KARANGASEM, BALI EXPRESS -Penari Rejang biasanya menggunakan hiasan kepala berbahan janur dan bunga. Namun berbeda dengan Tari Rejang di Desa Adat Nongan, Kecamatan Rendang, Karangasem. Tarian sakral sebagai warisan Pura Balang Tamak yang dipentaskan saat Usaba Desa di Pura Pesamuhan Agung itu, gelungannya (hiasan kepala) berupa buah-buahan.
Tarian Rejang ini ditarikan oleh para penari perempuan dengan tiga klasifikasi umur, mulai dari anak-anak perempuan, daha (remaja putri) dan ibu-ibu. Gerakannya sederhana, namun bernuansa ritual, khas rarejangan. Namanya Tari Rejang Pala.
Tokoh Adat Desa Nongan I Gusti Ngurah Wiryanata mengatakan setiap Purnama Kawulu, di Pura Balang Tamak digelar piodalan yang disebut Usaba Pala. Upacara ini merupakan bentuk ungkapan rasa syukur ke hadapan Dewi Sri atas keberhasilan panen.
Ungkapan rasa syukur ini bukanlah tanpa alasan. Sebab, Pura Pan Balang Tamak tidak terlepas sebagai Pura Ulun Suwi atau Pura Subak dan menjadi pusat (hulu) dari subak-subak kecil (subak abian) yang ada di sekitarnya.
Masyarakat setempat meyakini, dahulunya Tari Rejang Pala selalu dipentaskan pada saat upacara Usaba Pala. Namun diakuinya, tarian ini sempat vakum karena terputusnya proses regenerasi penari yang mengakibatkan kehilangan jejak koreografinya. Jejak yang ditinggalkan hanya berupa gelungan rejang berisi sedikit buah dan bunga.
Gelungan itu ditempatkan di dalam 11 bodag atau keben Bali berukuran besar terbuat dari anyaman bambu, yang diletakkan di Bale Pasamuhan tempat meletakkan pretima Jero Gede Balang Tamak selama upacara berlangsung.
“Keunikan dari Tari Rejang Pala dapat dilihat pada gelungan yang digunakan oleh para penari rejang dari kelompok daha (remaja putri), dihiasi dengan berbagai jenis buah-buahan segar hasil perkebunan masyarakat kami,” kata Wiryanata.
Begitu pula pada penari kelompok anak-anak, pada bagian kepalanya juga mempergunakan hiasan semacam gelungan, yang juga dihiasi dengan buah-buahan. Sedangkan untuk penari kelompok ibu-ibu menggunakan sanggul Bali dan semanggi dari buah-buahan, serta membawa bokoran berisi canang sari (sesaji) yang di atasnya diisi beberapa jenis buah.
Ia menambahkan tarian ini sempat vakum puluhan tahun. Hingga akhirnya ada sejumlah akademisi dan seniman yang ngayah merekonstruksi tarian sakral ini. Kemudian dipentaskan kembali pada tahun 2019 bertepatan dengan upacara Usaba Desa di Pura Pesamuhan Agung Desa Nongan.
Ada sejumlah persyaratan khusus bagi penari untuk bisa ikut ngayah menarikan Tari Rejang Pala. Khususnya bagi para penari Rejang Daha (remaja) dan Rejang Lingsir (Ibu-ibu), yakni tidak sedang mengalami cuntaka. Seperti datang bulan atau keluarga sedang ada kematian.