AMLAPURA, BALI EXPRESS – Produksi arak berbahan fermentasi gula telah menjamur. Ini disebut menjadi masalah buat keberlangsungan produksi arak tradisional berbahan nira pohon aren, kelapa, maupun lontar di Karangasem.
Masalahnya, arak gula yang beredar kini membanjiri pasaran dengan harga jauh lebih murah. Akibatnya petani arak tradisional tak mampu bersaing. Beberapa di antaranya sampai memilih berhenti berproduksi. Terkait ini, standarisasi tengah dirancang pemerintah daerah setempat.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Karangasem beranggapan, terbitnya Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 memang membangkitkan gairah produsen arak. Termasuk memunculkan banyak penjual arak baru. Namun bukan dari kalangan produsen arak tradisional. Yang banyak muncul justru produsen arak fermentasi gula.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Karangasem, I Wayan Sutrisna menyebut sudah membuat tim untuk mengatasi masalah itu. Penertiban sejumlah produsen arak gula akan dilakukan, tetap mengacu Pergub Bali Nomor 1/2020. “Dengan adanya Pergub ini, seperti dimanfaatkan untuk mengambil peluang. Tetapi membuat produsen arak tradisional kalah saing. Ini kan tidak bisa,” kata Sutrisna, kemarin (25/4).
Penertiban yang dia maksud, akan ada standarisasi produk-produk arak tradisional. Pemkab Karangasem bersinergi dengan pemerintah Provinsi Bali dalam mengeluarkan petunjuk teknis dan aturan. Seperti membentuk Perumda atau koperasi yang bisa menyerap produk arak tradisional. Fungsinya agar ada wadah menjual produk arak kepada beberapa distributor yang kantongi izin edar.
Pihaknya juga sudah melakukan lobi-lobi dengan pihak Bea Cukai agar bisa difasilitasi, sehingga distribusi arak Karangasem bisa sampai luar negeri. Menurutnya, ini memang perlu modal sehingga penting dibentuk badan semacam Perumda untuk pembiayaan awal.
Standar lainnya, Pemkab Karangasem bersama BPOM melakukan uji layak konsumsi. Pengawasan higienis juga dilakukan mengecek peralatan penyulingan arak yang dipakai, hingga kemasan. “Kami buat standar nanti dalam bentuk pendampingan untuk masalah higienis. Maka kami perlu kerja sama dengan provinsi,” sebutnya.
Sutrisna menjelaskan, diterbitkannya Pergub Nomor 1/2020 itu sejatinya untuk melindungi keberlangsungan produsen arak tradisional dan turunannya. Sedangkan arak gula tidak termasuk di dalamnya. Padahal kata dia, sudah jelas dari pergub itu mengatur tata keola tentang arak tradisional agar bisa naik daun.
Diakui Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 itu masih perlu disosialisasi ke produsen. Apalagi pendampingan terhadap tata kelola minuman arak tradisional ini. Namun karena masa pandemi, ini belum bisa dilakukan.
Data Disperindag Karangasem, produsen arak ditemukan hampir di delapan kecamatan. Namun yang terbanyak itu ada di Kecamatan Sidemen dengan jumlah 665 produsen arak rumahan. Selanjutnya di Desa Datah, Kecamatan Abang dengan jumlah sekira 300 lebih perajin arak.