25.4 C
Denpasar
Saturday, March 25, 2023

Banten Caru Tedun Sawa setelah Baris Bengkol Masolah

SINGARAJA, BALI EXPRESS – Tari Baris Gede atau Tari Baris Bengkol dikenal sebagai tarian pengantar atma atau roh. Tarian ini biasanya ditarikan saat ada upacara Pitra Yadnya seperti Ngaben bagi umat Hindu di Bali.

Penari Baris Bengkol biasanya akan mengikuti alunan gambelan. Gerakannya bebas, namun mengikuti alur yang seharusnya dilakukan saat upacara. Sebelum menari ada ritual yang harus dilakukan seorang penari Baris Bengkol, dan sembahyang untuk memohon restu kehadapan Sang Hyang Taksu agar dilancarkan saat melaksanakan tugas sebagai pelengkap upacara Pitra Yadnya.

Sesampainya di tempat upacara, pihak panitia akan menghaturkan banten pajati yang disebut banten pameras baris di tempat penari berhias serta memakai perlengkapan lainnya. “Itu harus ada. Dimana-mana mungkin sama. Karena saat menari selain memohon restu kepada Sang Hyang Taksu, kami juga harus memohon restu di tempat upacara juga, agar semua dilancarkan,” ujar Nyoman Suarjana, penari Baris Bengkol dari Banjar Dinas Alasangker, Desa Alasangker, Buleleng.

Baca Juga :  Disertasi Doktor Ketua KPUD Buleleng; Ada Desakralisasi Tradisi

Selain banten pameras baris, setelah menari juga disediakan banten. Penari berusia 46 tahun itu menyebutnya Banten Caru Tedun Sawa. Banten itu juga harus ada ketika menuju ke setra. “Itu juga harus ada. Ketika usai masolah (menari) dan ketika selesai di setra (kuburan),” paparnya.

Selama menjadi penari Baris Gede, Suarjana membatasi diri untuk tidak mengonsumsi daging sapi, daging anjing dan makanan lainnya yang dinilai bersifat leteh atau kotor.

Akan tetapi, apabila sudah tidak aktif sebagai penari Baris Gede, makanan tersebut boleh dikonsumsi. “Sementara tidak boleh. Tapi kalau nanti saya pensiun rasanya saya juga tidak mengonsumsi daging anjing. Karena secara pribadi juga saya tidak memakan itu,” tutupnya.

Baca Juga :  Ada Tiga Kunci Suksesnya Suatu Yadnya Umat Hindu, Ini Penjelasannya

 






Reporter: Dian Suryantini

SINGARAJA, BALI EXPRESS – Tari Baris Gede atau Tari Baris Bengkol dikenal sebagai tarian pengantar atma atau roh. Tarian ini biasanya ditarikan saat ada upacara Pitra Yadnya seperti Ngaben bagi umat Hindu di Bali.

Penari Baris Bengkol biasanya akan mengikuti alunan gambelan. Gerakannya bebas, namun mengikuti alur yang seharusnya dilakukan saat upacara. Sebelum menari ada ritual yang harus dilakukan seorang penari Baris Bengkol, dan sembahyang untuk memohon restu kehadapan Sang Hyang Taksu agar dilancarkan saat melaksanakan tugas sebagai pelengkap upacara Pitra Yadnya.

Sesampainya di tempat upacara, pihak panitia akan menghaturkan banten pajati yang disebut banten pameras baris di tempat penari berhias serta memakai perlengkapan lainnya. “Itu harus ada. Dimana-mana mungkin sama. Karena saat menari selain memohon restu kepada Sang Hyang Taksu, kami juga harus memohon restu di tempat upacara juga, agar semua dilancarkan,” ujar Nyoman Suarjana, penari Baris Bengkol dari Banjar Dinas Alasangker, Desa Alasangker, Buleleng.

Baca Juga :  Loloh Cemcem Penglipuran Diusulkan sebagai Warisan Budaya

Selain banten pameras baris, setelah menari juga disediakan banten. Penari berusia 46 tahun itu menyebutnya Banten Caru Tedun Sawa. Banten itu juga harus ada ketika menuju ke setra. “Itu juga harus ada. Ketika usai masolah (menari) dan ketika selesai di setra (kuburan),” paparnya.

Selama menjadi penari Baris Gede, Suarjana membatasi diri untuk tidak mengonsumsi daging sapi, daging anjing dan makanan lainnya yang dinilai bersifat leteh atau kotor.

Akan tetapi, apabila sudah tidak aktif sebagai penari Baris Gede, makanan tersebut boleh dikonsumsi. “Sementara tidak boleh. Tapi kalau nanti saya pensiun rasanya saya juga tidak mengonsumsi daging anjing. Karena secara pribadi juga saya tidak memakan itu,” tutupnya.

Baca Juga :  Fungsi Tepung Tawar; Penetralisir Dasa Mala dan Penolak Bala

 






Reporter: Dian Suryantini

Most Read

Artikel Terbaru