24.8 C
Denpasar
Tuesday, March 28, 2023

Ini Rentetan Proses dari Nanem Dasar hingga Melaspas Rumah

SINGARAJA, BALI EXPRESS – Setelah nyakap karang dilaksanakan, ada tahapan lain sebelum membangun rumah yang dinamai nyukat karang.

Akademisi STAHN Mpu Kuturan Singaraja Made Gami Sandi Untara mengatakan, dalam Lontar Asta Kosala-Kosali disebutkan harus ngelarang caru nyukat karang. Tujuannya untuk memohon kepada panunggu karang yang disebut Hyang Butha Bhuana serta Butha Dengen. Hal ini dilakukan agar diizinkan untuk memanfaatkan tanah tersebut untuk karang paumahan.

Banten caru nyukat karang terdiri dari Caru Eka Sata yang memakai daging ayam brumbun yang diolah menjadi 33 tanding. Jangkep sapakaraning caru yang dihaturkan kepada Hyang Butha Bhuana. Segehan agung lengkap dengan tetabuhan yang dihaturkan kepada Sang Butha Dengen.

Selanjutnya upakara pekala hyang menggunakan sarana sesayut durmangala, prayascita mala, wangi-wangian selengkapnya.

“Setelah upacara tersebut dijalani dan memohon tirtha suci seperlunya, lalu caru tersebut ditanam nyatur desa. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan nyikut karang sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dan membuat lobang pangruak karang secukupnya,” paparnya.

Ritual selanjutnya adalah nanem dasar. Upacara ini menggunakan sarana bata merah yang dirajah berupa gambar bedawang nala, masurat Ang Kara. Ada pula sarana klungah nyuh gading mekasturi masurat Ongkara.

Baca Juga :  Sarasamuccaya (28) : Bisa Menasihati Diri

Di dalam kelapa gading diisi wangi-wangian, lenge wangi, burat wangi,dedes, kwangen keraras 11 katih, dibungkus dengan kain putih, yang diikat dengan benang empat warna (hitam, putih, kuning,merah) serta kwangen masesari 33 uang kepeng.

Canang atungkeb, tumpeng bang adandanan yang dilengkapi dengan raka-raka. Bata merah yang ditulis huruf dasaksara. Kwangen 1, diisi 11 uang kepeng, masurat Um Kara

Selanjutnya ngadegang Sanggah Surya diisi banten pamakuhan seperti daksina makercen 125 uang kepeng, pras, sodan putih kuning, betutu maulam ulem, raka geti, lenga wangi, dan dilengkapi dengan panyeneng.

Setelah semua rirual tetsebut selesai, pemilik rumah ngaturang bakti kepada seluruh bebanten yang akan dipendem menjadi dasar bangunan tersebut dengan tujuan nunas pemarisuda kepada Hyang Ibu Pertiwi, Sang Hyang Hayu, serta kepada Sang Ananta Bhoga.

Di samping itu, juga memohon pamarisuda kepada Sang Hyang Akasa, Sang Hyang Ciwa Sunia, Sang Hyang Bhuana, Kamulan, dan kepada Sang Hyang Prajapati.

Urutan nanem dasar. Tumpeng bang bata merah berupa bedawang nala, marajah ang kara.  Klungah nyuh gading yang dikasturi. Bata merah yang disurat dengan huruf dasaksara. Batu bulitan, kwangen berisi uang 11 kepeng. Barulah ditimbun dengan tanah urug. Setelah itu, proses membangun dapat mulai dilaksanakan sampai dengan finishing.

Baca Juga :  Bawaslu Bali Atensi Kasus Politik Uang

Jika pembangunan sudah usai, maka dilanjutkan dengan mamakuh. Upacara ini adalah proses pelaksanaan upacara setelah bangunan tersebut selesai dilaksanakan. Bangunan tersebut sudah dilakukan upacara pamakuhan dapat dilihat pada tiang rumah yang letaknya paling hulu, ataupun pada kaki kuda-kuda atap bangunan.

Adapun banten mamakuh yang dimaksud adalah beakala bea kaonan prayascita. Banten pamakuhan diantaranya peras panyeneng, ajuman, soda putih kuning memakai daging ayam betutu yang dibelah dari punggung, daksina arta 225 keteng, canang lenga wangi burat wangi, cang meraka, nyahnyah gula kelapa, tipat akelan. Sapsap dengan 33 pucuk daun alang-alang.

“Usai itu barulah dilanjutkan dengan upacara melaspas. Upacara ini adalah proses akhir dari kegiatan membangun. Banten pamelaspas dapat disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakatnya, bisa nista, madya dan utama,” pungkasnya.

