26.5 C
Denpasar
Wednesday, June 7, 2023

Fungsi Tepung Tawar; Penetralisir Dasa Mala dan Penolak Bala

BALI EXPRESS, SINGARAJA – Tepung Tawar adalah sarana penawar atau penetralisasi dalam meruwat sifat tidak baik menjadi sifat yang baik, agar dapat mempermudah mencapai kemakmuran. Tepung tawar merupakan salah satu sarana upakara yang selalu ada saat pelaksanaan yadnya.

Menurut Ketut Agus Nova, S.Fil.H, M.Ag yang akrab disebut Jro Anom, menjelaskan, penggunaan tepung tawar dalam suatu upakara merupakan sebuah keharusan, baik dalam manusa yadnya, dewa yadnya, bhuta yadnya, Rsi Yadnya maupun pitra yadnya.
“Kalau dilihat secara seksama, bahan tepung tawar umumnya berbeda-beda di tiap daerah. Namun tujuannya sama yaitu berfungsi sebagai pembersih dan menolak bala. Bahan tepung tawar ada yang manggunakan beras dicampur kunyit, daun dapdap dan kelapa parut,” ujar Jro Anom kepada Bali Express, akhir pekan kemarin.
Jro Anom menyebutkan, penggunaan tepung tawar ini ditempatkan pada pasucian atau panyeneng, bersama dengan segau, kekosok, sesarik, dan benang tukelan. Jika dilihat semua bahan itu berfungsi sebagai pembersih. Sebab, bisa dilihat dari mantram yang dipergunakan saat mareresik dengan tepung tawar. “Om Sajnya asta sastra, empu sarining tepung tawar amunahaken, segau agluaraken sebel kandel lara roga baktan-Mu”. Artinya, Om Hyang Widdhi dengan kuasa delapan kekuatan-Mu, tepung tawar memusnahkan abu nasi (segau), mengeluarkan kotoran yang lekat, kedukaan dan penyakit para penyembah-Mu.
Ditambahkan Jro Anom, bahan utama yang wajib ada pada pembuatan tepung tawar adalah daun dapdap. Sebab, dosen STAHN Mpu Kuturan Singaraja menyebut bahwa daun dapdap mengandung asta sastra yang disamakan dengan Asta Aiswarya, sehingga dapat melenyapkan sebel kandel.
“Sebel kandel ini suatu keadaan tidak suci menurut pandangan Agama Hindu yang disebabkan karena kematian, menstruasi, melahirkan anak, keguguran kandungan. Selain itu, juga karena pawiwahan atau perkawinan, gamia-gamana, salah timpal, hamil diluar nikah, berzina, bayi lahir di mana ayah-ibunya belum menikah, sakit gede. Ini harus dilenyapkan dengan mareresik tepung tawar,”ujarnya.
Jro Anom mengungkapkan,  dalam agama Hindu terdapat sepuluh kotoran  ( dasa mala)  yang lekat pada diri manusia yang hendaknya selalu dibersihkan, seperti Tandri (malas), kleda (suka menunda-nunda), teja (pikiran gelap), kulina (sombong,suka menghina/ menyakiti hati orang), kuhaka (keras kepala), metraya (sombong dan berbohong/ melebih-lebihkan), megata (kejam), ragastri (suka berzina), bhaksa bhuwana (suka membuat orang lain melarat),  dan kimburu (senang menipu). “Selain Dasa Mala, juga ada Tri Mala yaitu tiga macam kotoran dan kebatilan jiwa manusia akibat pengaruh negatif dan nafsu yang sering tidak dapat terkendalikan dan sangat bertentangan dengan etika kesusilaan. Juga harus dibersihkan segala lara (duka) dan roga (penyakit),” bebernya.
Mengapa daun dadap dipilih sebagai bahan tepung tawar? Jro Anom mengatakan, jika dikaitkan dengan konsep Taru Pramana, pohon dapdap adalah kayu sakti. Dimaksud kayu sakti karena bisa dijadikan sebagai alat untuk tulus lumbung atau pembuatan palinggih untuk sementara. Pohon dapdap juga bisa dipergunakan sebagai padambel untuk upacara potong gigi. Menariknya, secara filosofis, kayu dapdap dijadikan sebagai senjata para Dewa.
“Terpenting daun dapdap dijadikan sebagai pareresik. Pereresik itu berarti sebagai pembersih. Pembersih yang dimaksud itu secara niskala. Jika secara sekala badan kita dibersihkan dengan air, maka secara niskala dibersihkan dengan daun dapdap ini,” imbuhnya.
Lebih lanjut dijelaskan Jro Anom, penggunaan tepung tawar memang untuk menyucikan, baik bhuana agung (alam semesta)  dan bhuana alit (badan manusia). “Dalam upacara yadnya, selalu ada pareresik. Disinilah fungsi tepung tawar dalam banyu awangan untuk penyucian dengan menggunakan lis,” jelasnya.
Bila merujuk dari arti secara etimologis, pria asal Desa Kekeran, Kecamatan Busungbiu ini, mengungkapkan bila tepung sendiri berasal dari buah padi. Padi lambang Dewi Sri, juga  personifikasi Dewi Kemakmuran. Beras berwarna putih dan kuning kunyit sebagai lambang dari keseimbangan hidup manusia. Sedangkan daun dapdap untuk menjaga keseimbangan-keseimbangan Tri Hita Karana dan rwa bhineda. “Dengan demikian, maka yang diharapkan dari penggunaan tepung tawar di setiap yadnya adalah untuk meruwat. Mengubah dari sifat yang kurang baik menjadi lebih baik. Inilah yang harus selalu diusahakan oleh setiap orang agar selama hidupnya di dunia ini selalu mengalami perubahan kearah kemajuan, baik dalam urusan dunia maupun dalam urusan rohani, atau gelar urip dan gelar patinya hendaknya seimbang,” tegasnya.

