DENPASAR, BALI EXPRESS – Jika perpanjangan PPKM Darurat berjilid-jilid, kondisi perekonomian, terutama bagi pelaku pariwisata, diperkirakan semakin parah. Untuk itu, pemerintah diminta agar lebih bijak mendengar masukan-masukan yang datang terkait pelaksanaan PPKM dan harus dianalisa secara cermat.
“Waduh, tambah parah!” pekik pengamat ekonomi dan pariwisata Dr. (C) I Made Ramia Adnyana, SE., MM., CHA saat dihubungi, Kamis (22/7). “Karena jika ini (PPKM, Red) diperpanjang, memperparah situasi. Saya setuju konsepnya untuk mengurangi penyebaran pandemi terutama varian baru, tetapi dengan PPKM darurat dan ada penyekatan dimana-mana, serta penutupan usaha, ini berdampak tidak hanya pada Covid-19 sendiri tapi ekonomi juga menjadi drop,” sambungnya.
Namun, karena saat ini perpanjangan jilid I sudah berjalan, pihaknya mengimbau kepada masyarakat agar mengikuti sementara sampai tanggal 25 Juli. “Jadi setelah itu kami berharap PPKM Darurat ini dihentikan saja. Dampaknya kurang baik terhadap ekonomi masyarakat kecil karena ditutup peluangnya untuk berusaha,” jelasnya.
Kemudian, dia yang juga selaku Ketua Masata Bali menambahkan, untuk industri pariwisata memang sudah tidak sama sekali berpenghasilan dari hari pertama diterapkan PPKM. Bahkan, telah terjadi pembatalan 40 persen penerbangan ke Bali, yang secara langsung berdampak pada tingkat okupansi hotel.
“Jadi otomatis okupansi di perhotelan sudah tidak bisa ngomong okupansi lagi, karena isinya hanya satu, dua tamu, bahkan ada yang sampai tidak terisi,” katanya.
Menurutnya, kunjungan ke Bali sebelumn PPKM mencapai 8.500 sampai 9.000 kunjungan setiap harinya. Dengan diberlakukannya PPKM, kunjungan jeblok sampai angka 400 hingga 300 kunjungan sehari. “Kan jauh lagi itu pengaruhnya, begitu pula yang dirasakan pedagang kecil. Mereka buka pukul 17.00 Wita kemudian harus tutup pukul 20.00 Wita, jadi dari sisi pendapatan itu jelas sangat mempengaruhi,” bebernya.
Pihaknya pun mempertanyakan mengapa saat penerapan PSBB sebelumnya, yang mana pelaku usaha masih bisa bergeliat, penyebaran kasus masih terkendali. Sedangkan dengan diterapkannya PPKM yang aturan operasionalnya lebih ketat, kasus justru melonjak bahkan mencapai angka 1.000 di Bali. “Jadi apakah ini kegagalan PPKM atau bagaimana saya tidak mengerti,” kata Wakil Ketua Kadin Bali Bidang Akomodasi dan Pengembangan Pariwisata ini.
Untuk itu, pihaknya berharap agar pemerintah mempertimbangkan kembali PPKM Darurat ini lantaran dampaknya sangat jelas. Kalaupun PPKM harus diberlakukan demi menekan kasus, dia meminta agar kebutuhan masyarakat harus dipenuhi. “Jangan masyarakat diminta diam di rumah tidak bekerja, tapi tanggungan listrik, air, tagihan bank setiap bulan jalan terus. Lalu subsidi pulsa tidak ada, ini bagi pengusaha utamanya di pariwisata tidak bisa begini,” katanya.(ika)