24.8 C
Denpasar
Tuesday, March 28, 2023

Representasi Swastika, Catur Lawa Penjaga Keseimbangan Alam

BULELENG, BALI EXPRESS -Konsep Catur Lawa merupakan salah satu konsep dalam teologi Hindu yang meyakini adanya dewa penguasa di empat penjuru mata angin. Arah timur, selatan, barat dan utara, merupakan empat arah yang dimaksud. Keberadaan dewa penguasa empat arah mata angin ini, diyakini berperan vital dalam menjaga keseimbangan alam semesta.

Dosen Filsafat Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja Made Gami Sandi Untara mengatakan, dalam agama Hindu tidak hanya mengenal dengan istilah Tri Murti, atau Dewata Nawa Sanga saja. Tetapi ada pula konsep Catur Lawa.

Dewa Catur Lawa ini adalah dewa yang dipuja untuk memohon kesejahteraan bagi seluruh makhluk hidup. Dewa yang termasuk di dalamnya adalah Dewa Iswara, Dewa Brahma, Dewa Mahadewa, dan Dewa Wisnu.

“Keempat dewa ini memiliki tugas peranannya masing-masing dan dengan kemahakuasaan yang berbeda-beda dalam menjaga keseimbangan dari empat penjuru arah mata angin,” kata pria asal Desa Gadungan, Tabanan ini.

Dalam Lontar Aji Saraswati, menurut Gami, keberadaan dewa Catur Lawa dinyatakan berupa Bhatara dan dengan nama tersendiri. Sang Garga untuk menyebutkan Dewa Brahma, Sang Metri untuk Dewa Mahadewa, Sang Kurusya untuk menyebutkan Dewa Wisnu, dan Sang Pretanjala untuk menyebutkan Dewa Siwa (Iswara).

Baca Juga :  Topeng Wayang Wong Berusia Empat Abad, Dipentaskan di Pura Pemaksan

Naskah Tutur Aji Saraswati tersebut berbunyi: …..” hana catur loka dala, Sang Garga, Sang Pratanjala, Sang Kurusia, Sang Maitri” (Naskah Tutur Aji Saraswati, 3b). Artinya: adanya catur loka pala, antara lain: Sang Garga, Sang Pratanjala, Sang Kurusia, dan Sang Maitri.

Lanjut dia, sebagai penguasa empat arah dewa Catur Lawa adalah dewa yang berperan menganugerahkan kesejahteraan dan menjaga keseimbangan alam dari empat penjuru. Arah utara, timur, selatan dan barat merupakan arah yang memiliki arti tersendiri, dan harus dijaga keseimbangannya.

Bahkan, dahulu para cendekiawan Hindu mengetahui bahwa keseimbangan pada empat penjuru arah merupakan cikal bakal dari lambang Swastika yang telah dikenal luas di seluruh dunia.

Swastika merupakan lambang kekuatan dan kesejahteraan bhuana agung dan bhuana alit (makrokosmos dan mikrokosmos).

“Dasar dari terbentuknya Swastika adalah bertemunya garis vertikal dan horizontal yang membentuk tanda tambah. Inilah sebagai simbol dari keseimbangan. Dan hidup harus mencari titik keseimbangan,” paparnya.

Keberadaan dewa Catur Lawa juga berkaitan dengan konsep cadu sakti. Cadu sakti adalah empat kemahakuasaan Tuhan yang terdiri dari Wibhu sakti, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dinyatakan maha ada. Jnana sakti, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dinyatakan maha tahu. Krya sakti artinya Tuhan Yang Maha Esa dinyatakan maha karya, dan Prabhu sakti yaitu Tuhan Yang Maha Esa dinyatakan maha kuasa.

Baca Juga :  Tim Hukum Kasus Ngaben Sudaji Desak Polres Buleleng Keluarkan SP3

Teologi Hindu yang berkembang di Bali melukiskan konsep cadu sakti ini sebagai padmasana atau tempat duduk Tuhan. Padmasana diyakini memiliki kekuatan (sakti) untuk menciptakan, menggerakkan, mengatur dan menjaga keseimbangan alam semesta.

Padmasana secara makna yaitu padma yang artinya teratai merah, dan asana yang artinya tempat duduk. Jadi padmasana berarti sthana dari Tuhan yang berupa teratai merah. Ketika divisualisasikan dalam bentuk bangunan, terdiri dari tiga bagian, yaitu dasar, badan dan puncak.

Pada bagian puncak padmasana biasanya terdapat singgasana (berbentuk kursi). Bagian badan biasanya terdapat arca astadikpalaka, sedangkan pada bagian dasar terdapat badhawang nala. Pada ulon atau bagian belakang tengah dari singhasana biasanya terdapat lukisan Sang Hyang Acintya.

“Dewa Catur Lawa senantiasa memberikan perlindungan bagi seluruh makhluk dan melimpahkan kesejahteraan hidup di dunia ini,” ungkapnya.

