26.5 C
Denpasar
Sunday, April 2, 2023

Puja Ratu Manik Ceraki, 66 Orang Pria Tarikan Rejang Tegak

BULELENG, BALI EXPRESS-Karya Gede yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali di Pura Puseh Desa, Desa Adat Busungbiu, Kecamatan Busungbiu, Buleleng menjadi istimewa dengan pementasan Tari Rejang Tegak. Tarian yang ditarikan sebanyak 66 orang ini diyakini untuk memuja Ratu Manik Ceraki sebagai dewi kesuburan.

Kelian Adat Busungbiu Gede Yasa mengatakan, Desa Busungbiu merupakan kawasan pertanian dengan kebun kopi dan sawah yang luas. Adanya lahan yang luas membuat mayoritas masyarakat Desa Busungbiu menggantungkan hidupnya sebagai pekebun dan petani padi.

Saat bercocok tanam, mereka memulainya dengan meminta restu di Pura Puseh Desa. Hal yang sama terjadi ketika mereka melakukan ritual mempersembahkan hasil panen sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan panen yang telah mereka nikmati.

Saat upacara dilaksanakan, masyarakat mempersembahkan sesaji yang diiringi dengan Tari Rejang Tegak. Ini dilaksanakan oleh masyarakat setiap lima tahun sekali. Upacara ritual besar disebut upacara Karya Gede.

“Upacara Karya Gede merupakan upacara lima tahunan berupa ritual penyucian yang dilakukan secara besar-besaran oleh masyarakat Desa Busungbiu di Pura Puseh Desa dengan beragam sarana bebantenan,” jelas Gede Yasa belum lama ini.

Baca Juga :  Hindu Tak Susah, Pengantin Beda Negara Nikah di Taman Prakerti Bhuana

Banten berisi buah-buahan tersebut nantinya dibagikan kepada semua penari Rejang Tegak. Tradisi ini merupakan simbol berkah dari dewi kesuburan. Berdasarkan kepercayaan, para penari sangat senang jika mendapatkan buah dari sesajen tersebut.

Banten disiapkan oleh krama subak sebagai persembahan di depan tempat pemujaan dewi kesuburan, yang dikenal dengan nama Ratu Manik Ceraki. Ritual persembahan dipimpin oleh pamangku Pura Puseh Desa.

Upacara diawali dengan doa bersama yang dipimpin para pamangku di depan tempat pemujaan Ratu Manik Ceraki. Kemudian para penari Rejang Tegak mulai berbaris menjadi dua baris di sisi kiri tempat pemujaan untuk bersiap mementaskan tarian.

Dikatakan Gede Yasa, masyarakat begitu antusias dalam mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan Tari Rejang Tegak. Setiap subak yang terlibat dalam upacara itu berbaris dan menari.

Setelah penari siap pada posisinya, para pamangku di jeroan pura memasuki area jaba tengah. Di depan tempat pemujaan Ratu Manik Ceraki, salah seorang pamangku memercikkan tirta kepada para penari Rejang Tegak. Kemudian para penabuh mulai membawakan gending-gending rerejangan (alat musik) dan disusul dengan lagu Sekar Emas.

Baca Juga :  Bendesa Adat Linggawana Dipilih dari Satu Keluarga

Tari Rejang Tegak di Desa Busungbiu memiliki proses penyucian tersendiri yang membuat tari tersebut tergolong ke dalam kelompok tari sakral. Pada awal tarian, para penari wajib melalui proses penyucian dengan melakukan upacara prayascita (penyucian).

Selain itu, untuk mengakhiri Tari Rejang Tegak, mereka melakukan upacara ngelebar (memohon berkah) bagi para dewa yang mengadakan Pura Puseh Desa. Walaupun tarian tersebut termasuk tarian sakral yang penampilannya sederhana, namun  sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan Karya Gede.

Dikatakan Gede Yasa, Tari Rejang Tegak dibawakan oleh penari laki-laki dewasa yang merupakan keturunan penduduk asli Desa Busungbiu yang dahulunya berjumlah 66 kepala keluarga. “Para penari yang terdiri dari penari pria berjalan mengelilingi bale lantang yang terletak di pelataran tengah Pura Puseh Desa di desa setempat,” ungkapnya.






