DENPASAR, BALI EXPRESS – Seminggu pasca ditetapkannya harga minyak goreng satu harga Rp 14 ribu per liter, pedagang di pasar tradisional belum bisa menjual dengan harga tersebut. Padahal, pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta agar seminggu pasca diputuskan, pasar tradisional sudah harus menjual dengan harga Rp 14 ribu.
Salah seorang pedagang bahan pokok di Pasar Badung Denpasar, Tutik mengungkapkan, belum bisa menjual minyak goreng dengan harga Rp 14 ribu per liter lantaran distributor masih menjual minyak goreng dengan harga tinggi. Disamping itu, belum adanya kejelasan terkait mekanisme minyak goreng subsidi membuatnya tetap bertahan menjual minyak goreng dengan harga Rp 20 ribu per liter.
“Belom, belom bisa, kan belom dapat. Nggak ada distributor bawa minyak goreng harga segitu (Rp 14 ribu per liter). Jual harga biasa, masih Rp 20 ribu, kan belinya masih mahal. Nggak tahu (apakah bisa ditukar), belum ada yang ke sini,” ujarnya saat diwawancara Kamis (27/1).
Ia pun mengaku, banyak pembeli yang mengeluh dan bertanya-tanya mengapa ia masih menjual minyak goreng dengan harga tinggi. Padahal, di super market atau swalayan sudah menjual dengan harga normal. “Ada banyak yang nanya gitu, tapi masak kita beli mahal, kita kasi Rp 14 ribu per liter kan tidak mungkin. ‘Cari di super market saja’, tak gituin,” katanya.
Dirinya mengaku tak tahu bagaimana ke depannya jika nantinya minyak gorengnya tak bisa ditukar ke distributor. Kendati demikian, masih ada satu dua orang yang sanggup membeli minyak gorengnya dengan harga Rp 20 ribu per liter.
Sementara itu, semwarutnya mekanisme minyak goreng subsidi ini, menyebabkan penurunan penjualan minyak goreng di pasar tradisional sampai turun 50 persen. Hal ini lantaran banyak pelanggan yang lebih memilih berbelanja minyak goreng langsung ke super market atau toko modern.
“Sangat susah (jual minyak goreng). Terjual sih terjual, tapi sama orang-orang yang kebetulan belanja di pasar. Kalau mereka yang benar-benar sudah aware dengan medsos, biasanya tetap lari ke toko modern,” ungkap Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Bali, Sudadi Murthado.
Ia menilai, pemerintah seharusnya bisa memberikan opsi yang memudahkan pedagang. Sebab, pedagang-pedagang di pasar tradisional rata-rata merupakan lansia. “Kalau mereka dipersulit dengan hal yang seperti ini kan bingung juga. Kasihan. Mereka tahu ada subsidi minyak, tapi mereka bingung bagaimana cara untuk mendapatkan subsidi haknya itu,” tandasnya.