Tari Baris Kupu-kupu Kuning merupakan tarian yang melambangkan turunnya para widya dara dari kahyangan untuk membersihkan sekaligus memerangi segala mara bahaya maupun wabah penyakit, yang mengancam warga masyarakat, khususnya warga yang ada di Desa Adat Dukuh Penaban.
KARANGASEM, BALI EXPRESS -Selain Tari Baris Cang Long Leng, Desa Adat Dukuh Penaban, Karangasem juga melestarikan Tari Baris lainnya, seperti Tari Baris Alok-Alok dan Baris Kupu-Kupu Kuning. Tarian ini juga dipentaskan di Pura Puseh saat pujawali.

Bendesa Adat Dukuh Penaban, Nengah Suarya menyebutkan bahwa sama halnya dengan Tari Baris yang lainnya, Tari Baris Alok-Alok ini penarinya tidak disiapkan secara khusus. Tarian itu dibawakan oleh seluruh kaum pria, tua maupun muda yang tergabung dalam kelompok sekaa teruna.
Sebelum gambelan melantunkan gendingnya, krama pria yang ingin ngayah menari siap-siap memakai busana yang sudah disiapkan, seperti saput, kampuh, destar yang warnanya serba kuning. Penari juga membawa perlengkapan lainnya berupa kipas yang warna kuning serta keris.
Tari Baris Alok-Alok ini penarinya 12 orang yang tampil berjajar berbaris tiga ke samping dan empat ke belakang. Sebelum gambelan dibunyikan, penari sudah berpakaian lengkap menunggu di jaba pisan. Begitu gambelan dibunyikan, mereka masuk ke jaba tengah pura melalui candi bentar. “Mereka menari di jaba tengah pura terlebih dulu sebelum sebagian dari penari melanjutkan menari di jeroan pura,” kata Suarya.

Saat pentas, mereka menari dengan gerakan kaki diangkat secara bergantian, demikian pula tangannya. Bila kaki kanan yang diangkat, tangan kanan yang memegang kipas diayun ke depan dan diangkat ke atas, tangan kiri diayunkan ke belakang. Selanjutnya bila kaki kiri yang diangkat, tangan kiri diayun ke depan atas, sedangkan tangan kanan yang memegang kipas ditekuk sehingga kipas yang dipegang dalam keadaan terlipat tepat berada di depan dada kiri penari.
Pada saat menari di jaba tengah, di jeroan pura sudah disiapkan tarian pamendak menghadap ke penari Baris Alok-Alok. Penari pamendak ini mulai dari yang membawa segehan, toya anyar, klungah, tuak, arak dan berem. Dilengkapi pula dengan api takepan yang dibuat dengan sambuk (kulit serabut buah kelapa). Para penari bergerak dengan mantap dengan gerakan tarian menyuguhkan apa yang mereka bawa.
Gerakan Tari Baris Alok-Alok pada saat menerima pamendak ditandai dengan posisi kaki kanan berada di depan dan kaki kiri berada di belakang, tangan kanan memegang kipas yang dilipat diletakkan di depan dada. Kemudian tangan kiri diayun ke belakang, posisi badan agak dibungkukkan sambil menghentakan kaki sebanyak tiga kali, lalu mereka juga bersorak ‘iiiiiiih.. uuuuuuuh………’
Sorakan iiih, berarti memanggil Sang Bhuta Kala untuk menerima suguhan yang disajikan seperti segehan, toya anyar, klungah, tuak, arak, dan berem. Sedangkan sorakan Uuuuh, berarti meminta kepada Sang Bhuta Kala segera meninggalkan tempat itu setelah menerima suguhan dan tidak mengganggu jalannya upacara.
Setelah para penari pamendak selesai menyuguhkan upakara pemendak, sebagian penari Baris Alok-alok yaitu baris pertama dan kedua menuju jeroan pura, sedangkan sisanya yang enam orang penari tetap menari di jaba tengah pura.
Penari yang ada di jeroan maupun di jaba tengah menari dengan posisi dan gerakan yang sama. Penari menari dengan memutar kipas yang dilipat, menghadap ke utara tiga kali pukulan gong dan menghadap ke selatan tiga kali pukulan gong.
Setelah menghadap ke utara penari berjongkok menghunus keris, selanjutnya mereka menari seperti keadaan sedang berperang. Menari dengan menggunakan keris yang diputar-putar menghadap ke utara tiga kali pukulan gong dan menghadap ke selatan tiga kali pukulan gong disertai juga dengan sorakan : iiiiiiiiih…….. uuuuuuuh. Setelah itu, mereka menyarungkan kembali kerisnya. “Tarian berakhir setelah semua penari bersorak iiiiiiiiih……. uuuuuh sebagai penutup tarian,” katanya.
Sementara terkait Baris Kupu-Kupu Kuning, Suarya menegaskan bahwa hampir sama dengan Alok-Alok, baik busana maupun penarinya. Sebelum gamelan melantunkan gendingnya, krama pria yang ingin ngayah siap-siap memakai busana yang sudah disiapkan seperti saput, kampuh, destar yang warnanya serba kuning dan perlengkapan lainnya berupa kipas yang warnanya juga kuning serta keris.
“Tari Baris Kupu-Kupu Kuning ini penarinya 12 orang yang tampil berjajar berbaris dua ke samping dan enam ke belakang. Begitu gambelan dibunyikan, penari yang sudah siap-siap di jaba pisan kemudian masuk ke jaba tengah melalui candi bentar,” ungkapnya.
Di jaba tengah pura mereka menari dengan seragam menggerakan kaki kiri dan kaki kanan secara bergantian digerakan ke depan dan ke belakang disertai dengan mengibas-ibaskan kipas yang mereka bawa tak ubahnya seperti kupu-kupu yang mengibas-ibaskan sayapnya.
Pakaian penari warnanya semuanya kuning dan mengibas-ibaskan kipas yang berwarna kuning tak ubahnya seperti kupu-kupu, maka tarian ini disebut Tari Baris Kupu-kupu Kuning.
Setelah beberapa waktu kemudian sebagian penari yang jumlahnya enam orang menuju utama mandala pura dan sebagian lagi yang jumlahnya juga enam orang tetap menari di jaba tengah.
Setelah penari tersebut terbagi menjadi dua kelompok, mereka menari ke arah utara, barat, selatan, dan timur sebanyak dua kali, kemudian kembali ke posisi awal. “Tari Baris Kupu-Kupu Kuning merupakan tarian yang melambangkan turunnya para widya dara dari kahyangan untuk membersihkan/memerangi segala mara bahaya maupun wabah penyakit yang mengancam warga masyarakat, khususnya warga masyarakat yang ada di Desa Adat Dukuh Penaban,” tutupnya. (habis)