SINGARAJA, BALI EXPRESS- Salah satu tradisi dan budaya yang dimiliki Kabupaten Buleleng adalah seni tari. Seni tari khas Buleleng terlihat berbeda dengan daerah lainnya. Secara umum gerakan dalam tarian khas Buleleng lebih energik dan bersifat dinamis seperti karakter masyarakatnya. Tak jarang pula seni tari yang ada di Buleleng disakralkan di wilayah desa masing-masing. Seperti halnya di desa Lemukih Kecamatan Sawan.
Di desa ini terdapat salah satu kesenian yang unik. Yakni seni tari janger. Janger di desa Lemukih pun berbeda dengan janger di desa lainnya di Buleleng. Janger di desa ini disakralkan. Para penarinya pun tidak seperti desa lainnya yang menggunakan orang dewasa atau remaja, melainkan menggunakan penari anak-anak.
Dikatakan sakral, sebab tari janger ini kerap dilibatkan dalam suatu upacara Dewa Yadnya seperti Naur Sesangi atau membayar kaul dalam umat Hindu. Pementasannya pun tak boleh sembarangan. Tari janger ini akan dilakukan selepas petang atau setelah waktu Sandikala. Sebab dalam umat Hindu dipercaya waktu Sandikala tersebut bukanlah waktu yang tepat untuk aktivitas manusia dalam keduniawian. “Janger Lemukih merupakan tradisi yang sakral. Dalam tradisi ini, dipercaya oleh masyarakat sekitar jika memohon sesuatu yang dibarengi mejanji atau mesesangi mupahang janger, maka kemungkinan besar apa yang dimohon akan dipenuhi,” ungkap Kepala Desa Lemukih, Nyoman Singgih, saat dihubungi Sabtu (7/5) lalu.
Janger ini pun telah ada di desa Lemukih sejak tahun 1970. Waktu pementasan janger ini biasanya dilakukan pada pukul 20.00 wita. Janger Desa Lemukih dipentaskan oleh anak-anak yang sebagian besar masih duduk di bangku SD dan SMP. “Jumlah penarinya bisa mencapai 30 orang yang berpasangan, yakni dari kelompok putri sebagai Janger, dan putra sebagai kecaknya,” tambahnya.
Dengan pakaian tradisional khas janger Lemukih, pementasan tarian ini biasanya akan memakan waktu 20 menit hingga 25 menit. “Sama halnya seperti janger pada umumnya. Hanya saja bedanya tidak boleh dipentaskan saat Sandikala. Itu saja,” imbuhnya.
Reporter: Dian Suryantini
SINGARAJA, BALI EXPRESS- Salah satu tradisi dan budaya yang dimiliki Kabupaten Buleleng adalah seni tari. Seni tari khas Buleleng terlihat berbeda dengan daerah lainnya. Secara umum gerakan dalam tarian khas Buleleng lebih energik dan bersifat dinamis seperti karakter masyarakatnya. Tak jarang pula seni tari yang ada di Buleleng disakralkan di wilayah desa masing-masing. Seperti halnya di desa Lemukih Kecamatan Sawan.
Di desa ini terdapat salah satu kesenian yang unik. Yakni seni tari janger. Janger di desa Lemukih pun berbeda dengan janger di desa lainnya di Buleleng. Janger di desa ini disakralkan. Para penarinya pun tidak seperti desa lainnya yang menggunakan orang dewasa atau remaja, melainkan menggunakan penari anak-anak.
Dikatakan sakral, sebab tari janger ini kerap dilibatkan dalam suatu upacara Dewa Yadnya seperti Naur Sesangi atau membayar kaul dalam umat Hindu. Pementasannya pun tak boleh sembarangan. Tari janger ini akan dilakukan selepas petang atau setelah waktu Sandikala. Sebab dalam umat Hindu dipercaya waktu Sandikala tersebut bukanlah waktu yang tepat untuk aktivitas manusia dalam keduniawian. “Janger Lemukih merupakan tradisi yang sakral. Dalam tradisi ini, dipercaya oleh masyarakat sekitar jika memohon sesuatu yang dibarengi mejanji atau mesesangi mupahang janger, maka kemungkinan besar apa yang dimohon akan dipenuhi,” ungkap Kepala Desa Lemukih, Nyoman Singgih, saat dihubungi Sabtu (7/5) lalu.
Janger ini pun telah ada di desa Lemukih sejak tahun 1970. Waktu pementasan janger ini biasanya dilakukan pada pukul 20.00 wita. Janger Desa Lemukih dipentaskan oleh anak-anak yang sebagian besar masih duduk di bangku SD dan SMP. “Jumlah penarinya bisa mencapai 30 orang yang berpasangan, yakni dari kelompok putri sebagai Janger, dan putra sebagai kecaknya,” tambahnya.
Dengan pakaian tradisional khas janger Lemukih, pementasan tarian ini biasanya akan memakan waktu 20 menit hingga 25 menit. “Sama halnya seperti janger pada umumnya. Hanya saja bedanya tidak boleh dipentaskan saat Sandikala. Itu saja,” imbuhnya.
Reporter: Dian Suryantini