Baca Juga :  Budaya Agraris, Berkaitan dengan Seluruh Jenis Upacara

BALI EXPRESS, SINGARAJA – Tepung Tawar adalah sarana penawar atau penetralisasi dalam meruwat sifat tidak baik menjadi sifat yang baik, agar dapat mempermudah mencapai kemakmuran. Tepung tawar merupakan salah satu sarana upakara yang selalu ada saat pelaksanaan yadnya.

Menurut Ketut Agus Nova, S.Fil.H, M.Ag yang akrab disebut Jro Anom, menjelaskan, penggunaan tepung tawar dalam suatu upakara merupakan sebuah keharusan, baik dalam manusa yadnya, dewa yadnya, bhuta yadnya, Rsi Yadnya maupun pitra yadnya.
“Kalau dilihat secara seksama, bahan tepung tawar umumnya berbeda-beda di tiap daerah. Namun tujuannya sama yaitu berfungsi sebagai pembersih dan menolak bala. Bahan tepung tawar ada yang manggunakan beras dicampur kunyit, daun dapdap dan kelapa parut,” ujar Jro Anom kepada Bali Express, akhir pekan kemarin.
Jro Anom menyebutkan, penggunaan tepung tawar ini ditempatkan pada pasucian atau panyeneng, bersama dengan segau, kekosok, sesarik, dan benang tukelan. Jika dilihat semua bahan itu berfungsi sebagai pembersih. Sebab, bisa dilihat dari mantram yang dipergunakan saat mareresik dengan tepung tawar. “Om Sajnya asta sastra, empu sarining tepung tawar amunahaken, segau agluaraken sebel kandel lara roga baktan-Mu”. Artinya, Om Hyang Widdhi dengan kuasa delapan kekuatan-Mu, tepung tawar memusnahkan abu nasi (segau), mengeluarkan kotoran yang lekat, kedukaan dan penyakit para penyembah-Mu.
Ditambahkan Jro Anom, bahan utama yang wajib ada pada pembuatan tepung tawar adalah daun dapdap. Sebab, dosen STAHN Mpu Kuturan Singaraja menyebut bahwa daun dapdap mengandung asta sastra yang disamakan dengan Asta Aiswarya, sehingga dapat melenyapkan sebel kandel.
“Sebel kandel ini suatu keadaan tidak suci menurut pandangan Agama Hindu yang disebabkan karena kematian, menstruasi, melahirkan anak, keguguran kandungan. Selain itu, juga karena pawiwahan atau perkawinan, gamia-gamana, salah timpal, hamil diluar nikah, berzina, bayi lahir di mana ayah-ibunya belum menikah, sakit gede. Ini harus dilenyapkan dengan mareresik tepung tawar,”ujarnya.
