28.7 C
Denpasar
Wednesday, March 22, 2023

Ini Makna Tiap Sarana dalam Daksina, Perhatikan Telurnya

BALI EXPRESS, SINGARAJA – Daksina terbuat dan berisi beberapa sarana. Dan, masing-masing sarana itu memiliki makna tersendiri. Hal itu diungkapkan Dosen Upakara STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Dra. Ni Wayan Murniti, M.Ag.

Lantas apa saja isi dari Daksina itu? Dosen asal Tabanan ini merinci setiap isi dan makna dari setiap sarana yang menyusun Daksina tersebut. Pertama,  Alas bedogan terbuat dari janur yang bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya, lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas.

Bedogan terbuat dari   janur   melingkar seukuran dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah lambang  Akasa  yang  tanpa  tepi.  “Srembeng Daksina lambang dari hukum Rta (Hukum Abadi Tuhan). Simbol dari  alam semesta untuk  manifestasi  Hyang Widhi Wasa sebagai Hyang Ibu Pertiwi,” terangnya.

Kemudian Tampak /Tapak Dara  dibuat dari dua potongan janur dijahit, sehingga membentuk tanda tambah. Tampak  lambang  keseimbangan makrokosmos dan mikrokosmos serta melambangkan swastika, artinya dalam keadaan   baik.

Sedangkan di dalam Daksina juga terdapat beras yang merupakan biji/buah (phalam) sebagai lambang Amertha. Porosan merupakan lambang dari Tri Murti. Pinang lambang Dewa Brahma, daun sirih lambang Dewa Wisnu, dan kapur lambang Dewa Iswara. Sehingga,

Porosan merupakan wujud bhakti kehadapan Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Tri Murti. Kelapa adalah sebagai simbol matahari atau Windu yang  merupakan cerminan Sang Hyang Sada Siwa.

“Kelapa dalam Lontar Aji Sangkhya sebagai symbol alam semesta. Bahwa alam semesta ini terbagi menjadi empat belas lapisan yang terdiri dari tujuh lapissan bawah yang disebut dengan Sapta Patala (pertiwi), dan tujuh lapisan ke atas yang disebut dengan Sapta Loka (angkasa),” ujarnya

Menurut  Wayan Murniti, telur Itik juga merupakan komponen yang wajib ada dalam Daksina. Telur itik sebagai simbol bulan atau Arda Candra, yaitu cerminan Sang Hyang Siwa. Telur  terdiri  dari tiga lapisan, yaitu  kuning telor lambang  Antah  karana  sarira,  Putih  Telur lambang Suksma Sarira, dan kulit telor adalah lambang Sthula sarira.

Baca Juga :  Dua Tahun Terhenti, Tradisi Mebuug-buugan Kembali Digelar

“Kenapa harus menggunkan telur itik? Karena itik adalah binatang yang
suci atau simbol satwika karena mampu memilih makanan walaupun dalam lumpur yang kotor.  Ini sebagai wujud kebijaksanaan. Sedangkan kalau
menggunakan telur ayam disimbolkan sebagai guna rajas, yakni  agresif dan
penuh nafsu,” ungkap Wayan Murniti.

Kemudian, Bijaratus adalah perpaduan biji-bijian yang berwarna lima macam, yaitu  biji Jawa (putih), biji jagung nasi (Merah), biji jagung (kuning), biji godem (hitam), dan biji jali-jali (brunbun).

“Semua biji-bijian tersebut dibungkus dengan daun pisang tua yang sudah kering (keraras). Arti dan maknanya adalah mencerminkan lima arah mata angin sebagai mana disebutkan dalam Catur Loka Pala, yang mana warna putih (iswara di Timur),  merah di Selatan (Brahma), kuning di Barat (Mahadewa), hitam di Utara (Wisnu), dan warna brunbun di Tengah (siwa),”  imbuhnya.

Tidak lupa pula dalam Daksina juga terdapat Gantusan yang terbuat dari campuran beberapa jenis bumbu, garam dan ikan teri, kemudian dibungkus dengan keraras. Arti dan maknanya adalah sebagai bekal dan kehangatan untuk mencapai kehidupan yang damai dan sejahtera.

Selanjutnya, plawa peselan yang terbuat dari dedaunan sebagi simbol tumbuh-tumbuhan sebagai cerminan Sang Hyang Sangkara. Kemiri atau tingkih menjadi simbol bintang atau ‘nada’ sebagai cerminan Sang Hyang Parama Siwa. Kemiri juga adalah sibol Purusa atau Kejiwaan atau laki-laki, dari segi warna putih
(ketulusan).

Pangi adalah merupakan sebagai simbol sarwa pala bungkah yang merupakan cerminan dari Sang Hyang Boma. Sedangkan Kojong terbuat dari daun kelapa tua/selepan untuk tempat telor dan pisang. Bila dilihat dari bentuknya adalah berbentuk segi tiga,  yaitu sebagai cerminan dari saktinya Tri Murthi.

