26.5 C
Denpasar
Sunday, April 2, 2023

Empat Metode yang Digunakan Juru Terang, Begini Cara Kerjanya (Bagian 1)

Pawang hujan atau yang lebih dikenal juru terang di Bali menjadi budaya yang mudah ditemui, apalagi ketika ada hajatan. Di Bali, jasa juru terang kerap kali dipakai dalam acara palebonan ida pedanda. Cara seorang juru terang berbeda-berbeda dalam menghalau hujan. Lalu bagaimanakah cara kerja seorang juru terang?

Menurut praktisi spiritual Jro Panca dalam kanal Youtube Taksu Poleng, ada empat cara seorang juru terang dalam menghalangi hujan turun. Pertama dengan nunas atau memohon menggunakan paica atau benda-benda pusaka, menggunakan gagelaran atau ajian, menggunakan muter aksara atau meringkes aksara.

Lebih lanjut Jro Panca memaparkan, nerang dengan cara nunas artinya seseorang memohon tanpa menggunakan mantram, pusaka, maupun aksara agar hujan tidak turun. Nerang dengan cara nunas ini dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kemampuan spiritual. Sarana yang digunakan pun hanya berupa banten peras pejati, tumpeng berwarna merah, kembang sepatu berwarna merah, dan dimohonkan di Penunggun Karang atau di Kemulan.

“Memohon juga dapat dilakukan oleh kelompok subak pada hari-hari tertentu dengan tarian-tarian pengundang hujan. Tujuannya agar sawah tidak kekeringan dan panen berjalan dengan lancar,” paparnya.

Baca Juga :  Virus Corona dari Kajian Sastra Dasa Aksara dan Kanda Empat (4)

Selain itu, jelas Jro Panca, nerang dapat dilakukan dengan menggunakan benda-benda pusaka atau paica yang memiliki khodam khusus untuk mendatangkan hujan. Bagi juru terang yang menggunakan paica untuk nerang, biasanya memiliki pantangan tidak boleh mandi dan makan. “Biasanya nerang dengan menggunakan paica atau nunas, efeknya tidak langsung pada juru terang. Ketika ada serangan seperti petir, maka yang diserang adalah pusakanya,” paparnya.

Lebih lanjut, menghalau hujan dapat dilakukan menggunakan gagelaran atau ajian dengan memohon taksu penerangan. Memohon taksu penerangan dapat dilakukan oleh juru terang dengan tepat berada di bawah matahari, kemudian membayangkan magma atau api masuk melalui cakra Kundalini.

Magma yang ditarik dari bumi kemudian dibawa dan disimpan ke tatanan cakra kedua dalam tubuh yaitu perut. Saat magma disimpan di perut, kemudian ucapkan matram khusus semampunya sambil menahan nafas.

Jika sudah tidak kuat menahan nafas, maka bayangkan dari mulut keluar angin bercampur dengan api. Setelah itu, mohon kepada matahari untuk menarik kekuatan matahari kemudian dibawa ke ubun-ubun atau makhota cakra lalu dibawa ke jantung. Ucapkan mantram berulang-ulang lalu keluar energy itu melalui mata.

Baca Juga :  Jangan Ulah Alih Aluh Elah, Nari Rangda Sesuai Pakem

Tujuannya, ketika terjadi mendung, mulut akan mengeluarkan kekuatan untuk menggeser hujan, lalu mata dengan kekuatan matahari akan mempu memecah mendung. “Itu konsep awal memohon taksu penerangan. Jika itu sudah dikuasai, barulah seorang juru terang mempelajari gelaran atau ajian-ajian untuk nerang. Di Bali ada 33 gagelaran yang komplit untuk nerang,” ungkapnya.

Proses penerangan keempat adalah mutering aksara. Secara garis besar alam semesta memiliki 10 aksara atau Dasa Aksara. Seorang juru terang dengan proses mutering aksara harus menguasai gerak angin untuk mempermudah mengkristalisasi aksara. Juru terang dengan konsep ini tidak mesti ada di tempat nerang. Ia dapat meninggalkan tempat hajatan karena proses pengkristalasian dapat dilakukan dengan penstanaan api di dalam diri. “Hanya saja ketika ada serangan, juru terang harus mampu melepaskan. Jika tidak, akan berefek pada dirinya. Banyak juru terang yang meninggal karena serangan petir,” jelasnya.

Dari keempat metode penerangan tersebut, Jro Panca menyebut, metode Mutering Aksara paling efektif digunakan untuk menghalau hujan. “Dengan metode ini, juru terang dapat mengontrol arah angin dan mendung,” pungkasnya.






