KARANGASEM,BALI EXPRESS -Desa Adat Muncan melestarikan tradisi Pabuncingan Jero Dong Ding. Tradisi ini biasanya dilaksanakan bertepatan Tilem Kasanga, yakni saat Pangrupukan atau sehari sebelum Nyepi tahun baru caka.
Pabuncingan Jero Dong Ding merupakan upacara pemujaan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai lingga (Jero Dong) dan yoni (Jero Ding) dalam wujud purusa dan pradana perlambang Dewa Siwa dan Dewi Uma atau Parwati.

Bendesa Adat Muncan Jero Gede Suwena Putus Upadesa menjelaskan, arca atau patung Jero Dong dibuat dari pohon dadap (kayu sakti) bercabang tiga. Tingginya sekitar 250 sentimeter.
Posisi kayu dadap dibalik, bagian pangkal menjadi kepala dan badannya. Dua cabang sejajar dijadikan sepasang kaki. Sedangkan cabang ketiga dijadikan alat kelamin (phalusnya) dilengkapi dengan sepasang tangan, wajah dalam keadaan tersenyum dan posisi rambut diikat seperti layaknya rambut seorang pandita (maprucut).
Kemudian untuk arca Jero Ding (yang wanita) dibuat dari pelepah enau. Tingginya sekitar 240 sentimeter. Posisinya juga dibalik. Bagian pangkal difungsikan sebagai kepala dan badan, sedangkan bagian atasnya sebagai kaki dilengkapi dengan alat kelamin dari bahan yang sama, lengkap dengan buah dada dan sepasang tangan dengan rambut dari ijuk menempel pada pelepah enau tersebut.
Selain itu dilengkapi pula dengan hiasan kepala dan wajahnya dibuat tersenyum. “Kedua arca ini menggunakan busana layaknya pengantin, menggunakan kain dan kampuh poleng atau yang bercorak loreng (sakordi). Jero Ding dilengkapi dengan sarana sebilah keris di bagian punggungnya,” kata Jero Suwena.
Arca Jero Dong dan Jero Ding merupakan dua buah arca yang dibuat sebagai simbol purusa dan pradana. Proses pembuatannya dimulai tiga hari nemu beteng setelah upacara Ngusaba Petung di desa setempat, harus sudah selesai atau jadi 21 hari sebelum hari Pangrupukan (Tilem Kasanga). Jika dihitung, proses pembuatannya memakan waktu 7 hari.
Jero Suwena merinci, proses pembuatannya diawali dengan upacara nunas taru atau kayu dadap yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan arca. Kedua arca tersebut dibuat di Pura Puseh. Arca Jero Dong Ding digarap oleh undagi di desa yang dipilih oleh desa, dan harus memiliki pemahaman tentang tattwa.
Setelah arca itu selesai dibuat, selanjutnya distanakan di catus pata dengan menggunakan sarana upakara pamelaspasan. Selanjutnya diupacarai perkawinan dengan sarana upakara byakala (natab banten beten) tepatnya menjelang 21 hari sebelum hari Pangerupukan yang dipuput oleh pamangku Pura Puseh.
Arca Jero Dong Ding tersebut distanakan dengan dibuatkan sejenis palinggih, lengkap dengan tembok panyengker yang terbuat dari anyaman daun kelapa, dihiasi seperti palinggih lengkap dengan lelontekan dan tedungnya. Arca Jero Dong Ding distanakan pada tempat tersebut selama 21 hari. Selama itu, desa menghaturkan banten perayunan di sana.
Puncak dari pelaksanaan tradisi Pabuncingan Jero Dong Ding yaitu pada hari Tilem Kasanga yang juga disebut hari Pangrupukan. “Tradisi itu dilaksanakan setelah upacara bhuta Yadnya Caru Tabuh Gentuh, yang dipusatkan di catus pata, Desa Adat Muncan,” papar mantan Ketua MUDP Provinsi Bali ini.
Tradisi Pabuncingan Jero Dong Ding dipusatkan di catus pata Desa Adat Muncan. Rangkaiannya diawali dengan melakukan upacara bhuta Yadnya Caru Tabuh Gentuh.
Usai upacara ini dilanjutkan mengupacarai kedua arca Jero Dong Ding dengan upakara Masakapan (widiwidana). “Sebelum prosesi pabuncingan itu berlangsung, terlebih dulu bendesa adat di Muncan memukul kulkul, yang panjangnya mencapai 6 meter, berdiameter 99 centimeter. Kulkul yang ada di Pura Puseh setempat, secara khusus dibunyikan saat prosesi upacara tersebut,” imbuhnya.
Usai memukul kulkul itu, barulah ke acara puncak, yang memang ditunggu-tunggu oleh krama setempat, yaitu prosesi mengawinkan arca simbol purusa dan pradana layaknya orang bersetubuh. Upacara ini dilaksanakan oleh bendesa dan pamangku puseh yang berjumlah 7 orang yang biasa disebut mangku pitu serta dibantu oleh prajuru desa lainnya.
Salah satu pamangku mengangkat Jero Dong dan yang lainnya mengangkat Jero Ding dengan menyikap kain masing-masing, dengan memasukkan phalus ke dalam vagina sehingga menampakkan adegan layak sensor. Adegan orang dewasa ini disaksikan oleh sebagian besar masyarakat Desa Muncan. Mereka biasanya akan berebut melihat dari dekat sambil bersorak sorai.
Selesai upacara mabuncing, kedua arca tersebut dipralina (dimatikan secara ritual) selanjutnya diarak mengelilingi desa sebanyak 3 kali dengan arah berlawanan jarum jam. Kemudian kedua arca tersebut dihanyutkan bersama Ogoh-ogoh di sungai Yeh Sah Telaga Waja. Saat Pangerupukan adalah hari terakhir atau puncak acara.