AMLAPURA, BALI EXPRESS — Selain pelaksanaan tradisi Neruna, ada satu lagi rangkaian akhir Aci Usaba Goreng di Desa Adat Geriana Kangin, Desa Duda Utara, Kecamatan Selat, Karangasem. Upacara besar tersebut juga ditutup dengan ritual Matigtig atau Siat Sampian.
Bendesa Adat Geriana Kangin, Jro I Ketut Yasa mengatakan, ritual Siat Sampian dilaksanakan pada upacara Parejangan Sipungkur atau tahapan terakhir upacara Aci Usaba Goreng.
Siat sampian juga memiliki makna dari sisi sekala maupun niskala. Dari sisi niskala, Matigtig bisa sebagai simbol ngayab atau pelengkap apabila dalam pelaksanaan Usaba, ada sarana upacara yang kurang. Sehingga melalui Matigtig, kekurangan tersebut dapat sekaligus dilengkapi.
Pelaksanaannya juga sebagai somia (menyeimbangkan) Bhuta Kala atau menetralisasi kekuatan negatif, sehingga seluruh rangkaian ritual bisa berjalan dengan baik dan lancar.
“Dari sisi sekala, ritual Siat Sampian dimaknai sebagai ungkapan rasa suka-cita, karena selama proses upacara Aci Usaba Goreng tidak ada hambatan. Upacara sudah berjalan dengan baik dan lancar sejak awal tahapannya,” ucapnya.
Dijelaskannya, Siat Sampian ini hanya bisa diikuti Jero Desa Pemucu yang berjumlah 28 orang. Rentetannya pun juga dilakukan dengan beragam upacara lainnya.
Sebelum ritual Matigtig dimulai, terlebih dulu diawali ritual mendet atau matabuh dengan sarana tuak, arak dan air.
Mendet dilakukan beberapa kali oleh seluruh peserta Matigtig, yaitu Jero Desa Sangkepan berjumlah 28 orang. Begitu patabuhan terakhir ditumpahkan, seluruh peserta atau Jero Desa Sangkepan kemudian berlari menuju tembok area utama Pura Puseh Desa Adat Geriana Kangin untuk mengambil Sampian yang telah diupacarai.
Begitu berhasil meraih Sampian tersebut, puluhan orang Desa Sangkepan kemudian langsung saling menyerang. “Ritual Siat Sampian ini menyerupai perang, tapi senjata yang digunakan adalah Sampian berbahan daun kelapa muda (janur),” pungkas Ketut Yasa.