26.5 C
Denpasar
Wednesday, May 31, 2023

Pemeditasi Tak Punya Hak Membenci Orang  

DENPASAR, BALI, EXPRES – Ketika orang diminta mendoakan orang yang membencinya, selaksa tanya langsung berkecamuk dihatinya. Kenapa kita harus hilangkan yang membenci kita? Bagaimana kalau yang membenci itu tak pernah mau menghilangkan kebenciannya? Dan, bagaimana caranya menghilangkan lewat meditasi?

Kasus yang sangat lumrah, kalau seseorang benci dengan rekan atau lainnya, karena orang yang dibenci bisa jadi melakukan kesalahan. Itu yang biasa dan bisa menjadi alasannya. “Namun, kalau mereka tidak mau menghilangkan kebenciannya, kita jangan mau menghilangkan rasa kasih sayang kita,” urai Acharya Darmayasa.

Ditekankannya, kita harus menghilangkan atau memaafkan yang membenci kita, karena memang harus dihilangkan. “Dia punya ego, kita punya ego. Hanya bedanya, ego dia arahkan lain, dan ego kita titian jalannya di jalan yang indah, dan tujuan arahnya juga tujuan yang indah dan mulia,” paparnya.

Acharya Darmayasa mengatakan,  hak kita hanya mengasihi yang lain, kita tidak mempunyai hak untuk membenci orang lain. “Jika kita ikut membenci mereka, apa bedanya kita dengan orang yang mengisi dirinya dengan kebencian? Mengisi diri dengan kebencian sama dengan mengubur diri dalam keburukan,” urainya. Segala nasib baik, rezeki, dan segala kemuliaan, lanjutnya, akan menjauh dari diri orang yang menanam kebencian di dalam hatinya

Baca Juga :  Odalan di Kahyangan Tiga, Banyuasri Gelar Tradisi Megibung

Bagaimana caranya menghilangkan lewat meditasi? “Kita arah luruskan praktik meditasi kita, yaitu bukan untuk mencari kegaiban, kesaktian, dan lain sebagainya yang merupakan ‘anak-cucu’ dari keinginan material seperti itu. Melainkan arahkan tujuan meditasi kita untuk menjadi makhluk mulia yang dipenuhi dengan sifat pengampunan,” paparnya.

Ditekankannya, di dalam sifat pengampunan tercercer segala berlian kebaikan dan kemuliaan. Semua akan datang dengan sendirinya kepada orang orang yang memegang ketat jiwa pengampunan di dalam dirinya.

Selesai meditasi, pemeditasi tersebut harus mendoakan orang yang memusuhinya itu. Setelah itu ia boleh mendoakan keluarga dan lainnya. “Membenci bukanlah hak, namun kekeliruan,” ujarnya. Biasanya, orang orang yang membenci yang lain, mereka memiliki dua gudang lebih kesalahan dari orang yang dibencinya, dan tentu tidak semuanya akan seperti itu.

Selain itu, kebencian hanya mengarahkan keburukan dari si pembenci, dan kebencian maupun permusuhan bukanlah cara orang bijak menyelesaikan permasalahan. Mereka akan memilih cara duduk bersama dalam kasih kekeluargaan untuk menyelesaikan permasalahan. Itu cara indah, dan itu cara leluhur Bali kita. Dengan cara seperti itu, kita akan tetap menjaga persahabatan dan kekeluargaan untuk menjadi lebih baik dan lebih membahagiakan, dari pada bermusuhan selama hidup.

Baca Juga :  Bangkitkan Kecantikan dari Dalam dengan Giok dan Energi Ghanta

“Meditasi kita akan memberikan hasil tanpa usaha keras. Meditasi akan menjadi amerta penuntun atma menuju kedamaian dan kebahagiaan. Meditasi seindah apa pun dilakukan, tetapi jika ia disertai kebencian, bukan hanya kegagalan, melainkan  hasil terbalik yang akan didapatkan,” urainya. 

Bila sudah melakukan, memaafkan, mendoakan, yang didoakan tidak juga berubah, bagaimana jalan yg mesti di tempuh? Berhenti mendoakan? atau terus dilakukan, dan sampai kapan? Adakah batasannya? “Tetap harus dilakukan karena kebaikan dan kemuliaan itu tidak ada titik akhir. Yang membatasi hanyalah badan ‘tumpangan’ kita ini. Setelah atma tidak lagi punya tumpangan alias badan alias meninggal, maka kita kehilangan kesempatan berharga sebagai seorang manusia. Hanya manusia yang bisa melakukan kemuliaan untuk mengangkat diri dan yang lain pada tingkat kehidupan yang lebih mulia,” urainya.

Seperti Sarasamuccaya mengatakan : Hendaknya orang memanfaatkan kesempatan menjadi manusia, karena menjadi manusia itu kesempatan yang sangat langka. Selain itu, hidup ini sangat singkat. Jangan lewatkan dalam permusuhan dan kebencian, melainkan dalam ketekunan melakukan kemuliaan yang dinamakan dharma-sadhana (matangnyan pongakena ya ri kagawayanning dharmasadhana)

)*Master Meditasi Angka, Pengajar Veda, penerjemah Bhagavad Gita.