Jro Anom mengungkapkan,  dalam agama Hindu terdapat sepuluh kotoran  ( dasa mala)  yang lekat pada diri manusia yang hendaknya selalu dibersihkan, seperti Tandri (malas), kleda (suka menunda-nunda), teja (pikiran gelap), kulina (sombong,suka menghina/ menyakiti hati orang), kuhaka (keras kepala), metraya (sombong dan berbohong/ melebih-lebihkan), megata (kejam), ragastri (suka berzina), bhaksa bhuwana (suka membuat orang lain melarat),  dan kimburu (senang menipu). “Selain Dasa Mala, juga ada Tri Mala yaitu tiga macam kotoran dan kebatilan jiwa manusia akibat pengaruh negatif dan nafsu yang sering tidak dapat terkendalikan dan sangat bertentangan dengan etika kesusilaan. Juga harus dibersihkan segala lara (duka) dan roga (penyakit),” bebernya.
Mengapa daun dadap dipilih sebagai bahan tepung tawar? Jro Anom mengatakan, jika dikaitkan dengan konsep Taru Pramana, pohon dapdap adalah kayu sakti. Dimaksud kayu sakti karena bisa dijadikan sebagai alat untuk tulus lumbung atau pembuatan palinggih untuk sementara. Pohon dapdap juga bisa dipergunakan sebagai padambel untuk upacara potong gigi. Menariknya, secara filosofis, kayu dapdap dijadikan sebagai senjata para Dewa.
“Terpenting daun dapdap dijadikan sebagai pareresik. Pereresik itu berarti sebagai pembersih. Pembersih yang dimaksud itu secara niskala. Jika secara sekala badan kita dibersihkan dengan air, maka secara niskala dibersihkan dengan daun dapdap ini,” imbuhnya.
Lebih lanjut dijelaskan Jro Anom, penggunaan tepung tawar memang untuk menyucikan, baik bhuana agung (alam semesta)  dan bhuana alit (badan manusia). “Dalam upacara yadnya, selalu ada pareresik. Disinilah fungsi tepung tawar dalam banyu awangan untuk penyucian dengan menggunakan lis,” jelasnya.
Bila merujuk dari arti secara etimologis, pria asal Desa Kekeran, Kecamatan Busungbiu ini, mengungkapkan bila tepung sendiri berasal dari buah padi. Padi lambang Dewi Sri, juga  personifikasi Dewi Kemakmuran. Beras berwarna putih dan kuning kunyit sebagai lambang dari keseimbangan hidup manusia. Sedangkan daun dapdap untuk menjaga keseimbangan-keseimbangan Tri Hita Karana dan rwa bhineda. “Dengan demikian, maka yang diharapkan dari penggunaan tepung tawar di setiap yadnya adalah untuk meruwat. Mengubah dari sifat yang kurang baik menjadi lebih baik. Inilah yang harus selalu diusahakan oleh setiap orang agar selama hidupnya di dunia ini selalu mengalami perubahan kearah kemajuan, baik dalam urusan dunia maupun dalam urusan rohani, atau gelar urip dan gelar patinya hendaknya seimbang,” tegasnya.

Baca Juga :  World Hindu Meet 2018 Bertema "Hindu For Better Life", Ini Harapannya

Most Read

Artikel Terbaru