Reporter: I Putu Mardika

BULELENG, BALI EXPRESS-Karya Gede yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali di Pura Puseh Desa, Desa Adat Busungbiu, Kecamatan Busungbiu, Buleleng menjadi istimewa dengan pementasan Tari Rejang Tegak. Tarian yang ditarikan sebanyak 66 orang ini diyakini untuk memuja Ratu Manik Ceraki sebagai dewi kesuburan.

Kelian Adat Busungbiu Gede Yasa mengatakan, Desa Busungbiu merupakan kawasan pertanian dengan kebun kopi dan sawah yang luas. Adanya lahan yang luas membuat mayoritas masyarakat Desa Busungbiu menggantungkan hidupnya sebagai pekebun dan petani padi.

Saat bercocok tanam, mereka memulainya dengan meminta restu di Pura Puseh Desa. Hal yang sama terjadi ketika mereka melakukan ritual mempersembahkan hasil panen sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan panen yang telah mereka nikmati.

Saat upacara dilaksanakan, masyarakat mempersembahkan sesaji yang diiringi dengan Tari Rejang Tegak. Ini dilaksanakan oleh masyarakat setiap lima tahun sekali. Upacara ritual besar disebut upacara Karya Gede.

“Upacara Karya Gede merupakan upacara lima tahunan berupa ritual penyucian yang dilakukan secara besar-besaran oleh masyarakat Desa Busungbiu di Pura Puseh Desa dengan beragam sarana bebantenan,” jelas Gede Yasa belum lama ini.

Baca Juga :  Nurasa: Kami (Penekun Sampradaya) dari Dulu Tolak Tradisi Asing

Banten berisi buah-buahan tersebut nantinya dibagikan kepada semua penari Rejang Tegak. Tradisi ini merupakan simbol berkah dari dewi kesuburan. Berdasarkan kepercayaan, para penari sangat senang jika mendapatkan buah dari sesajen tersebut.

Banten disiapkan oleh krama subak sebagai persembahan di depan tempat pemujaan dewi kesuburan, yang dikenal dengan nama Ratu Manik Ceraki. Ritual persembahan dipimpin oleh pamangku Pura Puseh Desa.

Upacara diawali dengan doa bersama yang dipimpin para pamangku di depan tempat pemujaan Ratu Manik Ceraki. Kemudian para penari Rejang Tegak mulai berbaris menjadi dua baris di sisi kiri tempat pemujaan untuk bersiap mementaskan tarian.

Dikatakan Gede Yasa, masyarakat begitu antusias dalam mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan Tari Rejang Tegak. Setiap subak yang terlibat dalam upacara itu berbaris dan menari.

Setelah penari siap pada posisinya, para pamangku di jeroan pura memasuki area jaba tengah. Di depan tempat pemujaan Ratu Manik Ceraki, salah seorang pamangku memercikkan tirta kepada para penari Rejang Tegak. Kemudian para penabuh mulai membawakan gending-gending rerejangan (alat musik) dan disusul dengan lagu Sekar Emas.

Baca Juga :  Ada Istana Misterius di Pura Pendem yang Dibangun Pedagang China

Tari Rejang Tegak di Desa Busungbiu memiliki proses penyucian tersendiri yang membuat tari tersebut tergolong ke dalam kelompok tari sakral. Pada awal tarian, para penari wajib melalui proses penyucian dengan melakukan upacara prayascita (penyucian).

Selain itu, untuk mengakhiri Tari Rejang Tegak, mereka melakukan upacara ngelebar (memohon berkah) bagi para dewa yang mengadakan Pura Puseh Desa. Walaupun tarian tersebut termasuk tarian sakral yang penampilannya sederhana, namun  sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan Karya Gede.

Dikatakan Gede Yasa, Tari Rejang Tegak dibawakan oleh penari laki-laki dewasa yang merupakan keturunan penduduk asli Desa Busungbiu yang dahulunya berjumlah 66 kepala keluarga. “Para penari yang terdiri dari penari pria berjalan mengelilingi bale lantang yang terletak di pelataran tengah Pura Puseh Desa di desa setempat,” ungkapnya.






Reporter: I Putu Mardika

Most Read

Artikel Terbaru