BALI EXPRESS, DENPASAR – Dalam mitologi Hindu, Dewa Ganesha adalah putra Dewa Siwa dan Dewi Parwati (bentuk lain dari Dewi Durga, Red). Dewa Siwa juga memerintahkan agar Ganesha dipuja pertama kali dalam semua upacara keagamaan sebelum memuja dewa lainnya.
Mitologi Ganesha yang menurut Jero Mangku Janji tertulis dalam Lontar Ganapati Tattwa terlahir untuk membunuh Raksasa Nila Ludraka yang pada saat itu, Raksasa Nila Ludraka datang ke Surga untuk mengacaukan Kahyangan dan membuat para dewa kewalahan. Patahnya gading Ganesha ini dikatakan Jero Mangku Janji karena gading Dewa Ganesha inilah yang digunakan untuk membunuh Raksasa Nila Ludraka yang sudah memporak-porandakan kahyangan. Karena itulah, Ganesha terus hidup dengan satu taring yang patah. “Sampai saat ini dalam patung Ganesha, gading Ganesha patah, hanya satu yang utuh,” urai Mangku Janji.
Dewa Ganesha menjadi sosok penuh kasih akan apa yang diinginkan para pemujanya. Di balik keunikan bentuk tubuhnya tersirat makna filosofi yang sangat tinggi. Ganesha, sosok Dewa berbadan gemuk dan berkepala gajah ini sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari di Bali. Ganesha memiliki kepala yang besar dengan dua telinga besar dan mata yang sipit. Kepala besar melambangkan lebih banyak akal dari fisik dalam memecahkan masalah. “Sedangkan mata yang sipit berarti konsentrasi. Pikiran harus diarahkan ke hal-hal positif untuk memperbaiki daya nalar dan pengetahuan,” ungkapnya.
Ganesha juga memiliki dua telinga besar yang mengajarkan supaya kita mendengarkan orang lain lebih banyak. Ganesha juga memiliki mulut yang kecil, menujukan tidak rakus dan tidak berbicara jelek.