Reporter: Wiwin Meliana

Pawang hujan atau yang lebih dikenal juru terang di Bali menjadi budaya yang mudah ditemui, apalagi ketika ada hajatan. Di Bali, jasa juru terang kerap kali dipakai dalam acara palebonan ida pedanda. Cara seorang juru terang berbeda-berbeda dalam menghalau hujan. Lalu bagaimanakah cara kerja seorang juru terang?

Menurut praktisi spiritual Jro Panca dalam kanal Youtube Taksu Poleng, ada empat cara seorang juru terang dalam menghalangi hujan turun. Pertama dengan nunas atau memohon menggunakan paica atau benda-benda pusaka, menggunakan gagelaran atau ajian, menggunakan muter aksara atau meringkes aksara.

Lebih lanjut Jro Panca memaparkan, nerang dengan cara nunas artinya seseorang memohon tanpa menggunakan mantram, pusaka, maupun aksara agar hujan tidak turun. Nerang dengan cara nunas ini dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kemampuan spiritual. Sarana yang digunakan pun hanya berupa banten peras pejati, tumpeng berwarna merah, kembang sepatu berwarna merah, dan dimohonkan di Penunggun Karang atau di Kemulan.

“Memohon juga dapat dilakukan oleh kelompok subak pada hari-hari tertentu dengan tarian-tarian pengundang hujan. Tujuannya agar sawah tidak kekeringan dan panen berjalan dengan lancar,” paparnya.

Baca Juga :  Jangan Ulah Alih Aluh Elah, Nari Rangda Sesuai Pakem

Selain itu, jelas Jro Panca, nerang dapat dilakukan dengan menggunakan benda-benda pusaka atau paica yang memiliki khodam khusus untuk mendatangkan hujan. Bagi juru terang yang menggunakan paica untuk nerang, biasanya memiliki pantangan tidak boleh mandi dan makan. “Biasanya nerang dengan menggunakan paica atau nunas, efeknya tidak langsung pada juru terang. Ketika ada serangan seperti petir, maka yang diserang adalah pusakanya,” paparnya.

Lebih lanjut, menghalau hujan dapat dilakukan menggunakan gagelaran atau ajian dengan memohon taksu penerangan. Memohon taksu penerangan dapat dilakukan oleh juru terang dengan tepat berada di bawah matahari, kemudian membayangkan magma atau api masuk melalui cakra Kundalini.

Magma yang ditarik dari bumi kemudian dibawa dan disimpan ke tatanan cakra kedua dalam tubuh yaitu perut. Saat magma disimpan di perut, kemudian ucapkan matram khusus semampunya sambil menahan nafas.

Jika sudah tidak kuat menahan nafas, maka bayangkan dari mulut keluar angin bercampur dengan api. Setelah itu, mohon kepada matahari untuk menarik kekuatan matahari kemudian dibawa ke ubun-ubun atau makhota cakra lalu dibawa ke jantung. Ucapkan mantram berulang-ulang lalu keluar energy itu melalui mata.

Baca Juga :  Pura Maospahit; Satu - Satunya Pura Berkonsep Panca Mandala

Tujuannya, ketika terjadi mendung, mulut akan mengeluarkan kekuatan untuk menggeser hujan, lalu mata dengan kekuatan matahari akan mempu memecah mendung. “Itu konsep awal memohon taksu penerangan. Jika itu sudah dikuasai, barulah seorang juru terang mempelajari gelaran atau ajian-ajian untuk nerang. Di Bali ada 33 gagelaran yang komplit untuk nerang,” ungkapnya.

Proses penerangan keempat adalah mutering aksara. Secara garis besar alam semesta memiliki 10 aksara atau Dasa Aksara. Seorang juru terang dengan proses mutering aksara harus menguasai gerak angin untuk mempermudah mengkristalisasi aksara. Juru terang dengan konsep ini tidak mesti ada di tempat nerang. Ia dapat meninggalkan tempat hajatan karena proses pengkristalasian dapat dilakukan dengan penstanaan api di dalam diri. “Hanya saja ketika ada serangan, juru terang harus mampu melepaskan. Jika tidak, akan berefek pada dirinya. Banyak juru terang yang meninggal karena serangan petir,” jelasnya.

Dari keempat metode penerangan tersebut, Jro Panca menyebut, metode Mutering Aksara paling efektif digunakan untuk menghalau hujan. “Dengan metode ini, juru terang dapat mengontrol arah angin dan mendung,” pungkasnya.






Reporter: Wiwin Meliana

Most Read

Artikel Terbaru