KARANGASEM, BALI EXPRESS – Wisata Religi dan Pesona Alam Bukit Lempuyang tampaknya masih menjadi pilihan wisatawan untuk dikunjungi. Tempat foto yang sangat indah menjadikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk melakukan swafoto di Pura Lempuyang, Desa Adat Purwayu, Desa Tribuana, Abang.
Dari pantauan Bali Express (Jawa Pos Group) pada Rabu (4/5), ratusan wisatawan padati tempat tersebut untuk bisa mengabadikan momen dengan mengambil foto. Bahkan tak hanya masyarakat Bali saja yang datang kesana, melainkan terdapat pula wisatawan domestik dan juga mancanegara.
Para wisatawan tak perlu lagi khawatir dengan jarak yang cukup jauh dari parkir bawah menuju parkir atas, karena disana sudah terdapat sutle (mobil antar) yang di sewa, nantinya akan mengantarkan wisatwan maupun krama untuk sampai ditujuan. Tidak hanya keberangkatan saja, tetapi termasuk pula kembalinya menuju ke tempat parkir semula.
Bendesa Adat Purwayu, I Nyoman Jati menjelaskan, wisatawan yang berkunjung kesana mulai mengalami peningkatan sejak beberapa hari lalu. “Dari tanggal 2 (Mei) ada kurang lebih 1.100 wisatawan, kemarin (Selasa) kurang lebih 1.200, dan sekarang terus ada peningkatan,” ujarnya pada Rabu (4/5).
Dari ribuan yang sudah tercatat, Jati mengaku wisatawan masih didominasi oleh domestik. Mereka datang jauh-jauh dari luar Bali, mengunjungi Karangasem hanya untuk melakukan swafoto ke tempat tersebut. Maklum saja, latar belakang pemandangan Gunung Agung yang indah menjadikan daya terik tersendiri tempat tersebut. “Sekarang masih fase libur panjang, tamu yang mendominasi adalah domestik,” lanjutnya.
Untuk tiket masuk ke tempat tersebut pun dikatakan berbeda-beda antara wisatawan domestik dengan turis asing. Jika domestik dikenakan biaya Rp 30 ribu untuk bisa masuk, sedangkan wisatawan mancanegara harus mengeluarkan uang Rp 55 ribu.
Jati menegaskan, bagi wisatawan perempuan khusunya yang sedang menstruasi, dilarang keras untuk berkunjung ke tempat tersebut. Sedangkan masyarakat pria ataupun yang tidak menstruasi, apabipa ingin berwisata kesana, maka diharuskan menggunakan kain kamen atau sarung. “Bagi pengunjung yang belum membawa sarung, maka disini akan diberi sarung, supaya yang masuk ke tempat jaba tengah ini memenuhu syarat sesuai dengan tradisi menggunakan sarung,” tegas Bendesa yang sudah menjabat sejak 1980 tersebut. (dir)