendaraan yang melintas, kecuali dalam keadaan gawat darurat,” ungkap Kepala Desa Banjar, Ida Bagus Dedy Suyasa.
Tradisi Nyakan Diwang yang dimulai dari pukul 03.00 sampai 07.00 dini hari ini memang agak susah untuk dijumpai. Karena Ngembak Gni sendiri baru dimulai pukul 06.00, dan sebelumnya masih berlangsung Hari Raya Nyepi. “Perayaan Nyepi sendiri berkaitan dengan Catur Brata Penyepian, tidak boleh bekerja, tidak boleh bepergian, tidak boleh menyalakan api dan tidak boleh bersenang-senang. Namun dikhususkan untuk warga desa yang merayakan tradisi Nyakan Diwang dan salah satunya di Desa Banjar, mereka mulai buka dan diperbolehkan merayakan tradisi tersebut mulai pukul 03.00 pagi dini hari,” ujarnya.
Menurut Dedy, tradisi Nyakan Diwang ini bertujuan membersihkan dan menyucikan lingkungan rumah dan dapur. Tradisi ini merupakan wujud dari peningkatan proses menyama braya atau menjalin hubungan persaudaraan antar sesama. Selain itu, jika diartikan secara filosofis, Tradisi Nyakan Diwang atau memasak di luar rumah memiliki arti sebagai rasa wujud syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena sehari sebelumnya masyarakat Hindu dapat menjalankan Catur Brata Penyepian.
Proses pelaksanaan Tradisi Nyakan Diwang ini ditandai dengan kentongan. Dengan dibunyikan kulkul atau kentongan ini menandakan tradisi Nyakan Diwang sudah dapat dimulai. Alat dan bahan yang digunakan pun masih bernuansa traisional, seperti menggunakan tungku api yang berbahan dasar batu atau batako dan memerlukan kayu bakar untuk menghidupkan api. “Dengan hal tersebut membuat penduduk Desa Banjar dapat merasakan jaman nenek moyang yang belum adanya kompor atau alat modern untuk memasak. Ini tradisi yang memang unik di kawasan Bali Utara,” tambahnya.
Pada saat tradisi Nyakan Diwang berlangsung, sepanjang jalan Desa Banjar akan dipadati penduduk yang antusias dalam merayakan tradisi ini. Biasanya area depan pintu masuk rumah mereka dijadikan sasaran untuk proses masak-memasak. Anggota keluarga yang tidak ikut dalam proses memasak, biasanya mereka membuka tikar mereka di depan rumah serta duduk dengan ditemani kopi hangat sambil bertegur sapa dengan tetangga yang berada di sekitarnya. Ada pula yang saling berkunjung dan saling bersenda gurau.
Walaupun waktu pelaksanaannya dini hari, bagi penduduk Desa Banjar ini bukan menjadi penghalang untuk tetap menggelar tradisi ini. Penduduk desa yang merantau biasanya pada saat menjelang perayaan Hari Raya Nyepi, berbondong-bondong pulang ke desanya, sehingga mereka pun dapat ikut memeriahkan tradisi Nyakan Diwang. Masakan yang berbahan dasar beras ini menjadi santapan mereka setelah proses masak-memasak selesai. Dengan adanya kunjungan ke rumah-rumah tetangga terdekat dapat meningkatkan tali persaudaraan mereka atau menyama braya, sehingga mereka bisa lebih mengenal antara warga dan terjadi keharmonisan dalam hidup bermasyarakat.
Selain menjadi momen silahturahmu antar warga dan keluarga, tradisi ini juga diyakini sebagai simbol melebur Dasa Mala dalam diri. Berharap kehidupan ke depan lebih baik. Momen ini pun selalu menjadi hal yang paling ditunggu tatkala Hari Raya Nyepi.
Tradisi yang dilakukan secara turun-temurun ini pun tak tercantum dalam sumber yang jelas seperti prasasti maupun manuskrip Bali. Tradisi ini merupakan aksi spontanitas yang dilakukan masyarkat Bali pada masa lampau yang murni untuk memupuk rasa persaudaraan. Apabila warga tak turut serta dalam pelaksanaan tradisi tersebut pun ak menjadi masalah. Tak ada dampak yang ditimbulkan baik secara sekala maupun niskala.