SINGARAJA, BALI EXPRESS – Penggunaan pewarna alami kini tidak saja digunakan pada kain. Bahan lainnya juga bisa diwarna dengan pewarna alami. Salah satunya adalah bambu. Pemuda dari desa Tigawasa, Kecamatan Banjar, Buleleng menjadi pionir di desanya untuk menggunakan pewarna alami. Adalah I Gede Guntur Juniarta yang kini mengelola rumah kerajinan Mai Kubu di desa Tigawasa.
Seperti kebanyakan pengrajin, ia membuat produk dengan bahan baku bambu. Produk yang dihasilkan pun tak jauh beda. Seperti keben, tempat dupa, tas hingga besek. Produk semacam ini juga dibuat oleh kebanyakan perajin dari desa tetangga seperti Pedawa, Cempaga dan Sidetapa. Para perajin memanfaatkan bambu yang tumbuh subur di desa-desa tersebut. Hasilnya pun berkualitas.
Tepai yang membedakan produk kerajinan milik Guntur adalah menggunakan pewarna alami. Guntur mencoba membuat design yang kekinian agar mengikuti mode. Untuk eksekusinya, ia melibatkan ibunya Ni Putu Pirgodianawati. Konsep penggunaan pewarna alami ini berkolaborasi dengan Pagi Motley, sebuah usaha pencelupan dengan pewarna alami di Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng. “Iya, mainnya di natural dan pewarna alami. Saya buat disignnya, Ibu yang menganyam,” singkat Guntur, Minggu (5/3) siang.
Proses pembuatannya cukup panjang. Untuk mendapatkan bambu yang bagus, harus dipilih bambu dengan usia tahun. Sebelum diolah, bambu itu dipotong dengan ukuran tertentu. Kemudian dibilah lagi menjadi beberapa bagian hingga tipis. Selanjutnya barulah diberi pewarna alami. Bambu yang telah dibilah itu direbus dalam sebuah wadah bersama pewarna alami. Butuh waktu satu hari penuh untuk merendam bambu tersebut agar warnanya menempel kuat. “Kalau yang di atas 2 tahun sangat rapuh. Bisa pakai semat dan gedeg. Kalau terlalu muda juga tidak baik. Bisa cepat jamuran. Tidak tahan lama,” kata dia.
Setelah seharian terendam warna, bambu-bambu itu dikeluarkan dan dijemur di bawah terik. Penjemurannya pun harus diperhatikan agar bambu yang basah benar-benar kering. “Yang diberikan pewarna itu bagian kulit bambunya. Kalau bagian tengahnya biasanya kami pakai buat besek atau tempat parcel,” terangnya.
Pewarna alami yang digunakan Guntur berasal dari lingkungan sekitar. Seperti daun Ketapang digunakan sebagai warna hitam. Kemudian daun manga tua digunakan untuk warna kuning dan pohon indigo untuk warna biru. Warna-warna yang dihasilkan memang tidak begitu cerah. Sebab menggunakan pewarna alami. Beda halnya jika menggunakan cat yang warnanya lebih mencolok. “Kalau bisa hindari kehujanan saat pakai produk ini. Supaya tidak rusak. Kalau warnanya sih tidak akan luntur. Tapi bambunya akan rapuh jika dibiarkan kehujanan. Intinya kalau dirawat dengan baik, bisa awet bertahun-tahun,” ungkapnya.
Rumah kerajinan Mai Kubu Tigawasa ini dibuat tahun 2022 lalu. Hingga kini produk Mai Kubu sudah menembus pasar internasional. Tentu produk yang go international itu adalah produk dengan pewarna alami. “Ini ada pesanan tas dengan pewarna alami dari orang Amerika. Ada sekitar 15 buah. Nantinya akan dijual lagi di New York,” tandasnya.