26.5 C
Denpasar
Tuesday, June 6, 2023

Mayah Paserah di Bayung Gede Dimulai Saat Matahari Terbit

BANGLI, BALI EXPRESS -Mayah paserah menjadi salah satu ritual dalam upacara perkawinan di Desa Adat Bayung Gede, Kecamatan Kintamani, Bangli. Tradisi ini dilaksanakan pada sasih kelima menuju Purnama.

Sasih kelima sebagai hari baik melaksanakan mayah paserah dalam upacara perkawinan. Hal ini tidak lepas dari keyakinan masyarakat setempat bahwa pada sasih dan Purnama tersebut kekotoran manusia cepat bisa teratasi. Masyarakat juga meyakini keberhasilan dan keharmonisan dalam memimpin rumah tangga.

Bendesa Adat Bayung Gede Jro Ketut Sukarta mengatakan proses pelaksanaan mayah paserah dipimpin oleh Jro Bayan Muncuk. Setiap pelaksanaan upacara keagamaan di desa itu selalu dipimpin oleh Jro Bayan Muncuk yang dipandang sebagai rohaniawan tertinggi kedudukannya di desa tersebut.

Prosesi mayah paserah dimulai dari melaksanakan paruman (Rapat) para Ulu Apad, pamangku, klian desa adat, kepala dusun, penyarikan (sekretaris) dan juru raksa (bendahara) serta tokoh masyarakat. Rapat ini untuk memusyawarahkan bahwa akan dilaksanakannya paserah.

Kemudian oleh Jro Uduan atau juru arah untuk menginformasikan kepada krama akan ada tradisi maserah, termasuk menentukan jenis-jenis upakara dalam tradisi ini.

Baca Juga :  Mengenal Salah Satu Srikandi di DPRD Tabanan, Ida Ayu Ketut Candrawati

“Jadi tiga hari sebelumnya sudah mempersiapkan upakara-upakara yang dipergunakan dalam pelaksanaan tradisi mayah paserah, diantaranya banten byakala, pertama panglukatan pewantenan, setelah itu baru panglukatan Manusa Yadnya,” papar Jro Sukarta belum lama ini.

Ia menambahkan, sarana upacara mayah paserah menggunakan dua buah wakul. Di dalamnya berisi uang kepeng 3.050 keteng, 1 kg beras, benang putih atukel, porosan yang bahannya dari sirih 17 (daun sirih dua lembar dilipat dan diikat dengan benang), canang iluk dari ron, pabuan dari ron.

Tradisi mayah paserah dimulai ketika matahari terbit, warga desa ngaturang piuning ke Pura Dukuh, Pura Bale Agung, Pura Puseh, Pura Dalem, dan Pura Puaji. Selanjutnya dilaksanakan persembahyangan bersama di jabaan pura Bale Agung. Mempelai juga ikut dalam prosesi ini.

Setelah semua runtutan upacara tersebut, dilanjutkan dengan persembahyangan bersama di Pura Bale Agung. “Muspa ini bertujuan untuk memohon keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dilanjutkan dengan nunas tirta, semoga melalui tirta tersebut Hyang Widhi memberikan keselamatan dan panjang umur,” imbuhnya.

Baca Juga :  Juru Sapuh Pura Taman Sari Swagina Pernah Tidur Berbantal Ular

Kemudian godel (anak sapi) yang sudah dipersiapkan sebagai kurban dimandikan, selanjutnya dihias. ”Sapi yang sudah dihias ditombak oleh Jro Bayan Muncuk sebagai pertanda jadi pemimpin penuh dengan pengorbanan,” jelasnya.

Godel itu diolah menjadi balung gegeding 2, balung cak 4, balung gendil 2 lawar barak, lawar putih, lawar gamang dan kuah balung. “Dengan berakhirnya upacara ini maka secara niskala diyakini oleh masyarakat Bayung Gede sudah disahkan oleh Dewa sebagai penguasa manusia dan alam. Mayah paserah dalam upacara perkawinan adalah untuk membersihkan tubuh manusia atau bhuana alit, sehingga seimbang dan selaras dengan bhuana agung yang nantinya setelah membentuk rumah tangga menjadi seorang panutan ke arah yang baik,” sebutnya.

