MANGUPURA, BALI EXPRESS – Desa Adat Batu Lantang, Desa Sulangai, Kecamatan Petang, Badung, Bali, memiliki sebuah tarian sakral yang bernama Tari Baris Babuang. Tarian ini hanya bisa dibawakan oleh masyarakat yang masih perjaka, biasanya dipentaskan setiap pujawali mejaba jero atau menggunakan sarana bebangkit di seluruh pura yang ada di setempat.
Bendesa Adat Batu Lantang I Rai Ardana mengatakan, Tari Baris Babuang ditarikan secara berkelompok yang ditarikan 8 orang penari laki-laki. Hanya saja untuk penari mempunyai persyaratan wajib, yakni masih perjaka.
“Tarian ini merupakan tarian sakral sehingga saat para penari harus masih suci. Para yowana kami pun tidak berani ngayah menari kalau merasa tidak suci,” ujar Ardana saat dikonfirmasi Kamis (13/1).
Menurutnya, dalam tarian ini menggunakan pakaian berwarna poleng (hitam dan putih) dengan tepi berwarna merah. Selain itu juga memakai celana panjang berwarna merah dan memakai pusuh biu yang digigit di mulutnya sebagai penggambaran gigi taring. Saat dipentaskan penarinya membawa blecong atau bongkot (tangkai pohon kecombrang) sebagai pengganti tombak.
Reporter: I Putu Resa Kertawedangga
MANGUPURA, BALI EXPRESS – Desa Adat Batu Lantang, Desa Sulangai, Kecamatan Petang, Badung, Bali, memiliki sebuah tarian sakral yang bernama Tari Baris Babuang. Tarian ini hanya bisa dibawakan oleh masyarakat yang masih perjaka, biasanya dipentaskan setiap pujawali mejaba jero atau menggunakan sarana bebangkit di seluruh pura yang ada di setempat.
Bendesa Adat Batu Lantang I Rai Ardana mengatakan, Tari Baris Babuang ditarikan secara berkelompok yang ditarikan 8 orang penari laki-laki. Hanya saja untuk penari mempunyai persyaratan wajib, yakni masih perjaka.
“Tarian ini merupakan tarian sakral sehingga saat para penari harus masih suci. Para yowana kami pun tidak berani ngayah menari kalau merasa tidak suci,” ujar Ardana saat dikonfirmasi Kamis (13/1).
Menurutnya, dalam tarian ini menggunakan pakaian berwarna poleng (hitam dan putih) dengan tepi berwarna merah. Selain itu juga memakai celana panjang berwarna merah dan memakai pusuh biu yang digigit di mulutnya sebagai penggambaran gigi taring. Saat dipentaskan penarinya membawa blecong atau bongkot (tangkai pohon kecombrang) sebagai pengganti tombak.
Reporter: I Putu Resa Kertawedangga