 






Reporter: I Putu Mardika

BULELENG, BALI EXPRESS -Konsep Catur Lawa merupakan salah satu konsep dalam teologi Hindu yang meyakini adanya dewa penguasa di empat penjuru mata angin. Arah timur, selatan, barat dan utara, merupakan empat arah yang dimaksud. Keberadaan dewa penguasa empat arah mata angin ini, diyakini berperan vital dalam menjaga keseimbangan alam semesta.

Dosen Filsafat Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja Made Gami Sandi Untara mengatakan, dalam agama Hindu tidak hanya mengenal dengan istilah Tri Murti, atau Dewata Nawa Sanga saja. Tetapi ada pula konsep Catur Lawa.

Dewa Catur Lawa ini adalah dewa yang dipuja untuk memohon kesejahteraan bagi seluruh makhluk hidup. Dewa yang termasuk di dalamnya adalah Dewa Iswara, Dewa Brahma, Dewa Mahadewa, dan Dewa Wisnu.

“Keempat dewa ini memiliki tugas peranannya masing-masing dan dengan kemahakuasaan yang berbeda-beda dalam menjaga keseimbangan dari empat penjuru arah mata angin,” kata pria asal Desa Gadungan, Tabanan ini.

Dalam Lontar Aji Saraswati, menurut Gami, keberadaan dewa Catur Lawa dinyatakan berupa Bhatara dan dengan nama tersendiri. Sang Garga untuk menyebutkan Dewa Brahma, Sang Metri untuk Dewa Mahadewa, Sang Kurusya untuk menyebutkan Dewa Wisnu, dan Sang Pretanjala untuk menyebutkan Dewa Siwa (Iswara).

Baca Juga :  Pura Batu Medau; Berawal dari Aksi Tokoh Sakti Bersenjata Perahu

Naskah Tutur Aji Saraswati tersebut berbunyi: …..” hana catur loka dala, Sang Garga, Sang Pratanjala, Sang Kurusia, Sang Maitri” (Naskah Tutur Aji Saraswati, 3b). Artinya: adanya catur loka pala, antara lain: Sang Garga, Sang Pratanjala, Sang Kurusia, dan Sang Maitri.

Lanjut dia, sebagai penguasa empat arah dewa Catur Lawa adalah dewa yang berperan menganugerahkan kesejahteraan dan menjaga keseimbangan alam dari empat penjuru. Arah utara, timur, selatan dan barat merupakan arah yang memiliki arti tersendiri, dan harus dijaga keseimbangannya.

Bahkan, dahulu para cendekiawan Hindu mengetahui bahwa keseimbangan pada empat penjuru arah merupakan cikal bakal dari lambang Swastika yang telah dikenal luas di seluruh dunia.

Swastika merupakan lambang kekuatan dan kesejahteraan bhuana agung dan bhuana alit (makrokosmos dan mikrokosmos).

“Dasar dari terbentuknya Swastika adalah bertemunya garis vertikal dan horizontal yang membentuk tanda tambah. Inilah sebagai simbol dari keseimbangan. Dan hidup harus mencari titik keseimbangan,” paparnya.

Keberadaan dewa Catur Lawa juga berkaitan dengan konsep cadu sakti. Cadu sakti adalah empat kemahakuasaan Tuhan yang terdiri dari Wibhu sakti, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dinyatakan maha ada. Jnana sakti, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dinyatakan maha tahu. Krya sakti artinya Tuhan Yang Maha Esa dinyatakan maha karya, dan Prabhu sakti yaitu Tuhan Yang Maha Esa dinyatakan maha kuasa.

Baca Juga :  Banten Prayascita dalam Ritual Nyambutin, Sebagai Pembersihan dan Penyucian

Teologi Hindu yang berkembang di Bali melukiskan konsep cadu sakti ini sebagai padmasana atau tempat duduk Tuhan. Padmasana diyakini memiliki kekuatan (sakti) untuk menciptakan, menggerakkan, mengatur dan menjaga keseimbangan alam semesta.

Padmasana secara makna yaitu padma yang artinya teratai merah, dan asana yang artinya tempat duduk. Jadi padmasana berarti sthana dari Tuhan yang berupa teratai merah. Ketika divisualisasikan dalam bentuk bangunan, terdiri dari tiga bagian, yaitu dasar, badan dan puncak.

Pada bagian puncak padmasana biasanya terdapat singgasana (berbentuk kursi). Bagian badan biasanya terdapat arca astadikpalaka, sedangkan pada bagian dasar terdapat badhawang nala. Pada ulon atau bagian belakang tengah dari singhasana biasanya terdapat lukisan Sang Hyang Acintya.

“Dewa Catur Lawa senantiasa memberikan perlindungan bagi seluruh makhluk dan melimpahkan kesejahteraan hidup di dunia ini,” ungkapnya.

 






Reporter: I Putu Mardika

Most Read

Artikel Terbaru