DENPASAR, BALI, EXPRES – Ketika orang diminta mendoakan orang yang membencinya, selaksa tanya langsung berkecamuk dihatinya. Kenapa kita harus hilangkan yang membenci kita? Bagaimana kalau yang membenci itu tak pernah mau menghilangkan kebenciannya? Dan, bagaimana caranya menghilangkan lewat meditasi?

Kasus yang sangat lumrah, kalau seseorang benci dengan rekan atau lainnya, karena orang yang dibenci bisa jadi melakukan kesalahan. Itu yang biasa dan bisa menjadi alasannya. “Namun, kalau mereka tidak mau menghilangkan kebenciannya, kita jangan mau menghilangkan rasa kasih sayang kita,” urai Acharya Darmayasa.

Ditekankannya, kita harus menghilangkan atau memaafkan yang membenci kita, karena memang harus dihilangkan. “Dia punya ego, kita punya ego. Hanya bedanya, ego dia arahkan lain, dan ego kita titian jalannya di jalan yang indah, dan tujuan arahnya juga tujuan yang indah dan mulia,” paparnya.

Acharya Darmayasa mengatakan,  hak kita hanya mengasihi yang lain, kita tidak mempunyai hak untuk membenci orang lain. “Jika kita ikut membenci mereka, apa bedanya kita dengan orang yang mengisi dirinya dengan kebencian? Mengisi diri dengan kebencian sama dengan mengubur diri dalam keburukan,” urainya. Segala nasib baik, rezeki, dan segala kemuliaan, lanjutnya, akan menjauh dari diri orang yang menanam kebencian di dalam hatinya

Baca Juga :  Loloh Cemcem Penglipuran Diusulkan sebagai Warisan Budaya

Bagaimana caranya menghilangkan lewat meditasi? “Kita arah luruskan praktik meditasi kita, yaitu bukan untuk mencari kegaiban, kesaktian, dan lain sebagainya yang merupakan ‘anak-cucu’ dari keinginan material seperti itu. Melainkan arahkan tujuan meditasi kita untuk menjadi makhluk mulia yang dipenuhi dengan sifat pengampunan,” paparnya.

Ditekankannya, di dalam sifat pengampunan tercercer segala berlian kebaikan dan kemuliaan. Semua akan datang dengan sendirinya kepada orang orang yang memegang ketat jiwa pengampunan di dalam dirinya.

Selesai meditasi, pemeditasi tersebut harus mendoakan orang yang memusuhinya itu. Setelah itu ia boleh mendoakan keluarga dan lainnya. “Membenci bukanlah hak, namun kekeliruan,” ujarnya. Biasanya, orang orang yang membenci yang lain, mereka memiliki dua gudang lebih kesalahan dari orang yang dibencinya, dan tentu tidak semuanya akan seperti itu.

Selain itu, kebencian hanya mengarahkan keburukan dari si pembenci, dan kebencian maupun permusuhan bukanlah cara orang bijak menyelesaikan permasalahan. Mereka akan memilih cara duduk bersama dalam kasih kekeluargaan untuk menyelesaikan permasalahan. Itu cara indah, dan itu cara leluhur Bali kita. Dengan cara seperti itu, kita akan tetap menjaga persahabatan dan kekeluargaan untuk menjadi lebih baik dan lebih membahagiakan, dari pada bermusuhan selama hidup.

Baca Juga :  Batu Megaang, Batu Berjalan di Pucaksari yang Konon Bertuah

“Meditasi kita akan memberikan hasil tanpa usaha keras. Meditasi akan menjadi amerta penuntun atma menuju kedamaian dan kebahagiaan. Meditasi seindah apa pun dilakukan, tetapi jika ia disertai kebencian, bukan hanya kegagalan, melainkan  hasil terbalik yang akan didapatkan,” urainya. 

Bila sudah melakukan, memaafkan, mendoakan, yang didoakan tidak juga berubah, bagaimana jalan yg mesti di tempuh? Berhenti mendoakan? atau terus dilakukan, dan sampai kapan? Adakah batasannya? “Tetap harus dilakukan karena kebaikan dan kemuliaan itu tidak ada titik akhir. Yang membatasi hanyalah badan ‘tumpangan’ kita ini. Setelah atma tidak lagi punya tumpangan alias badan alias meninggal, maka kita kehilangan kesempatan berharga sebagai seorang manusia. Hanya manusia yang bisa melakukan kemuliaan untuk mengangkat diri dan yang lain pada tingkat kehidupan yang lebih mulia,” urainya.

Seperti Sarasamuccaya mengatakan : Hendaknya orang memanfaatkan kesempatan menjadi manusia, karena menjadi manusia itu kesempatan yang sangat langka. Selain itu, hidup ini sangat singkat. Jangan lewatkan dalam permusuhan dan kebencian, melainkan dalam ketekunan melakukan kemuliaan yang dinamakan dharma-sadhana (matangnyan pongakena ya ri kagawayanning dharmasadhana)

)*Master Meditasi Angka, Pengajar Veda, penerjemah Bhagavad Gita.


Most Read

Artikel Terbaru