 






Reporter: I Putu Mardika

SINGARAJA, BALI EXPRESS – Setelah nyakap karang dilaksanakan, ada tahapan lain sebelum membangun rumah yang dinamai nyukat karang.

Akademisi STAHN Mpu Kuturan Singaraja Made Gami Sandi Untara mengatakan, dalam Lontar Asta Kosala-Kosali disebutkan harus ngelarang caru nyukat karang. Tujuannya untuk memohon kepada panunggu karang yang disebut Hyang Butha Bhuana serta Butha Dengen. Hal ini dilakukan agar diizinkan untuk memanfaatkan tanah tersebut untuk karang paumahan.

Banten caru nyukat karang terdiri dari Caru Eka Sata yang memakai daging ayam brumbun yang diolah menjadi 33 tanding. Jangkep sapakaraning caru yang dihaturkan kepada Hyang Butha Bhuana. Segehan agung lengkap dengan tetabuhan yang dihaturkan kepada Sang Butha Dengen.

Selanjutnya upakara pekala hyang menggunakan sarana sesayut durmangala, prayascita mala, wangi-wangian selengkapnya.

“Setelah upacara tersebut dijalani dan memohon tirtha suci seperlunya, lalu caru tersebut ditanam nyatur desa. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan nyikut karang sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dan membuat lobang pangruak karang secukupnya,” paparnya.

Ritual selanjutnya adalah nanem dasar. Upacara ini menggunakan sarana bata merah yang dirajah berupa gambar bedawang nala, masurat Ang Kara. Ada pula sarana klungah nyuh gading mekasturi masurat Ongkara.

Baca Juga :  Mistis Sejak Penulisan, Gambarkan Orang yang Punya Ilmu Pengiwa

Di dalam kelapa gading diisi wangi-wangian, lenge wangi, burat wangi,dedes, kwangen keraras 11 katih, dibungkus dengan kain putih, yang diikat dengan benang empat warna (hitam, putih, kuning,merah) serta kwangen masesari 33 uang kepeng.

Canang atungkeb, tumpeng bang adandanan yang dilengkapi dengan raka-raka. Bata merah yang ditulis huruf dasaksara. Kwangen 1, diisi 11 uang kepeng, masurat Um Kara

Selanjutnya ngadegang Sanggah Surya diisi banten pamakuhan seperti daksina makercen 125 uang kepeng, pras, sodan putih kuning, betutu maulam ulem, raka geti, lenga wangi, dan dilengkapi dengan panyeneng.

Setelah semua rirual tetsebut selesai, pemilik rumah ngaturang bakti kepada seluruh bebanten yang akan dipendem menjadi dasar bangunan tersebut dengan tujuan nunas pemarisuda kepada Hyang Ibu Pertiwi, Sang Hyang Hayu, serta kepada Sang Ananta Bhoga.

Di samping itu, juga memohon pamarisuda kepada Sang Hyang Akasa, Sang Hyang Ciwa Sunia, Sang Hyang Bhuana, Kamulan, dan kepada Sang Hyang Prajapati.

Urutan nanem dasar. Tumpeng bang bata merah berupa bedawang nala, marajah ang kara.  Klungah nyuh gading yang dikasturi. Bata merah yang disurat dengan huruf dasaksara. Batu bulitan, kwangen berisi uang 11 kepeng. Barulah ditimbun dengan tanah urug. Setelah itu, proses membangun dapat mulai dilaksanakan sampai dengan finishing.

Baca Juga :  IHDN Denpasar Ceritakan Kisah Lubdaka dalam Bali Mandara Nawanatya

Jika pembangunan sudah usai, maka dilanjutkan dengan mamakuh. Upacara ini adalah proses pelaksanaan upacara setelah bangunan tersebut selesai dilaksanakan. Bangunan tersebut sudah dilakukan upacara pamakuhan dapat dilihat pada tiang rumah yang letaknya paling hulu, ataupun pada kaki kuda-kuda atap bangunan.

Adapun banten mamakuh yang dimaksud adalah beakala bea kaonan prayascita. Banten pamakuhan diantaranya peras panyeneng, ajuman, soda putih kuning memakai daging ayam betutu yang dibelah dari punggung, daksina arta 225 keteng, canang lenga wangi burat wangi, cang meraka, nyahnyah gula kelapa, tipat akelan. Sapsap dengan 33 pucuk daun alang-alang.

“Usai itu barulah dilanjutkan dengan upacara melaspas. Upacara ini adalah proses akhir dari kegiatan membangun. Banten pamelaspas dapat disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakatnya, bisa nista, madya dan utama,” pungkasnya.

 






Reporter: I Putu Mardika

Most Read

Artikel Terbaru