Baca Juga :  STAHN Mpu Kuturan Singaraja Buka Penerimaan Mahasiswa Baru

Sarana yang tak kalah pentingnya yaitu uang kepeng adalah alat penebus segala kekurangan sebagai sarining manah. Uang juga lambang dari Deva Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber kehidupan. Dan, pisang yang dipergunakan dalam pembuatan Daksina adalah pisang kayu yang masih mentah sebiji. Maksudnya, pisang adalah sebagai lambang ada atau tidak atau mempunyai pikiran untuk berbuat baik secara lahir dan bathin. Kata kayu  ngaran kayun.  Kayun ngaran pikiran.

“Dan yang terakhir adalah canang sari sebagai simbol arah, yaitu Timur, Selatan, Utara, dan Barat dan Tengah,  merupakan manifestasi  Hyang Widhi Wasa sebagai Hyang Panca Dewata,” bebernya.

Karena makna dan fungsi daksina yang begitu penting,  Murniti
menyarankan bagi pedagang banten yang menjual Daksina agar senantiasa memperhatikan komponen-komponen tersebut secara lengkap.

“Jangan sampai unsur-unsur penyusun Daksina seperti tapak dara, uang
bolong, gegantusan, pangi, tingkih, dan telur bebek diganti telur ayam, memakai streples dalam membuat alas kojong ,” sarannya.

Diakuinya, banyak yang dijual itu ada yang tidak lengkap,  karena itu merupakan sebuah kesatuan. Sehingga, wajib hukumnya harus komplit. ‘Jangan hanya memperhitungkan keuntungan saja,” harapnya.

Bagi yang tidak mengerti,  lanjutnya, mungkin saja pengurangan ini bukanlah apa-apa,  namun dari segi makna tampak dara ini merupakan lambang dunia makro dan mikro yang dimana bermakna sebagai pengatur keseimbangan alam. Sedangkan uang bolong atau pis bolong sendiri bermakna panca datu atau menyimbolkan lima unsur logam.

“Kemudian dari etika pembuatan Daksina, juga banyak hal-hal yang sudah
diabaikan oleh para pedagang, seperti pada waktu membuat Daksina,  mereka belum mebersihkan diri, masih dalam keadaan cuntaka karena datang
bulan. Jadi, belum ada rasa ikhlas dan lebih mementingkan keuntungan, sehingga tidak memperhatikan unsur-unsur yang harus ada saat membuat upakara,” tutupnya. 


BALI EXPRESS, SINGARAJA – Daksina terbuat dan berisi beberapa sarana. Dan, masing-masing sarana itu memiliki makna tersendiri. Hal itu diungkapkan Dosen Upakara STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Dra. Ni Wayan Murniti, M.Ag.

Lantas apa saja isi dari Daksina itu? Dosen asal Tabanan ini merinci setiap isi dan makna dari setiap sarana yang menyusun Daksina tersebut. Pertama,  Alas bedogan terbuat dari janur yang bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya, lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas.

Bedogan terbuat dari   janur   melingkar seukuran dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah lambang  Akasa  yang  tanpa  tepi.  “Srembeng Daksina lambang dari hukum Rta (Hukum Abadi Tuhan). Simbol dari  alam semesta untuk  manifestasi  Hyang Widhi Wasa sebagai Hyang Ibu Pertiwi,” terangnya.

Kemudian Tampak /Tapak Dara  dibuat dari dua potongan janur dijahit, sehingga membentuk tanda tambah. Tampak  lambang  keseimbangan makrokosmos dan mikrokosmos serta melambangkan swastika, artinya dalam keadaan   baik.

Sedangkan di dalam Daksina juga terdapat beras yang merupakan biji/buah (phalam) sebagai lambang Amertha. Porosan merupakan lambang dari Tri Murti. Pinang lambang Dewa Brahma, daun sirih lambang Dewa Wisnu, dan kapur lambang Dewa Iswara. Sehingga,

Porosan merupakan wujud bhakti kehadapan Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Tri Murti. Kelapa adalah sebagai simbol matahari atau Windu yang  merupakan cerminan Sang Hyang Sada Siwa.

“Kelapa dalam Lontar Aji Sangkhya sebagai symbol alam semesta. Bahwa alam semesta ini terbagi menjadi empat belas lapisan yang terdiri dari tujuh lapissan bawah yang disebut dengan Sapta Patala (pertiwi), dan tujuh lapisan ke atas yang disebut dengan Sapta Loka (angkasa),” ujarnya

Menurut  Wayan Murniti, telur Itik juga merupakan komponen yang wajib ada dalam Daksina. Telur itik sebagai simbol bulan atau Arda Candra, yaitu cerminan Sang Hyang Siwa. Telur  terdiri  dari tiga lapisan, yaitu  kuning telor lambang  Antah  karana  sarira,  Putih  Telur lambang Suksma Sarira, dan kulit telor adalah lambang Sthula sarira.

