Jika ditelisik Genta Padma bentuknya menyerupai Bel atau Lonceng. Tetapi memiliki Pegangan untuk menggoncang saat membunyikan atau menyuarakannya, sedangkan hulu atau puncak pegangan di atasnya berbentuk Wajra atau Gada.
Kemudian Genta Uter bentuknya hampir sama dengan Genta Padma, namun hulu pegangannya agak berbeda, yakni tidak berbentuk Wajra atau Gada. Tetapi bisa berbentuk bermacam-macam. Ada patung Dewa-dewi, ada wahana para Dewa seperti Garuda dan Nandi dan ada juga berupa Senjata Dewa-dewa sepert Cakra. Sedangkan cara membunyikan atau menyuarakan menggunakan Kayu yang diputar pada sisi Bogem Genta.
Genta Orang adalah kumpulan Genta kecil-kecil yang disusun sedemikian rupa dalam satu tempat, dan pada saat menyuarakan dilakukan dengan cara menggoncangnya, sehingga mengeluarkan suara yang gemerincing
Genta Katipluk atau Damaru bentuknya persis sebagai gendang kecil. Namun di tengah-tengah terdapat tangkai kayu sebagai pegangan. Alat pemukulnya adalah sebuah benda kecil dari kayu yang di ikat dengan tali. Saat membunyikannya bukan dipukul. Tetapi digoncang-goncang sehingga alat pemukul bergoyang menyentuh kulit gendang.
Genta Sungu atau Sangka menyerupai terompet yang terbuat dari kulit kerang khusus yang besar. Membunyikan dengan cara meniup sehingga suaranya menggelegar dan cukup keras.
Sebagai alat upacara, tentu ada aturan atau etika saat menyuarakan Panca Genta. Sebab, tidak boleh dimainkan secara sembarangan jika tidak berkaitan dengan upacara keagamaan, khususnya upacara Bhuta Yadnya.
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Wiweka Natha mengakatakan, untuk Genta Padma dan Genta-Uter hanya boleh disuarakan atau dibunyikan adalah Ida Sang Sulinggih atau yang telah Medwjati, dalam hal ini Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Lanang. Kemudian yang bertugas untuk menyuarakan Genta Uter adalah Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Istri.
Sedangkan Genta Sungu, Genta Ketipluk dan Genta Orag, boleh disuarakan oleh Walaka atau seorang pemangku. Namun sebelumnya dipandu dan diperciki Tirta Penglukatan oleh Ida Sang Sulinggih.
“Tetapi, seandainya dalam perjalanannya Ida Sulinggih Istri lebar (meninggal) maka yang boleh menyuarakan Genta Uter bisa digantikan oleh pemangku atau dari keluarga geriya itu sendiri” pungkasnya. (Habis)