BANGLI, BALI EXPRESS -Ritual Naur Kelaci jadi rangkaian akhir dari upacara pernikahan yang dilakukan warga di Desa Adat Subaya, Kecamatan Kintamani, Bangli. Ritual ini dilaksanakan oleh krama yang sudah menikah untuk membersihkan desa yang dinilai leteh (kotor) karena ada orang yang baru menjalani kehidupan berumah tangga.
Pelaksanaan ritual Naur Kelaci dipusatkan di Pura Bale Agung. Masing-masing tahapan pelaksanaan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu nista mandala, madya mandala, dan utama mandala.
Perbekel Desa Subaya Nyoman Diantara menjelaskan, prosesi Naur Kelaci dimulai dari nista mandala. Bagian ini merupakan areal paling luar dari pura yang merupakan jaba pisan (halaman luar) yang dianggap oleh masyarakat Desa Subaya areal yang tidak suci. Sehingga pada halaman tersebut saat upacara Naur Kelaci digunakan sebagai tempat untuk menimbang babi yang akan digunakan sarana upacara, memerciki air suci terhadap babi tersebut, hingga menyembelih.
Selanjutnya memasuki areal madya mandala yaitu jaba tengah (areal tengah pura) yang dianggap oleh masyarakat setempat sebagai tempat beraktivitas keagamaan. Tempat tersebut sudah termasuk areal yang suci.
“Pada saat upacara Naur Kelaci tempat tersebut dipergunakan sebagai tempat untuk membuat banten Kelaci, penimbangan bumbu-bumbu dapur, perebusan daging babi yang telah disembelih tadi, penyusunan banten Kelaci, dan sebagai tempat pembagian Kawesan setelah upacara Naur Kelaci usai dilaksanakan,” katanya lagi.
Sedangkan tempat terakhir Naur Kelaci yaitu pada bagian utama mandala. Halaman ini merupakan areal yang paling suci dari Pura Bale Agung. Pada saat upacara Naur Kelaci tempat tersebut dipergunakan sebagai tempat terakhir dalam rangkaian upacara, yaitu untuk tempat matur piuning.
“Selain itu sebagai tempat menghaturkan sesajen Naur Kelaci seperti banten urip dan sarana lainnya yang dipersembahkan. Termasuk digunakan untuk tempat persembahyangan oleh warga yang membayarkan Kelaci,” pungkasnya.
Reporter: I Putu Mardika
BANGLI, BALI EXPRESS -Ritual Naur Kelaci jadi rangkaian akhir dari upacara pernikahan yang dilakukan warga di Desa Adat Subaya, Kecamatan Kintamani, Bangli. Ritual ini dilaksanakan oleh krama yang sudah menikah untuk membersihkan desa yang dinilai leteh (kotor) karena ada orang yang baru menjalani kehidupan berumah tangga.
Pelaksanaan ritual Naur Kelaci dipusatkan di Pura Bale Agung. Masing-masing tahapan pelaksanaan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu nista mandala, madya mandala, dan utama mandala.
Perbekel Desa Subaya Nyoman Diantara menjelaskan, prosesi Naur Kelaci dimulai dari nista mandala. Bagian ini merupakan areal paling luar dari pura yang merupakan jaba pisan (halaman luar) yang dianggap oleh masyarakat Desa Subaya areal yang tidak suci. Sehingga pada halaman tersebut saat upacara Naur Kelaci digunakan sebagai tempat untuk menimbang babi yang akan digunakan sarana upacara, memerciki air suci terhadap babi tersebut, hingga menyembelih.
Selanjutnya memasuki areal madya mandala yaitu jaba tengah (areal tengah pura) yang dianggap oleh masyarakat setempat sebagai tempat beraktivitas keagamaan. Tempat tersebut sudah termasuk areal yang suci.
“Pada saat upacara Naur Kelaci tempat tersebut dipergunakan sebagai tempat untuk membuat banten Kelaci, penimbangan bumbu-bumbu dapur, perebusan daging babi yang telah disembelih tadi, penyusunan banten Kelaci, dan sebagai tempat pembagian Kawesan setelah upacara Naur Kelaci usai dilaksanakan,” katanya lagi.
Sedangkan tempat terakhir Naur Kelaci yaitu pada bagian utama mandala. Halaman ini merupakan areal yang paling suci dari Pura Bale Agung. Pada saat upacara Naur Kelaci tempat tersebut dipergunakan sebagai tempat terakhir dalam rangkaian upacara, yaitu untuk tempat matur piuning.
“Selain itu sebagai tempat menghaturkan sesajen Naur Kelaci seperti banten urip dan sarana lainnya yang dipersembahkan. Termasuk digunakan untuk tempat persembahyangan oleh warga yang membayarkan Kelaci,” pungkasnya.
Reporter: I Putu Mardika