 






Reporter: I Putu Mardika

BANGLI, BALI EXPRESS -Mayah paserah menjadi salah satu ritual dalam upacara perkawinan di Desa Adat Bayung Gede, Kecamatan Kintamani, Bangli. Tradisi ini dilaksanakan pada sasih kelima menuju Purnama.

Sasih kelima sebagai hari baik melaksanakan mayah paserah dalam upacara perkawinan. Hal ini tidak lepas dari keyakinan masyarakat setempat bahwa pada sasih dan Purnama tersebut kekotoran manusia cepat bisa teratasi. Masyarakat juga meyakini keberhasilan dan keharmonisan dalam memimpin rumah tangga.

Bendesa Adat Bayung Gede Jro Ketut Sukarta mengatakan proses pelaksanaan mayah paserah dipimpin oleh Jro Bayan Muncuk. Setiap pelaksanaan upacara keagamaan di desa itu selalu dipimpin oleh Jro Bayan Muncuk yang dipandang sebagai rohaniawan tertinggi kedudukannya di desa tersebut.

Prosesi mayah paserah dimulai dari melaksanakan paruman (Rapat) para Ulu Apad, pamangku, klian desa adat, kepala dusun, penyarikan (sekretaris) dan juru raksa (bendahara) serta tokoh masyarakat. Rapat ini untuk memusyawarahkan bahwa akan dilaksanakannya paserah.

Kemudian oleh Jro Uduan atau juru arah untuk menginformasikan kepada krama akan ada tradisi maserah, termasuk menentukan jenis-jenis upakara dalam tradisi ini.

Baca Juga :  Pretima Pura Kroya Disimpan di Merajan Pemangku; Tempat Mohon Berkah

“Jadi tiga hari sebelumnya sudah mempersiapkan upakara-upakara yang dipergunakan dalam pelaksanaan tradisi mayah paserah, diantaranya banten byakala, pertama panglukatan pewantenan, setelah itu baru panglukatan Manusa Yadnya,” papar Jro Sukarta belum lama ini.

Ia menambahkan, sarana upacara mayah paserah menggunakan dua buah wakul. Di dalamnya berisi uang kepeng 3.050 keteng, 1 kg beras, benang putih atukel, porosan yang bahannya dari sirih 17 (daun sirih dua lembar dilipat dan diikat dengan benang), canang iluk dari ron, pabuan dari ron.

Tradisi mayah paserah dimulai ketika matahari terbit, warga desa ngaturang piuning ke Pura Dukuh, Pura Bale Agung, Pura Puseh, Pura Dalem, dan Pura Puaji. Selanjutnya dilaksanakan persembahyangan bersama di jabaan pura Bale Agung. Mempelai juga ikut dalam prosesi ini.

Setelah semua runtutan upacara tersebut, dilanjutkan dengan persembahyangan bersama di Pura Bale Agung. “Muspa ini bertujuan untuk memohon keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dilanjutkan dengan nunas tirta, semoga melalui tirta tersebut Hyang Widhi memberikan keselamatan dan panjang umur,” imbuhnya.

Baca Juga :  Bulu Perindu; Diyakini Berkhasiat Pengasih-Asih, Kini Dijual Bebas

Kemudian godel (anak sapi) yang sudah dipersiapkan sebagai kurban dimandikan, selanjutnya dihias. ”Sapi yang sudah dihias ditombak oleh Jro Bayan Muncuk sebagai pertanda jadi pemimpin penuh dengan pengorbanan,” jelasnya.

Godel itu diolah menjadi balung gegeding 2, balung cak 4, balung gendil 2 lawar barak, lawar putih, lawar gamang dan kuah balung. “Dengan berakhirnya upacara ini maka secara niskala diyakini oleh masyarakat Bayung Gede sudah disahkan oleh Dewa sebagai penguasa manusia dan alam. Mayah paserah dalam upacara perkawinan adalah untuk membersihkan tubuh manusia atau bhuana alit, sehingga seimbang dan selaras dengan bhuana agung yang nantinya setelah membentuk rumah tangga menjadi seorang panutan ke arah yang baik,” sebutnya.

 






Reporter: I Putu Mardika

Most Read

Artikel Terbaru