KARANGASEM,BALI EXPRESS – Seni Cakepung memang masih dilestarikan di Desa Budakeling Karangasem. Namun di balik semua itu, ternyata sangat sulit melakukan regenerasi. Sulit mencari penarinya. Untuk menyiasatinya, Cakepung kini berada di bawah sanggar.
Cakepung memiliki sejarah yang sangat erat dengan keberadaan suku Sasak di Lombok. Yakni saat Kerajaan Karangasem berhasil memperluas pengaruhnya hingga ke Lombok.
Sekilas sejarahnya berasal dari sejarah pada saat Kerajaan Karangasem berhasil pengaruhnya sampai ke Sasak, Lombok. Kemudian dengan keberhasilannya suku Sasak tersebut, budayanya pun dipelajari di sana. Yakni ada budaya Sasak disebut dengan Cepung.
Koordinator Pementasan Cakepung di Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44 di Taman Budaya, Ida Made Basmadi mengakui jumlah orang yang terlibat pementasan cukup banyak. Saat tampil di PKB saja ada 36 orang.
Dalam pementasannya, Cakepung sebagian besar mempertontonkan olah vokal. “Saat pentas maupun latihan yang penting ada air. Kami pentas selama 1,5 jam lebih terus olah vokal. Maka itu bisa dikatakan tantangan pemain Cakepung,” jelasnya akhir pekan kemarin.
Selain soal generasi, Basmadi juga mengatakan, musik yang dipakai pun saat ini sudah dikembangkan. Dahulunya hanya mengandalkan suara dan suling. Bahkan sulingnya pun memiliki ciri khas tersendiri, dimana lubangnya hanya lima. Upaya untuk melestarikan seni Cakepung tetus dilakukan, meski harus diakui generasi muda tak banyak yang tertarik menekuni kesenian ini. Namun, Ida Made Basmadi berkeyakinan akan terus eksis kesenian Cakepung dan perlahan regenerasi bisa dilakukan, walaupun butuh waktu panjang.
Reporter: Putu Agus Adegrantika
KARANGASEM,BALI EXPRESS – Seni Cakepung memang masih dilestarikan di Desa Budakeling Karangasem. Namun di balik semua itu, ternyata sangat sulit melakukan regenerasi. Sulit mencari penarinya. Untuk menyiasatinya, Cakepung kini berada di bawah sanggar.
Cakepung memiliki sejarah yang sangat erat dengan keberadaan suku Sasak di Lombok. Yakni saat Kerajaan Karangasem berhasil memperluas pengaruhnya hingga ke Lombok.
Sekilas sejarahnya berasal dari sejarah pada saat Kerajaan Karangasem berhasil pengaruhnya sampai ke Sasak, Lombok. Kemudian dengan keberhasilannya suku Sasak tersebut, budayanya pun dipelajari di sana. Yakni ada budaya Sasak disebut dengan Cepung.
Koordinator Pementasan Cakepung di Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44 di Taman Budaya, Ida Made Basmadi mengakui jumlah orang yang terlibat pementasan cukup banyak. Saat tampil di PKB saja ada 36 orang.
Dalam pementasannya, Cakepung sebagian besar mempertontonkan olah vokal. “Saat pentas maupun latihan yang penting ada air. Kami pentas selama 1,5 jam lebih terus olah vokal. Maka itu bisa dikatakan tantangan pemain Cakepung,” jelasnya akhir pekan kemarin.
Selain soal generasi, Basmadi juga mengatakan, musik yang dipakai pun saat ini sudah dikembangkan. Dahulunya hanya mengandalkan suara dan suling. Bahkan sulingnya pun memiliki ciri khas tersendiri, dimana lubangnya hanya lima. Upaya untuk melestarikan seni Cakepung tetus dilakukan, meski harus diakui generasi muda tak banyak yang tertarik menekuni kesenian ini. Namun, Ida Made Basmadi berkeyakinan akan terus eksis kesenian Cakepung dan perlahan regenerasi bisa dilakukan, walaupun butuh waktu panjang.
Reporter: Putu Agus Adegrantika