TABANAN, BALI EXPRESS – Isu alih fungsi lahan menjadi perhatian serius prajuru Desa Adat Apit Yeh, Desa Gunung Salak, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan. Sebagai bentuk perlindungan terhadap lahan persawahan yang ada di wewidangannya, prajuru desa adat setempat berupaya selektif menerima kehadiran pemodal atau investor.
Bahkan ketentuan adat sampai dibuat dalam bentuk pararem. Siapa pun pemodal atau investor yang memanfaatkan lahan pertanian diwajibkan menyediakan mata pencaharian atau lapangan pekerjaan untuk warga setempat.
Bendesa Adat Apit Yeh Anak Agung Made Subagia, menjelaskan bahwa hampir 80 persen krama adat setempat bekerja di bidang pertanian. Secara natural, potensi pertanian di Desa Adat Apit Yeh masih terjaga dengan baik. Namun prajuru adat setempat tidak menutup mata dengan berbagai kemungkinan yang terjadi sebagai dampak pembangunan dari waktu ke waktu.
Apalagi kawasan Desa Gunung Salak telah berstatus sebagai desa wisata. Bahkan surat keputusannya telah diterbitkan pada 2016 lalu. Secara tidak langsung, upaya perlindungan yang dilakukan melalui aturan adat tersebut sejalan dengan pengembangan program desa wisata.
“Misalkan investasi di bidang properti, baik untuk perorangan atau kolektif, seperti perumahan, namun tidak memberikan keuntungan bagi krama kami, itu dilarang,” jelasnya.
Reporter: Chairul Amri Simabur
TABANAN, BALI EXPRESS – Isu alih fungsi lahan menjadi perhatian serius prajuru Desa Adat Apit Yeh, Desa Gunung Salak, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan. Sebagai bentuk perlindungan terhadap lahan persawahan yang ada di wewidangannya, prajuru desa adat setempat berupaya selektif menerima kehadiran pemodal atau investor.
Bahkan ketentuan adat sampai dibuat dalam bentuk pararem. Siapa pun pemodal atau investor yang memanfaatkan lahan pertanian diwajibkan menyediakan mata pencaharian atau lapangan pekerjaan untuk warga setempat.
Bendesa Adat Apit Yeh Anak Agung Made Subagia, menjelaskan bahwa hampir 80 persen krama adat setempat bekerja di bidang pertanian. Secara natural, potensi pertanian di Desa Adat Apit Yeh masih terjaga dengan baik. Namun prajuru adat setempat tidak menutup mata dengan berbagai kemungkinan yang terjadi sebagai dampak pembangunan dari waktu ke waktu.
Apalagi kawasan Desa Gunung Salak telah berstatus sebagai desa wisata. Bahkan surat keputusannya telah diterbitkan pada 2016 lalu. Secara tidak langsung, upaya perlindungan yang dilakukan melalui aturan adat tersebut sejalan dengan pengembangan program desa wisata.
“Misalkan investasi di bidang properti, baik untuk perorangan atau kolektif, seperti perumahan, namun tidak memberikan keuntungan bagi krama kami, itu dilarang,” jelasnya.
Reporter: Chairul Amri Simabur