26.5 C
Denpasar
Monday, May 29, 2023

Butuh 25 Truk Kompos, Panen 100 Ton, Mangku Widiartha Jadi Petani Lidah Buaya

KARANGASEM, BALI EXPRESS – Tekstur tanah di Desa Adat Besakih, Rendang, Karangasem cocok untuk ditanami lidah buaya. Maka tak heran di wilayah tersebut banyak terlihat tumbuhan dengan daun berdaging tebal tersebut.

Belakangan ini petani lidah buaya terlihat begitu bersemangat, apalagi permintaan dari perusahaan yang mengambil hasil panen tersebut semakin meningkat.

Petani ludah buaya, Jro Mangku Widiartha mengungkapkan, kini kekurangan bahan baku, karena saking banyaknya permintaan. Padahal, ia sendiri memiliki sekitar 70 ribu pohon lidah buaya yang ditanam di atas lahan seluas 1,7 hektare.

Tanaman lidah buaya diakui bisa panen setiap empat bulan sekali. Dalam sekali panen, ia bisa mendapat 100 ton lidah buaya. Sedangkan harga per 1 ton-nya mencapai Rp 2,2 juta.

Baca Juga :  Ratusan Pemegang Polis AJB Bumiputera Ajukan Somasi Massal

Namun, dikatakan olehnya, pengambilan tidak hanya sekali. Meskipun panen setiap empat bulan sekali, hanya saja, perusahaan yang diajak bekerja sama mengambil hasil panen tersebut setiap satu bulan sekali. “Kadang pengambilannya juga dilakukan setiap minggu, tergantung keperluan dari perusahaan, sehingga dalam satu bulan saya bisa mendapat keuntungan bersih sekitar Rp 30 juta,” ujar pria yang juga selaku Bendesa Adat Besakih.

Dirinya mengaku sudah menggeluti pekerjaan ini sekitar 16 tahun lamanya. Dari sisi pemeliharaan maupun penjualan, ia bersyukur tidak menemukan kendala yang berarti. Hanya di saat awal memulai menanam, harus bersabar, karena untuk menunggu panen perdana lumayan lama.

Untuk perawatan ia hanya menggunakan pupuk dari kotoran sapi (kompos). Tidak ada pupuk lain, karena ditakutkan zat organik dari lidah buaya akan hilang, sehingga berpengaruh terhadap khasiatnya.

Baca Juga :  Warga Besakih Tidak Berani Pelihara Bangkung

Selama empat bulan, Widiartha mengaku menghabiskan kurang lebih 25 truk kotoran sapi. “Nanti setelah dikirim ke pabrik akan diekspor lagi. Nanti di sana akan diolah menjadi berbagai bahan karena selama ini lidah buaya kita kenal memiliki banyak sekali manfaat,” lanjutnya.

Dalam keseharian, Jro Mangku Widiartha tidak sendirian dalam mengurus lidah buaya tersebut. Ia dibantu tiga orang karyawan untuk meraway tanaman. “Untuk melakukan perawatan tanaman lidah buaya saya mempekerjakan tiga orang karyawan. Mereka bekerja setiap hari, seperti memberi pupuk, menjaga kebersihan, dan yang lainnya,” tandasnya. (dir)

 

 


KARANGASEM, BALI EXPRESS – Tekstur tanah di Desa Adat Besakih, Rendang, Karangasem cocok untuk ditanami lidah buaya. Maka tak heran di wilayah tersebut banyak terlihat tumbuhan dengan daun berdaging tebal tersebut.

Belakangan ini petani lidah buaya terlihat begitu bersemangat, apalagi permintaan dari perusahaan yang mengambil hasil panen tersebut semakin meningkat.

Petani ludah buaya, Jro Mangku Widiartha mengungkapkan, kini kekurangan bahan baku, karena saking banyaknya permintaan. Padahal, ia sendiri memiliki sekitar 70 ribu pohon lidah buaya yang ditanam di atas lahan seluas 1,7 hektare.

Tanaman lidah buaya diakui bisa panen setiap empat bulan sekali. Dalam sekali panen, ia bisa mendapat 100 ton lidah buaya. Sedangkan harga per 1 ton-nya mencapai Rp 2,2 juta.

Baca Juga :  Ratusan Pemegang Polis AJB Bumiputera Ajukan Somasi Massal

Namun, dikatakan olehnya, pengambilan tidak hanya sekali. Meskipun panen setiap empat bulan sekali, hanya saja, perusahaan yang diajak bekerja sama mengambil hasil panen tersebut setiap satu bulan sekali. “Kadang pengambilannya juga dilakukan setiap minggu, tergantung keperluan dari perusahaan, sehingga dalam satu bulan saya bisa mendapat keuntungan bersih sekitar Rp 30 juta,” ujar pria yang juga selaku Bendesa Adat Besakih.

Dirinya mengaku sudah menggeluti pekerjaan ini sekitar 16 tahun lamanya. Dari sisi pemeliharaan maupun penjualan, ia bersyukur tidak menemukan kendala yang berarti. Hanya di saat awal memulai menanam, harus bersabar, karena untuk menunggu panen perdana lumayan lama.

Untuk perawatan ia hanya menggunakan pupuk dari kotoran sapi (kompos). Tidak ada pupuk lain, karena ditakutkan zat organik dari lidah buaya akan hilang, sehingga berpengaruh terhadap khasiatnya.

Baca Juga :  Pansus DPRD Badung Terjun ke Pasar Tradisional

Selama empat bulan, Widiartha mengaku menghabiskan kurang lebih 25 truk kotoran sapi. “Nanti setelah dikirim ke pabrik akan diekspor lagi. Nanti di sana akan diolah menjadi berbagai bahan karena selama ini lidah buaya kita kenal memiliki banyak sekali manfaat,” lanjutnya.

Dalam keseharian, Jro Mangku Widiartha tidak sendirian dalam mengurus lidah buaya tersebut. Ia dibantu tiga orang karyawan untuk meraway tanaman. “Untuk melakukan perawatan tanaman lidah buaya saya mempekerjakan tiga orang karyawan. Mereka bekerja setiap hari, seperti memberi pupuk, menjaga kebersihan, dan yang lainnya,” tandasnya. (dir)

 

 


Most Read

Artikel Terbaru