Baca Juga :  STAHN Mpu Kuturan Singaraja Buka Penerimaan Mahasiswa Baru

“Kenapa harus menggunkan telur itik? Karena itik adalah binatang yang
suci atau simbol satwika karena mampu memilih makanan walaupun dalam lumpur yang kotor.  Ini sebagai wujud kebijaksanaan. Sedangkan kalau
menggunakan telur ayam disimbolkan sebagai guna rajas, yakni  agresif dan
penuh nafsu,” ungkap Wayan Murniti.

Kemudian, Bijaratus adalah perpaduan biji-bijian yang berwarna lima macam, yaitu  biji Jawa (putih), biji jagung nasi (Merah), biji jagung (kuning), biji godem (hitam), dan biji jali-jali (brunbun).

“Semua biji-bijian tersebut dibungkus dengan daun pisang tua yang sudah kering (keraras). Arti dan maknanya adalah mencerminkan lima arah mata angin sebagai mana disebutkan dalam Catur Loka Pala, yang mana warna putih (iswara di Timur),  merah di Selatan (Brahma), kuning di Barat (Mahadewa), hitam di Utara (Wisnu), dan warna brunbun di Tengah (siwa),”  imbuhnya.

Tidak lupa pula dalam Daksina juga terdapat Gantusan yang terbuat dari campuran beberapa jenis bumbu, garam dan ikan teri, kemudian dibungkus dengan keraras. Arti dan maknanya adalah sebagai bekal dan kehangatan untuk mencapai kehidupan yang damai dan sejahtera.

Selanjutnya, plawa peselan yang terbuat dari dedaunan sebagi simbol tumbuh-tumbuhan sebagai cerminan Sang Hyang Sangkara. Kemiri atau tingkih menjadi simbol bintang atau ‘nada’ sebagai cerminan Sang Hyang Parama Siwa. Kemiri juga adalah sibol Purusa atau Kejiwaan atau laki-laki, dari segi warna putih
(ketulusan).

Pangi adalah merupakan sebagai simbol sarwa pala bungkah yang merupakan cerminan dari Sang Hyang Boma. Sedangkan Kojong terbuat dari daun kelapa tua/selepan untuk tempat telor dan pisang. Bila dilihat dari bentuknya adalah berbentuk segi tiga,  yaitu sebagai cerminan dari saktinya Tri Murthi.

Baca Juga :  Ketika Posisi Jero Mangku Jadi Amuk Ambisi

Sarana yang tak kalah pentingnya yaitu uang kepeng adalah alat penebus segala kekurangan sebagai sarining manah. Uang juga lambang dari Deva Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber kehidupan. Dan, pisang yang dipergunakan dalam pembuatan Daksina adalah pisang kayu yang masih mentah sebiji. Maksudnya, pisang adalah sebagai lambang ada atau tidak atau mempunyai pikiran untuk berbuat baik secara lahir dan bathin. Kata kayu  ngaran kayun.  Kayun ngaran pikiran.

“Dan yang terakhir adalah canang sari sebagai simbol arah, yaitu Timur, Selatan, Utara, dan Barat dan Tengah,  merupakan manifestasi  Hyang Widhi Wasa sebagai Hyang Panca Dewata,” bebernya.

Karena makna dan fungsi daksina yang begitu penting,  Murniti
menyarankan bagi pedagang banten yang menjual Daksina agar senantiasa memperhatikan komponen-komponen tersebut secara lengkap.

“Jangan sampai unsur-unsur penyusun Daksina seperti tapak dara, uang
bolong, gegantusan, pangi, tingkih, dan telur bebek diganti telur ayam, memakai streples dalam membuat alas kojong ,” sarannya.

Diakuinya, banyak yang dijual itu ada yang tidak lengkap,  karena itu merupakan sebuah kesatuan. Sehingga, wajib hukumnya harus komplit. ‘Jangan hanya memperhitungkan keuntungan saja,” harapnya.

Bagi yang tidak mengerti,  lanjutnya, mungkin saja pengurangan ini bukanlah apa-apa,  namun dari segi makna tampak dara ini merupakan lambang dunia makro dan mikro yang dimana bermakna sebagai pengatur keseimbangan alam. Sedangkan uang bolong atau pis bolong sendiri bermakna panca datu atau menyimbolkan lima unsur logam.

“Kemudian dari etika pembuatan Daksina, juga banyak hal-hal yang sudah
diabaikan oleh para pedagang, seperti pada waktu membuat Daksina,  mereka belum mebersihkan diri, masih dalam keadaan cuntaka karena datang
bulan. Jadi, belum ada rasa ikhlas dan lebih mementingkan keuntungan, sehingga tidak memperhatikan unsur-unsur yang harus ada saat membuat upakara,” tutupnya. 


Most Read

Artikel Terbaru