26.5 C
Denpasar
Sunday, May 28, 2023

Berdasarkan Pawisik, Warga Mabubu Rebutan Kepala Sapi di Kuburan

KLUNGKUNG, BALI EXPRESS -Umat Hindu di Desa Adat Gelogor, Kecamatan Dawan, Klungkung, membersihkan desa dengan cara menjalankan tradisi Mabubu menggunakan sarana danyuh (daun kelapa kering) yang dibakar, sehari sebelum Nyepi.

Sebelum menggelar tradisi Mabubu, pada siang hari sekitar pukul 14.00, krama Desa Adat Gelogor melaksanakan pemotongan sapi di setra desa.  Sapi ini untuk kepentingan sesajen yang akan digunakan saat persembahyangan sebelum mengarak bubu yang kemudian jadi rebutan saat acara puncak upacara.

Prajuru Adat Gelogor I Wayan Carita
menjelaskan, sapi yang digunakan tidak sembarangan,  yaitu dipilih sapi muda (godel). Sapi ini dipilih oleh pamangku Pura Dalem sesuai pawisik (petunjuk gaib) yang datang dalam mimpi pamangku tersebut.

“Sisa daging sapi setelah dijadikan bahan sesajen akan dibagikan kepada seluruh masyarakat untuk kepentingan tawur kasanga di rumah masing-masing,” kata Carita.

Baca Juga :  Bagini Makna, Penempatan, dan Fungsi Palinggih Tugu Karang

Sedangkan kulit sapi, kaki, dan kepalanya tidak dibagikan, melainkan diletakkan di atas asagan (bale khusus) yang berada di kuburan. Hal inilah yang akan diperebutkan pada malam Pangrupukan. Selanjutnya pada pukul 20.00, masyarakat mengeluarkan seluruh bubu yang dibuatnya dan dikumpulkan di depan Pura Puseh Gelogor. Bubu ini dijejerkan dari ukuran yang kecil ke besar.

Pada pukul 22.00  masyarakat yang akan mengarak bubu membawa tirta dari Pura Dalem menuju Pura Puseh dengan iringan baleganjur. Iringan baleganjur inilah yang dijadikan tanda oleh masyarakat yang tidak ikut mengarak bubu untuk keluar rumah berpartisipasi dalam tradisi Mabubu ini. Tirta yang dibawa dari Pura Dalem akan dipercikan pada bubu yang akan diarak menuju kuburan.

Baca Juga :  Pura Toya Bubuh; Tempat Metatamban hingga Taksu Memimpin

Tepat pukul 00.00, seluruh bubu diperciki tirta oleh pamangku. Hal ini bertujuan untuk menetralisir kekuatan jahat yang akan membawa malapetaka bagi penggotong bubu tersebut. Setelah dipercikan tirta barulah semua masyarakat membakar ujung bubu dan mengaraknya menuju kuburan dengan iringi gambelan baleganjur.

Setibanya di kuburan, semua bubu ditumpuk di atas asagan yang berisi kepala sapi, menjadi satu sehingga kobaran api yang membakar semakin besar. Satu setengah jam setelah membakar bubu, barulah masyarakat diperbolehkan untuk mengambil kepala sapi dalam kobaran api tersebut.

“Masyarakat biasanya menggunakan celurit atau alat lainnya. Jika disaksikan mirip dengan Tari Sang Hyang Jaran sangat sakral dan menyeramkan. Tradisi ini dikatakan selesai setelah ada masyarakat yang mendapatkan kepala sapi tersebut,” tutupnya.

 

 






Reporter: I Putu Mardika

KLUNGKUNG, BALI EXPRESS -Umat Hindu di Desa Adat Gelogor, Kecamatan Dawan, Klungkung, membersihkan desa dengan cara menjalankan tradisi Mabubu menggunakan sarana danyuh (daun kelapa kering) yang dibakar, sehari sebelum Nyepi.

Sebelum menggelar tradisi Mabubu, pada siang hari sekitar pukul 14.00, krama Desa Adat Gelogor melaksanakan pemotongan sapi di setra desa.  Sapi ini untuk kepentingan sesajen yang akan digunakan saat persembahyangan sebelum mengarak bubu yang kemudian jadi rebutan saat acara puncak upacara.

Prajuru Adat Gelogor I Wayan Carita
menjelaskan, sapi yang digunakan tidak sembarangan,  yaitu dipilih sapi muda (godel). Sapi ini dipilih oleh pamangku Pura Dalem sesuai pawisik (petunjuk gaib) yang datang dalam mimpi pamangku tersebut.

“Sisa daging sapi setelah dijadikan bahan sesajen akan dibagikan kepada seluruh masyarakat untuk kepentingan tawur kasanga di rumah masing-masing,” kata Carita.

Baca Juga :  Bagini Makna, Penempatan, dan Fungsi Palinggih Tugu Karang

Sedangkan kulit sapi, kaki, dan kepalanya tidak dibagikan, melainkan diletakkan di atas asagan (bale khusus) yang berada di kuburan. Hal inilah yang akan diperebutkan pada malam Pangrupukan. Selanjutnya pada pukul 20.00, masyarakat mengeluarkan seluruh bubu yang dibuatnya dan dikumpulkan di depan Pura Puseh Gelogor. Bubu ini dijejerkan dari ukuran yang kecil ke besar.

Pada pukul 22.00  masyarakat yang akan mengarak bubu membawa tirta dari Pura Dalem menuju Pura Puseh dengan iringan baleganjur. Iringan baleganjur inilah yang dijadikan tanda oleh masyarakat yang tidak ikut mengarak bubu untuk keluar rumah berpartisipasi dalam tradisi Mabubu ini. Tirta yang dibawa dari Pura Dalem akan dipercikan pada bubu yang akan diarak menuju kuburan.

Baca Juga :  Sarana Ilmu Hitam Ada di Setra

Tepat pukul 00.00, seluruh bubu diperciki tirta oleh pamangku. Hal ini bertujuan untuk menetralisir kekuatan jahat yang akan membawa malapetaka bagi penggotong bubu tersebut. Setelah dipercikan tirta barulah semua masyarakat membakar ujung bubu dan mengaraknya menuju kuburan dengan iringi gambelan baleganjur.

Setibanya di kuburan, semua bubu ditumpuk di atas asagan yang berisi kepala sapi, menjadi satu sehingga kobaran api yang membakar semakin besar. Satu setengah jam setelah membakar bubu, barulah masyarakat diperbolehkan untuk mengambil kepala sapi dalam kobaran api tersebut.

“Masyarakat biasanya menggunakan celurit atau alat lainnya. Jika disaksikan mirip dengan Tari Sang Hyang Jaran sangat sakral dan menyeramkan. Tradisi ini dikatakan selesai setelah ada masyarakat yang mendapatkan kepala sapi tersebut,” tutupnya.

 

 






Reporter: I Putu Mardika

Most Read

Artikel Terbaru

/