DENPASAR, BALI EXPRESS – Egi Stefanus berhasil ‘menyulap’ uang Rp 200 ribu menjadi Rp 130 juta dalam kurun waktu kurang dari setahun. Berawal dari usaha donatnya yang lahir dari ‘mengeram’ diri di kos, Egi mampu menumbuhkan satu kios, menjadi puluhan kios hingga saat ini. Itu semua karena semangat, konsisten, dan kejujurannya dalam memulai usaha donat semenjak tergerus pandemi Covid-19.
Ditemui di kantor utamanya Jalan Suli, Denpasar, Minggu (18/7), Egi tengah memberikan instruksi dan memantau produksi donat-donatnya. Dengan sumringah, ia menyambut Bali Express (Jawa Pos Group) dan bersedia mengisahkan awal mula terbentuk usaha donatnya.
“Saya ke Bali untuk bekerja tahun 2019, saya bekerja di salah satu toko kue di Denpasar. Kemudian pandemi, jadi sistem kerjanya tidak setiap hari, bahkan sebulan hanya empat kali masuk kerja. Karena saya di sini ngekos, saya berpikir bagaimana cara untuk bayar kos, makan, dan lain-lain,” katanya memulai.
Awalnya, kata laki-laki kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat ini, karena dia menyukai kacang merah, dirinya berniat membuat usaha minuman dengan nama Red Bean. Setelah dilakukan survey di sosial media, ia menemukan banyak usaha yang kurang lebih sama, sampai akhirnya ia memutuskan untuk membuka usaha donat.
“Jadi muter otak untuk bisa bertahan, akhirnya kepikiran untuk membuat donat ini. Tapi di luaran sana usaha donat juga banyak, jadi saya membuatnya agar beda dari donat pada umumnya. Munculah ide untuk buat donat krispi, ide ini terinsipasi dari donat Thailand. Karena di Thailand sebelumnya sudah ada donat krispi, dan kebetulan di Bali belum ada,” jelasnya.
Setelah itu, Egi membuat tester dan meminta teman-teman dekatnya untuk mencoba. Untungnya, respon teman-temannya bagus dan banyak yang tertarik. Dari sanalah ia memberanikan diri untuk memulai usaha donat dengan nama Red Bean itu.
Dengan hanya modal Rp 200 ribu, Egi memulai usahanya secara online. Mulai dari pembuatan donat, promosi, hingga mengirim ke pelanggan ia lakukan seorang diri. “Jadi mulai dari donat sampai topping itu kreasi sendiri. Setelah berjualan selama sebulan, ada perputaran, akhirnya ada dana untuk buka satu stand pertama di Monang-maning pada Juni 2020,” kata laki-laki kelahiran 1989 ini.
Dan ternyata, dia mengakui, antusiasnya luar biasa. Hari pertama Egi mampu menjual 150 pcs donat hanya dalam 3 jam. Kemudian usaha donatnya semakin berkembang dan lahirlah stand kedua, ketiga, dengan respon yang baik dan banyaknya tawaran kerjasama.
“Sekarang yang aktif ada 24 stand, dengan total 30 stand. Itu tersebar di Denpasar, Badung, dan Singaraja. Sementara untuk total semua pegawai 60 orang lebih. Sebelum PPKM jam bukanya tergantung lokasi, ada yang buka mulai pukul 07.00 Wita karena ngejar jam breakfast. Tapi standar kami buka mulai pukul 09.00 Wita sampai 21.00 Wita, ini sebelum PPKM. Sekarang mengikuti jam PPKM,” terangnya.
Laki-laki lulusan DIII Perhotelan ini mencatat, setidaknya dalam sebulan bisa terjual 80 ribu pcs donat dengan omzet kotornya mencapai Rp 130 juta. Sedangkan jika dalam kondisi sepi, rata-rata terjual 25 ribu sampai 30 ribu pcs donat.
Untuk donatnya sendiri yang membedakan selain krispi, yakni varian rasa dan konsepnya. Setidaknya saat ini usaha donatnya memiliki 16 rasa, diantaranya rasa cokelat, tiramisu, red velvet, keju, palm sugar, dan masih banyak lagi. Donat-donat itu dibanderol mulai dari Rp 5 ribu sampai Rp 8 ribu saja per pcs. “Sedangkan untuk konsepnya, kami kemas sesegar mungkin karena pangsa kami milenial,” katanya.
Meski tak memiliki basic, Egi mengaku, dirinya sangat menyukai dunia usaha utamanya di bidang bakery. Sejak di bangku kuliah ia mulai membuka usaha-usaha kecil. Yang mana, usaha donat krispi ini merupakan usahanya yang ke-8 yang terbilang cukup sukses. “Memang saya sendiri suka buat usaha, dan usaha donat ini adalah usaha saya yang ke-8. Tujuh usaha sisanya sudah tidak jalan. Saya pernah coba buat usaha bunga dari sabun, usaha kue, dan usaha lainnya, tapi ini usaha saya yang lumayan bagus,” ungkapnya.
Bisa dikatakan usahanya sangat singkat untuk membuahkan hasil cukup besar. Namun Egi sendiri mengaku, perjuangannya untuk membesarkan usaha donatnya dalam setahun ini tidaklah main-main.
“Karena buka di pandemi ini, benar-benar butuh perjuangan sekali. Saya bisa mempekerjakan karyawan yang juga menjadi korban pandemi seperti dirumahkan atau di-PHK sehingga ada rasa syukur di sana. Dukanya, karena kesiapan, dulu itu tidak ada dana khusus untuk memulai bisnis ini. Jadi benar-benar mengatur keuangan, setiap ada dana lebih saya investasikan ke usaha saya, dan itu berputar di sana saja. Tapi ini asyik juga karena saya menikmati prosesnya,” papar dia.
Kedepannya, kata dia, usahanya tak hanya makanan. Egi berharap bisa mulai merambah ke bidang minuman. Kepada para usaha muda Egi berpesan, agar terus melangkah, pantang menyerah, dan selalu berpikir positif. “Kalau pikiran selalu negatif, hasilnya pasti akan negatif. Tapi kalau pikirannya positif, apa pun yang kita kerjakan, pasti akan selalu ada hasil yang positif,” pesannya.(ika)